"Senja Juga, Kan?"

400 51 35
                                    

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

"Senja sudah sembuh?"

"Menurut kamu?!"

Di rumah Senja hanyalah anak kecil yang haus akan kasih sayang, tapi di sekolah ia merupakan anak kecil yang memiliki jiwa kepemimpinan. Dia suka menjadi pemimpin dari teman-temannya, film favoritnya saja Power Rangers, ia mengidolakan Ranger merah yang notabene sebagai pemimpin.

"Boleh minta satu mainannya?" tanya bocah laki-laki yang ingusnya keluar-masuk itu. "Satu saja, boleh?"

"Kalau kamu mau satu mainan di sini, kamu harus jadi teman Senja," ucap Senja. "Nanti kalau Senja mau ke mana-mana, harus ikut."

"Iya, boleh!" pekiknya bersemangat. "Boleh banget, nanti Ajay ikut-ikut sama Senja, boleh!"

"Okay!" Senja mengulurkan satu mobil-mobilan kepada bocah laki-laki tersebut—Azhar Syahputra atau lebih sering disebut Ajay "Ajay bawa apa itu?"

"Cokelat."

Senja berkedip cepat, ia menelan ludahnya dengan susah payah sembari menatap penuh harap pada setengah cokelat di tangan belepotan Ajay. Ajay sih tidak peka, malah ia menggigit cokelat tersebut di hadapan Senja.

"Mau?" tawar Ajay.

Senja meringis. "Tidak mau, jijik!"

"Ini!" Ajay mengulurkan cokelat tersebut, jemarinya benar-benar dipenuhi oleh cokelat yang basah bercampur dengan air liur. "Ajay bagi, Ajay cuma bawa satu, disuruh bawa satu saja sama Ayah."

Senja menggelengkan kepalanya, ia menepis lengan Ajay jauh-jauh dari hadapannya ogah menerima. Jangankan menerima, melihatnya saja Senja tidak sudi.

"Tidak mau, jijik!!!" tolak Senja. "Ajay kalau mau main sama Senja, Ajay harus bersih, Ajay jorok!"

"Ya sudah."

Dengan tampang tidak berdosa, Ajay menyuapkan sisa cokelat ke mulutnya, ia menggelengkan kepalanya menikmati rasa cokelat yang benar-benar manis tersebut. Senja beranjak berdiri, sekarang di sekitaran bibir Abim dipenuhi oleh lelehan cokelat bercampur air liur.

"Mau cium?" tawar Ajay sembari mengerucutkan bibirnya.

"Jangan!!!" pekik Senja ketakutan. "Senja tidak suka, Ajay jorok!"

Ajay tergelak, kemudian ia beranjak mengambil beberapa helai tisu untuk menghapus noda cokelat di sekitaran bibirnya.

"Jinan!!!" pekik Senja kepada bocah laki-laki lain yang sedang asyik makan bekalnya. "Ajay jorok, Ajay belepotan, Ajay mau cium Senja tapi belepotan!"

Jinan Bimantara menoleh, bocah itu menutup bekalnya dan menghampiri Senja. Hal yang Jinan lakukan begitu sampai di hadapan Senja ialah memeluk, Jinan mengusap-usap punggung Senja dengan perlahan.

"Jangan takut," ucap Jinan. "Nan di sini, buat Senja."

"Jangan peluk-peluk!" Senja mendorong dada Jinan menjauh. "Jinan, cepat suruh Ajay buat bersihkan tangannya yang kotor!"

"Baik, Senjani."

Jinan menurut pada Senja, dengan raut wajahnya yang tenang ia menyeret Ajay keluar dari kelas. Tentu saja untuk membersihkan tangannya yang kotor. Sepertinya jiwa kepemimpinan dalam diri Senja bekerja dengan bagus, hingga ia bisa membuat teman-temannya patuh.

"Senja, Bulan jatuh di tempat bermain!"

Seruan Ajay membuat Senja kontan keluar dari kelas, terlebih saat mendengar isak tangis Bulan yang sudah Senja hafal. Tanpa pikir panjang Senja menghampiri Bulan yang tengah dikerumuni teman-teman, Senja memeriksa luka di lutut Bulan dan meniupnya dengan penuh kasih sayang.

SenjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang