"Senja Juga Disayang, Kan?"

379 51 44
                                    

— 𝙎𝙀𝙉𝙅𝘼𝙉𝙄 —

Senja asyik bermain dengan suster di ranjang rumah sakit, sedang Bunda Ayu duduk berhadapan dengan Dokter. Sebut saja dr. Galih, hasil lab yang dijanjikan telah selesai dan siap untuk disampaikan.

"Terima kasih."

Ayu menerima amplop cokelat yang berisi selembar kertas surat pernyataan hasil pemeriksaan. Jantungnya sudah berdebar sejak masuk ke dalam ruangan, dan makin dibuat tak karuan ketika mulai membaca surat pernyataan tersebut.

dr. Galih menghembuskan napas berat, ia menoleh ke arah Senja yang kelihatan tertawa bersama salah satu suster di rumah sakit ini. Bocah itu bahkan kelihatan seperti anak pada umumnya, tak menunjukkan tanda-tanda kesakitan.

"Sembuhkan."

"Ya."

"Sembuhkan Senja."

"Ya, saya akan melakukannya."

Ayu memasukan kembali surat pernyataan itu ke dalam amplop cokelat, pandangannya jadi kosong setelah mengetahui fakta mengejutkan dari surat pernyataan tersebut. Dia menoleh ke arah Senja, menatapnya dengan sorot yang begitu sendu, hingga tanpa sadar buliran air mata jatuh membasahi kedua pipi.

"Anak sekecil itu?" tanya Ayu gemetar, ia menyeka air matanya. "Tidak boleh jadi."

"Apakah sebelumnya Anda atau Suami Anda memiliki riwayat penyakit yang sama?" tanya dr. Galih.

"Ya."

"Kemungkinan, penyakitnya berdasarkan faktor keturunan," tutur dr. Galih.

Senja turun juga dari ranjang itu, ia berlari menghampiri Bunda Ayu dan berakhir memeluknya. Jarang-jarang Senja punya waktu berdua begini dengan Bunda Ayu, apalagi sampai diperhatikan dan disayang-sayang. Sulit bagi Senja mendapatkan momen seperti ini.

"Bunda, Senja terlambat masuk, dong?" tanya Senja.

"Tidak apa."

"Ayo!" ajak Senja.

"Iya, ayo kita pergi sekarang."

Ayu berpamitan pada Dokter dan Suster di sana, ia menggenggam tangan Senja erat, sebelahnya lagi ia gunakan untuk memegang amplop cokelat berisi surat pernyataan. Senja menengadah, menatap Bunda Ayu yang kelihatan melamun saat berjalan.

"Bunda," panggil Senja. "Bunda."

"Eh, iya kenapa?"

"Senja juga disayang, kan?" tanya Senja, tentu dengan senyum yang mengembang serta binar di matanya.

"Ya, tentu saja," jawab Ayu. "Hari ini kamu tidak ke sekolah dulu, pulang saja."

"Hah, kenapa?" tanya Senja bingung. "Kan, Senja sudah pakai baju seragam, sudah siap ke sekolah."

"Pulang saja."

Senja manggut-manggut saja, lagipula dia tidak mungkin memaksa pergi ke sekolah, mengingat jam masuk sudah dari beberapa jam yang lalu. Bahkan sebentar lagi mungkin akan pulang, percuma jika Senja ke sekolah pun.

"Bunda, Bunda, Bunda," panggil Senja. "Nanti kalau Senja naik ke SD, Bunda tidak perlu antar Senja, Senja bisa pergi sendiri."

"Kenapa?"

"Senja itukan pemberani, jadi Senja bisa ke sekolah sendiri, deh," katanya.

"Senja, kamu sakit," ungkap Ayu.

"Sakit apa?"

"Kanker paru-paru," jawab Ayu begitu saja. "Kamu tidak boleh kecapean mulai sekarang, kamu harus menurut sama Ayah dan Bunda."

SenjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang