— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —
"Ayah, hari ini Senja dapat bintang lima dari Bu Guru, katanya gambar buatan Senja bagus, Ayah mau lihat gambarnya?"
Senja mengulurkan selembar kertas berisi gambar tiga bocah kecil bersama dengan kedua orang tuanya, menggambarkan keluarga kecilnya yang terdiri dari Ayah, Bunda, Kak Tari, Senja, dan Adik Bulan.
Dirga menepis uluran kertas itu, bahkan saking kerasnya membuat kertasnya robek. Senja terkejut dibuatnya, ia membungkuk mengambil kertasnya untuk memastikan. Robek di bagian Kak Tari dan Adik Bulan, meski gambarnya tidak sama persis, tetapi Senjani menempatkan dirinya tepat di sebelah Bunda Ayu, yang berada di tengah itu Adik Bulan, di samping Ayah Dirga ada Kak Tari.
"Ayah," panggil Senja. "Lihat ini, Ayah robek bagian Kakak sama Adik."
"ARGH, BERISIK!" bentak Dirga, ia sampai meremas rambutnya sendiri. "JAUH-JAUH DARI HADAPAN SAYA, ANAK SIALAN!"
"Ayah."
"MENJAUH SIALAN!" bentak Dirga lagi, kali ini ia menunjuk ke arah pintu keluar. "Saya benci sama kamu, saya tidak mau melihat wajah kamu, saya tidak sudi melihat wajah kamu, sangat benci!"
Senja menelan ludahnya dengan susah payah, ia mati-matian menahan air matanya agar tidak jatuh karena takut disebut cengeng atau lemah oleh Ayah Dirga.
Terhitung sudah satu bulan sejak kepergian Mentari dan Rembulan, suasana rumah menjadi sangat sunyi. Senja sudah berusaha untuk mengisi kekosongan di rumah, tapi tetap saja Si Anak Kebanggaan itu Kak Tari, dan Si Anak Kesayangan itu Adik Bulan.
"KENAPA DIAM SAJA DI SANA?" sentak Dirga sekali lagi. "DASAR ANAK SIALAN KAMU!"
Senja memejamkan matanya, ia menggigit bibir bawahnya sendiri menahan suara ketika Ayah Dirga memukul lengannya beberapa kali. Tubuh kecil Senja terhentak-hentak akibat dari pukulannya, mungkin akan ada bekas kebiruan setelahnya.
"AYUDIA!" teriak Dirga, ia mendorong tubuh Senja dari hadapannya. "Suruh anak sialan ini masuk ke kamarnya, saya muak melihat dia!"
"Bunda~"
Senja merengek, ia berniat mengadu pada Bunda Ayu mengenai pukulan Ayah Dirga. Namun, sudah satu bulan ini Bunda Ayu hanya diam, tidak berbicara sama sekali kepadanya.
"Bunda," panggil Senja sembari memeluk kaki jenjang Ayu. "Senja dapat bintang lima dari Bu Guru, tapi gambarnya robek karena jatuh, lihat ini."
Ayu menarik kedua tangan Senja dari kakinya, ia menyeret Senja masuk ke dalam kamarnya dan mengunci anak itu.
"Bunda."
"Bunda, kenapa dikunci?"
"Bunda, gambarnya ketinggalan di luar."
"Bunda, buka kuncinya."
Daun pintu itu beberapa kali bergerak, namun Ayu yang sudah menguncinya tak membuat pintu tersebut terbuka. Kini Ayu berdiri di depan pintu kamar Senja, menatap gambar asal milik Senja yang berisikan dua orang dewasa dan tiga anak kecil. Gambaran keluarga mereka.
Ayu menyeka air matanya yang jatuh, ia memungut kertas itu lalu meremasnya. Tanpa berpikir akan perasaan pemiliknya, Ayu membuat kertas tersebut menggulung dan dibuangnya ke tempat sampah.
Sepertinya, Senja tidak mungkin mendapatkan kasih sayang yang melimpah. Kepergian kedua saudarinya justru membuatnya semakin tersiksa.
— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —
"Lapar banget."
Pintu masih terkunci, dan dari tadi siang Senja tidak makan apa-apa. Perutnya sudah bersuara dari beberapa jam yang lalu, tapi Senja tidak punya makanan atau minuman di kamarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senjani
Fanfiction[COMPLETED] "Ayah, Bunda, Senja masih kecil." [19-01-24] #2 Sinb