"Senja Merepotkan, Ya?"

408 57 19
                                        

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

"Terdapat cedera di kepala bagian dalam Senjani, bisa dilihat melalui scan yang sudah dilakukan ini. Saya rasa cedera ini terjadi akibat dari kecelakaan waktu itu, sebab Senjani satu-satunya yang dianggap tidak terluka dan tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut."

"Akibat dari cedera itu, Senjani mengalami kelumpuhan kaki permanen."

Ayu tidak berani masuk ke dalam ruangan Senja, ia duduk di bangku panjang depan pintu ruangan Senjani. Kepalanya tertunduk, hal yang paling Ayu sesali ialah telah menganggap kecelakaan Senjani tidak ada apa-apanya dibanding Mentari dan Rembulan. Hari itu, Ayu pikir Senja pingsan karena penyakitnya, hingga Ayu tidak menyetujui saran dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut lagi terhadap Senjani.

Hasilnya hari ini. Senjani dinyatakan lumpuh secara permanen, sepasang kakinya tak bisa digunakan untuk berjalan lagi.

Permanen.

Itu artinya selamanya.

Ayu memukul kepalanya pelan, kemudian pukulan itu berangsur lebih kencang dan rajin sebab rasa sesal yang makin memenuhi dirinya sendiri. Namun, sebelum ia semakin larut dalam penyesalan itu, Naila datang dan duduk di sebelahnya.

"Naila."

Berkat kehadiran Naila, Ayu beralih melampiaskan dari memukul kepalanya jadi memeluk Naila. Tangisnya pecah saat itu juga, ia ditenangkan oleh usapan-usapan di punggung dari Naila, usapan yang bahkan tak akan membuatnya lupa akan kenyataan pahit yang sedang diterimanya saat ini.

Senjani.

Satu-satunya anak yang tersisa, dinyatakan lumpuh.

"Senja lumpuh, Nai~" lirih Ayu. "Kakinya Senja tidak akan bisa berjalan lagi~"

Naila cukup tercekat mendengarnya, namun ia harus tetap tenang guna menenangkan Ayu yang terus menangis. Pasti sakit menjadi Ayu saat ini, dia ditinggal Mentari dan Rembulan di waktu yang bersamaan, kemudian hari ini ia dihadapkan dengan nasib buruk Senjani.

"Hari itu Senja pingsan bukan karena sakitnya, Senja juga terbentur, Nai~" ungkap Ayu gemetar. "Ada cedera di kepala bagian dalamnya, dan itu yang menyebabkan kakinya Senja lumpuh secara permanen sekarang~"

Mungkin kenyataan ini akan membuat Ayu dan Dirga jauh lebih sabar lagi menghadapi kondisi Senjani. Mereka akan lebih ekstra merawat Senjani yang dinyatakan mengalami kelumpuhan kaki secara permanen.

Sementara itu, Dirga sedang menangis di kamar mandi ruangan Senja. Begitu masuk ke dalam ruangan, ia menatap Senja yang tengah asyik main bersama Bintang, lalu masuk ke kamar mandi untuk meratapi kepedihan nasib Senjani.

Kini Dirga duduk selonjoran bersandar pada tembok, air matanya membasahi kedua pipi, sepasang mata itu merah. Hatinya terus mengutuk dirinya sendiri, sebab perilaku buruk yang telah ia berikan terhadap Senjani di masa lalu. Dirga menyesal, dan Dirga tidak ingin Senja makin menderita.

Setelah melewati tiga puluh menit yang panjang di kamar mandi, Dirga beranjak dan membasuh wajahnya. Ia berkaca memastikan tidak ada bekas air mata, agar saat menyapa Senja ia bisa membuat anak itu tersenyum simpul. Dirga menghembuskan napas panjang, ia memberanikan diri keluar untuk menjumpai Senjani-nya.

"Ayah!!!" pekik Senja antusias. "Ayah habis mandi, ya?"

Dirga mengangguk berdusta, lalu ia menghampiri Senja untuk sebuah pelukan hangat. Senja nyaman dalam dekapan Ayah Dirga saat ini, dekapan yang mungkin akan sering ia dapatkan di kemudian hari. Dirga pun mendaratkan satu kecupan lamat di pucuk kepala Senja, ungkapan rasa sayang pada Putrinya yang tersisa.

"Lihat, deh!" seru Senja. "Abang bantuin Senja beresin lego ini."

Bintang tersenyum bangga dibuatnya, sedang Dirga balas mengusap pucuk kepala Bintang mengungkap rasa terima kasih karena sudah menemani Senja.

"Nanti kita main bareng di rumah, ya?" ucap Dirga. "Ayah temani."

"Memangnya Ayah tidak sibuk?"

"Ayah harus punya waktu untuk anak Ayah yang cantik ini." Dirga mencolek hidung Senja gemas. "Makanya, Senja harus menurut biar cepat pulang ke rumah, ya?"

"Siap, Ayah!"

"Nanti Ayah temani kamu ke mana pun, Ayah akan jaga kamu terus."

Senja menutup mulut Dirga dengan telapak tangan mungilnya.

"Ayah sudah mandi belum, sih?" tanya Senja. "Kok, bau rokok?"

Dirga melipat bibirnya sendiri, malu mengakui kalau dirinya belum mandi. Sulit untuk berdusta kepada Senja memang.

"Ayah akan temani Senja bermain, Ayah akan bacakan dongeng untuk Senja sebelum tidur, terus Ayah akan ajak Senja jalan-jalan," tutur Dirga. "Senja sembuh, ya? Sembuh untuk Ayah sama Bunda, okay?"

"Okay!" seru Senja. "Bunda di mana? Senja mau ke Bunda, Senja mau mengadu ke Bunda kalau mulut Ayah bau rokok!"

"Iya, nanti Ayah mandi, kok!" kata Dirga. "Kamu lanjut main dulu sama Abang Bintang, Ayah mandi sekarang."

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

"Senja merepotkan, ya?"

Keheningan yang ada di ruangan saat ini dibuat pecah oleh pertanyaan Senja. Ayu dan Dirga kontan beranjak dari sofa, mereka pikir Senja sudah terlelap. Nyatanya bocah itu kini terbangun.

"Kamu mau makan sesuatu?" tanya Dirga.

"Senja mau tidur sama Bunda," jawab Senja.

"Senjani," panggil Ayu. "Maafin Bunda."

Senja menatap Sang Bunda dengan sendu, pun Dirga yang menoleh dengan raut wajah bingungnya. Dirga hanya tahu Ayu tertekan mendengar kenyataan tentang kondisi Senja, Dirga tidak tahu kalau Ayu terlibat dalam keadaan Senja saat ini.

"Bunda tidak mau, ya?" tanya Senja sedih. "Bunda mau sama Ayah berduaan? Ya sudah, Senja sama boneka yang dikasih sama Abang saja, hehe."

"Maafin Bunda dulu, Senjani," pinta Ayu.

"Senja maafkan."

Ayu bergegas menghampiri, ia berlari ke arah Senja dan memeluk tubuh mungil Senjani. Kemudian, ia naik ke ranjang Senja, tidur di sampingnya dan menjadikan lengannya sebagai bantalan.

"Dongeng Ayah kurang seru tadi, ya?" tanya Dirga. "Sampai kamu bangun lagi."

"Seru, tapi mau tidur sambil dipeluk sama Bunda," jawab Senja. "Siapa tahu kakinya Senja bisa digerakkan lagi."

Ayu dan Dirga kontan membatu.

"Senja mau main bola sama teman-teman, Senja rindu Nan sama Ajay juga," tuturnya. "Bunda, tepuk-tepuk di sebelah sini, Senja mau bobo sekarang."

Ayu terperanjat kaget, ia larut dalam lamunan hingga pada akhirnya menuruti Senja untuk menepuk-nepuk pinggulnya.

"Maafin Bunda," cicit Ayu.

"Senja sayang sama Bunda," ungkap Senja. "Senja juga sayang sama Ayah."

Malam ini, Senja tidur dalam dekapan Bunda Ayu, merasakan hangatnya pelukan Bunda Ayu yang sebenarnya bukan ibu kandungnya. Ibu kandung Senjani ialah Anggun, seseorang yang sudah tiada lebih awal.

Dirga tidak tidur di sofa, ia memilih duduk di kursi dekat ranjang rumah sakit dan menggenggam tangan Senjani yang digunakan untuk memeluk tubuh Ayu. Sepenuhnya Senja dapat kasih sayang sekarang, dari Ayah dan Bunda.

Namun, kondisi Senja tidak sempurna. Di saat ia bisa mendapatkan semua yang diharapkan, keadaannya malah berkurang. Dia tidak akan seperti dahulu lagi, tidak perlu mengemis kasih sayang lagi. Hanya saja, dia pasti akan mengemis minta bisa berjalan kembali. Menyedihkan.

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

SenjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang