"Senja Minta Maaf~"

400 51 44
                                        

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

Senja masih sakit, kepalanya masih pusing, bahkan untuk sekadar jalan saja rasanya berat. Namun, Senja bosan hanya duduk di kasur, meski banyak mainan tapi tak ada satu pun yang mampu menemani sepinya. Sebab di saat seperti ini, yang Senja butuhkan ialah peluk dan perhatian Ayah atau Bunda. Dua hal yang begitu sulit untuk Senja dapatkan.

Kak Tari dan Adik Bulan juga tidak terdengar suaranya, padahal Bunda Ayu sedang sibuk menjahit pakaian di ruangannya.

"Bunda," panggil Senja. "Kakak sama Adik di mana?"

"Mereka sedang tidur siang," jawab Ayu tanpa sedikit pun menoleh ke arahnya. "Jangan ganggu."

Senja mengangguk patuh, ia berpegangan pada tembok guna menyeimbangkan tubuhnya yang rapuh. Senja bisa saja kembali ke kamar untuk tidur siang, tetapi Senja sudah terlalu banyak menghabiskan waktu di kamar. Kakinya kini melangkah teratur keluar rumah, menghirup udara segar yang setidaknya mampu mengobati sedikit pening di kepala.

"Senja sudah sakit, tapi Bunda tidak peduli," gumamnya. "Apalagi Ayah, Senja tidak lihat Ayah dari tadi pagi."

Mungkin diam dan tak bergerak hanya akan menambah rasa sakitnya saja, Senja kini melangkah tak tahu arah. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum, Senja melambaikan tangannya ke arah sekumpulan anak laki-laki yang berada di area lapangan.

"AJAY! JINAN!" teriak Senja.

Dua nama itu Senja sebut dengan lantang, tapi seluruh bocah laki-laki di sana menoleh ke arah dirinya. Sepasang mata Senja menangkap keberadaan anak laki-laki yang tubuhnya lebih tinggi dari yang lainnya. Kalau Senja tidak salah, anak laki-laki itu merupakan seseorang yang semalam menemani Senja naik kincir ria—Bintang.

"Senjani-ku," sambut Jinan dengan senyum hangat.

"Senja, Senja, Senja!" seru Ajay heboh, ia bahkan sampai mengguncang lengan Senja. "Lihat, ada Abang baru di sini, Abangnya bawa bola yang ada tanda tangan pemain tenis meja!"

"Hah?!" Senja bingung bukan main, kemudian ia dihampiri oleh Bintang.

"Halo, Adik Lucu~" sapa Bintang. "Kamu tinggal di daerah sini?"

Senja mengangguk, ia berkacak pinggang berlagak sebagai bos di depannya. Tentu saja Bintang bingung, Senja yang ia kenal semalam sangat cengeng, tidak seperti sekarang ini, sok jagoan.

"Bos kami!" aku Ajay. "Senjani, panggil saja Senja, bos kami di sini."

Senja manggut-manggut lucu, ia mengangkat dagunya memberi kesan angkuh yang tentunya membuat Bintang makin gemas. Anak itu menjatuhkan bola dari tangannya, ia beralih merapikan beberapa helai rambut Senja yang menghalangi pemandangan wajahnya.

"Adik Lucu bosnya?" tanya Bintang.

"Iya."

"Kalau begitu, Abang mau jadi anggotanya, dong," kata Bintang. "Boleh?"

"Senja pikir-pikir dulu, deh," ucap Senja berlagak. "Bagaimana Nan? Bagaimana Ajay?"

"Terima saja, dia anak orang kaya!" bisik Ajay.

"Abangnya baik, nanti bisa lawan anak komplek sebelah," timpal Jinan.

"Adik Lucu, panggilnya Abang, ya? Biar makin dekat," ucap Bintang. "Adik Lucu pucat sekali, sedang sakit?"

Senja menggelengkan kepalanya. "Ayo main!"

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

Langit sudah tidak biru lagi, kini berubah menjadi warna oranye. Di lapangan yang luasnya pas-pasan ini, anak-anak masih asyik main bola. Beberapa kali terdengar jeritan, beberapa kali pula terdengar teriakan memanggil nama rekan satu timnya.

SenjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang