"Terima Kasih, Abang."

353 55 57
                                        

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

Hari ini merupakan hari di mana Mentari pergi kompetisi, sudah tidak diragukan lagi kemampuan bernyanyinya. Tari juga punya mimpi untuk menjadi seorang penyanyi di masa depan, dia ingin menciptakan lagunya sendiri. Tak akan sulit baginya mencapai mimpi itu, mengingat ia selalu dapat dukungan penuh dari Ayah Dirga dan Bunda Ayu.

"Senja."

"Abang!"

Bintang menoleh ke kanan dan kiri, dia tidak tahu kenapa Senja memilih berada di sini alih-alih berkumpul dengan yang lain di aula. Ditemani sebuah bola, Senja beberapa kali menendang dan mengejarnya untuk kembali ditendang.

"Tidak mau menonton?" tanya Bintang. "Kakakmu itukan tampil untuk bernyanyi."

"Penuh di sana," jawab Senja. "Senja tunggu saja di sini, lagipula Senja suka main bola."

"Abang temani, mau?"

Senja memicingkan matanya, ia menatap perawakan Bintang dari atas sampai ke bawah. Dilihat dari ukuran tubuh serta kulitnya, Senja tak bisa meragukan kemampuan Bintang dalam bidang sepak bola. Siapa tahu Bintang lebih berpengalaman dari Senja, bisa memberikan Senja pelajaran baru tentang sepak bola.

"Abang habis dari mana memangnya?" tanya Senja.

"Toilet." Bintang menjawab sambil berjalan ke arah gawang. "Abang jadi kipernya, nanti Senja tendang ke sini, ayo!"

"Okay!!!"

Senja senang pastinya. Buru-buru Senja menaruh bola plastik itu di tempat yang sudah ditentukan, ia mulai mundur beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang. Senja berlari, ia menendang bola itu hingga membuat Bintang bergerak reflek untuk menangkapnya. Nahas, bola yang seharusnya masuk ke gawang malah melampaui tiang di atas.

"Yah, hampir!" pekik Senja sembari menunjuk bolanya yang kini tergeletak di belakang gawang.

Bintang berkacak pinggang. "Pelan-pelan saja, harus fokus!"

"Sekali lagi, boleh?"

"Okay, sebentar Abang ambilkan dulu bolanya."

Mereka menghabiskan waktu bermain berdua di sana, mengabaikan betapa ramainya suasana aula yang tengah mengadakan kompetisi bernyanyi. Memang tidak dihadiri oleh seluruh orang tua siswa, tapi dengan ruangan terbatas itu pasti akan terasa pengap ketika para orang tua siswa yang berkompetisi diundang.

"Terima kasih, Abang."

Bintang tertawa kecil, ia mengulurkan sebelah tangannya menutup sinar matahari yang menyengat tepat ke wajah Senja. Bocah perempuan itu dengan santainya rebahan di lapangan, padahal matahari sedang terik-teriknya.

"Pindah, yuk!" ajak Bintang.

Senja menggeleng pelan. "Capek."

"Di sini panas."

"Tidak apa-apa, Senja kuat."

Bintang hanya bisa menggelengkan kepalanya, tidak tahu harus berbuat apalagi.

"Menang atau kalah, itu sudah biasa."

"Kamu sudah melakukan yang terbaik, Sayang."

"Selamat, kamu sudah membanggakan Papa sama Mama."

"Tidak apa, dengan beraninya kamu ikut kompetisi saja Ibu sudah bangga!"

Senja membuka matanya, ia beranjak duduk dan melihat orang-orang mulai keluar dari gedung sekolah. Entah siapa pemenangnya, tapi dari sekian banyak orang yang keluar tak ada piala. Malah yang terdengar ucapan menyemangati orang tua pada anak-anak. Senja jadi iri.

SenjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang