"Senja Selalu Sendiri."

408 53 60
                                    

- 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 -

Bulan minta permen kapas saat menjelang pukul sembilan malam, kebetulan saja di dekat komplek sedang ada pasar malam. Pasar malam rasanya tidak lengkap jika tidak ada penjual permen kapas, jajanan melegenda tersebut memang banyak disukai anak-anak, terutama anak perempuan yang suka warna merah muda, sebab permen kapas didominasi oleh warna merah muda.

Bulan yang minta, tapi Kak Tari dan Senja juga dapat. Malahan, mereka masuk lebih dalam ke area pasar malam atas keinginan Kak Tari yang memang rindu dengan jajanan di pasar malam.

"Mau naik kincir ria itu!" seru Senja. "Kakak sama Adik, ayo!" ajaknya antusias.

"Kak Senja saja, Adik mau duduk sambil makan pelmen kapas ini," kata Bulan.

"Mau main?" tawar Dirga.

"Iya, Ayah!" seru Senja makin bersemangat.

Jujur saja, Senja senang ditawari oleh Ayah Dirga, apalagi dengan nada bicara yang serendah tanpa penekanan begitu. Jarang-jarang juga Ayah Dirga berbicara selemah lembut itu pada Senja.

"Karena Kakak mau jajan dulu, jadi kamu boleh naik," ucap Dirga. "Bun, aku beliin dulu tiket buat Senja."

Ayu mengangguk. "Adik juga kayaknya mau makan dulu permen kapasnya."

"Terus Senja naik sama siapa?" tanya Senja.

Dirga melengos pergi ke tempat pembelian tiket, sedang Senja masih kebingungan akan pergi bersama siapa. Bunda Ayu sudah duduk di bangku yang ada di sana, berdampingan dengan Bulan yang mulai minta dibukakan permen kapasnya.

"Kak Tari," panggil Senja.

"Kakak mau jajan dulu, Senja," kata Tari. "Mumpung kata Ayah boleh jajan, lagipula jarang-jarang kita masih di luar di jam segini, kan?"

"Iyakan besoknya libur," ucap Senja. "Ayo naik sama Senja, Senja tidak mau sendirian, Senja takut."

"Tidak bisa, Senjani," tegur Ayu. "Kakakmu mau jajan, lagipula kenapa kamu minta naiknya sekarang?"

Dirga kembali dengan membawa satu tiket, kemudian ia meraih tangan Senja untuk ia antar ke tempat tujuannya, yakni kincir ria. Permainan yang akan membawanya berputar-putar ke atas itu memang merupakan permainan yang wajib dicoba saat ada pasar malam. Begitu sampai puncak, ada hadiah pemandangan indah.

"Sendirian?" tanya Senja.

"Ayah mau temani Kakak jajan," jawab Dirga.

"Bunda temani Bulan di sini, lagipula kamu bakalan kelihatan dari sini," timpal Ayu.

"Senja selalu sendiri." Senja bergumam pelan, kemudian ia mengikuti tarikan Sang Ayah yang membawanya ke tempat wahana kincir ria itu.

Senja ditinggalkan setelah masuk ke wahananya, ia berada di kincir ria seorang diri tanpa didampingi orang tua. Tetapi, berkat nego dengan yang menjaga kincir ria, Senja dimasukan ke dalam tempat yang ada seseorang. Ada bocah laki-laki juga di sana, meski kelihatannya dia lebih dewasa dibanding Senja.

"Lucu banget, si!" seru bocah laki-laki itu. "Nama kamu siapa, Dek?"

Senja balas tersenyum. "Senja."

"Kenalin, namaku Bintang."

Senja manggut-manggut lucu, kemudian ia menjabat uluran tangan Bintang yang berbaik hati mau kenalan dan berbagi ruang kincir ria ini bersama dirinya. Begitu sampai puncak, pemandangan indah menyambut keduanya, Senja berseru kegirangan melihat lampu-lampu menyala di malam hari. Di putaran kedua Senja masih kagum pada pemandangan di bawah sana, dan di putaran ketiga ia harus menelan pahitnya menjadi Senjani melihat keluarganya bergandengan tangan meninggalkan area kincir ria.

SenjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang