"Ibunya Abang,"

386 45 30
                                        

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

"Kenapa lagi dia?"

"Jatuh."

Dirga duduk di samping Bulan, mengecup pucuk kepalanya dan diakhiri dengan dua usapan penuh kasih sayang. Ayu kontan teralihkan, sadar akan keberadaan Bulan.

"Tadi Kak Senja hampil—"

"Bulan," potong Ayu. "Susunya sudah habis?"

Bulan mengangguk, ia menunjukkan gelas kosong kepada Bunda Ayu. Senyum Ayu begitu kikuk, apalagi ketika pandangannya bertemu dengan Dirga. Ayu seperti tertangkap basah akan berbohong.

"Besok kamu mau berenang, kan?" tanya Ayu. "Mending sekarang kamu tidur, gih."

"Okay, Bunda~" ucap Bulan tanpa keberatan sama sekali. "Ayah, ucapkan selamat malam pada Bulan."

Dirga meraih wajah Bulan, kemudian ia mendaratkan satu kecupan lamat di kening Bulan. Tak berselang lama, setelah kecupan itu terlepas, Bulan buru-buru menghapus jejaknya karena terasa begitu basah.

"Kenapa dihapus?" tanya Dirga gemas.

"Ayah bau!"

Dirga tertawa kecil. "Selamat malam, mimpi indah, Adik~"

"Telima kasih, Ayah~"

Bulan turun dari sofa, dia benar-benar pergi menuju ke kamarnya mengikuti perintah Sang Bunda untuk segera tidur. Di waktu Bulan masuk ke kamar, Tari keluar dengan membawa nampan berisi piring dan gelas yang sudah kosong. Malam ini dia makan di kamarnya, sambil mengerjakan tugas soalnya.

"Tugasnya sudah selesai?" tanya Dirga.

"Iya," jawab Tari. "Kenapa kakinya Senja pakai plester begitu, Bun?"

"Biasa, jatuh," jawab Ayu.

"Jatuhnya di mana?" tanya Dirga. "Kenapa kamu tiba-tiba potong ucapan Bulan tadi? Hampir apa?"

Senja menatap Ayah dan Bunda secara bergantian, dia sendiri merasa takut jika nanti Ayah Dirga tahu kalau dia hampir celaka akibat ulahnya sendiri.

"Hampir membuat bajunya robek," dusta Ayu.

"Ceroboh!" hardik Dirga.

Tari mengernyit bingung. "Kok, bisa?"

"Senja tidak apa-apa, kok," sahut Senja. "Inikan cuma luka kecil, besok juga sembuh."

"Memang harus cepat sembuh, biar tidak merepotkan," kata Dirga. "Tari, kenapa masih di sana? Ayo simpan itu dan tidurlah."

"Senja, Senja, ceroboh banget, deh," ucap Tari sambil geleng-geleng kepala. "Nanti kalau sudah masuk SD, kamu sama Kakak terus, ya, biar dijagain."

Senja tersenyum mendengarnya. "Kakak mau jagain Senja?"

"Iya!" yakin Tari. "Biar Senja tidak luka terus, Kakak takut Senja kenapa-kenapa."

Senja turun dari sofa, ia berlari dan memeluk Tari yang telah membuat hatinya merasa tentram. Betapa Senja bahagia, punya seorang kakak yang pengertian seperti Tari. Lihatlah, betapa akrabnya mereka berdua, betapa mereka dua anak yang masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua mereka. Nahasnya, hanya Tari yang beruntung akan kasih sayang itu, Senja kurang beruntung.

"Sudah peluknya?" tanya Tari.

"Belum," jawab Senja. "Malam ini, Senja mau bobo di kamar Kakak, boleh?"

"Iya, boleh."

"Yey!!!" seru Senja kegirangan. "Ayo simpan dulu piringnya, Senja mau ditepuk-tepuk sama Kakak, Senja mau bobo bareng Kak Tari!"

SenjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang