07 - FLASHBACK PART 7

151 107 142
                                    

Hari-hari di lalui oleh mereka Devan akhirnya kembali bersekolah setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Di dalam sekolah yang penuh dengan berbagai kisah seseorang menyisahkan kisah perasaan seseorang yang mencoba move on. Enita berjalan menuju kelas memandangi seluruh lorong kelas, seolah berkata tidak ingin melupakan sesuatu yang sangat berharga baginya.

Di depan sana sudah terdapat Devan yang tersenyum kearahnya. Enita yang memandang Devan membalas senyuman itu dan berlari ke arahnya dengan ceria.

Tuhan, aku tidak ingin kehilangannya. Tuhan, aku ingin selalu bersamanya, dalam hati seseorang perempuan yang tengah berlari dengan senyuman itu ke arah Devan.

Mereka berjalan hingga berpisah untuk ke kelas mereka masing-masing. Perasaan gelisah akan kehilangan seseorang itu sangat menakutkan bukan? Enita yang merasa seperti itu tidak mengerti mengapa dirinya merasa takut bahwa akan ada di mana Devan tidak menepati janji-janjinya itu untuk terus bersama.

Jam istirahat tiba, hingga di mana mereka berdua Devan dan Enita bermain di taman sekolah belakang. Enita yang terduduk di bebatuan di sekitaran pinggiran, terdiam memandang langit yang begitu cerah saat itu. Devan yang melihat Enita menanyakan mengapa hari ini Enita tidak seperti biasanya, dan akhir-akhir ini Enita juga terus bersama Devan dan tidak mengelak atau apapun itu tentang dirinya yang dekat dengannya.

"Nit, lo kenapa? Ada masalah?" tanya Devan.

"Ha? Enggak kok!" jawab Enita.

"Bohong!"

"Dih, gak percaya yaudah!" gerutu Enita.

"Tapi, gak biasanya loh lu mau deket-deket sama gue kayak gini? Pasti ada sesuatu, kan?" tanyanya lagi penasaran.

"Soal itu ... memangnya kenapa? Gak boleh kalau gue deket-deket lu gitu?!" cetus Enita dengan memalingkan matanya dengan sinis.

"Haha, bukan gitu ... aneh aja," balas Devan.

"Sebenarnya kemarin malam gue mimpi, tentang lu, gue dan Dendra," ungkap Enita dengan suara rendah.

"Mimpi? Emangnya mimpi apa?" tanya Devan pasal mimpi itu.

"Lu ngebohongin kita semua, Van! Lu pernah bilang kalau lu bakal terus sama-sama dengan kita tapi, kenyataannya lu malah pergi ninggalin kita semua, di dalam mimpi itu lu mencoba menyelamatkan gue dari tabrak lari dan berakhir lu yang tewas, disitu gue nyalahin diri gue sendiri. Bahkan gue berpikir untuk mati untuk menemui dan meminta maaf karena selama lu hidup gue selalu bersikap kasar dan cuek sama lu dan ternyata itu semua cuman mimpi," jelas Enita.

Devan tertunduk lalu mengangkat kepalanya dan tersenyum menanggapi perkataan Enita itu, sekaligus mengelus lembut rambut Enita. Seraya berkata,"Kalau hari itu beneran terjadi, dan suatu hari nanti gue pergi duluan ... lu gak akan sedih terus yakan?"

"Apaan si jangan ngomong gitu mulu!" bantah Enita.

"Hehe, kan hidup seseorang gak ada yang tahu, Nit." Enita bangun dari duduknya dan mendongakan wajahnya, sekaligus menarik Devan untuk berdiri dan memeluknya dengan erat. "Sampai hari itu tiba ... gue mau buat sejuta kenangan dengan lu! Walaupun akhirnya itu hanya membuat gue sakit, gue gak mau selama hidup yang gue punya hanya ada sebuah penyesalan!" katanya Enita di dalam pelukan itu.

Enita melapaskan pelukaan itu dan berkata sekali lagi kepada Devan. "Lo harus penuhi seratus keinginan yang gue buat untuk mencapai seratus keinginan gue ... gue berharap lu jangan pergi ninggalin gue dan yang lainnya!" ucap tegas Enita.

"Haha, jadi pengen gue mati, nih, ya?" canda Devan.

"Apa si! Bukan gitu juga! Pokoknya lu harus penuhi seratus keinginan gue itu dulu!"

"Baik-baik, apa si yang gak buat tuan putri, haha!" ledek Devan.

Setelah masuk kelas sepanjang jam Enita menuliskan seratus keinginannya itu untuk dipertunjukkan oleh Devan sepulang sekolah. Setelah selesai tak terasa juga waktu sudah menunjukan waktu pulang sekolah. Anak-anak kelas Enita segera keluar meninggalkan kelas. Enita yang berlari untuk menemui Devan tiba-tiba bertabrakan oleh Dendra.

Bruk!

"Aww!"

"Sorry, Nit lu gak apa-apa, kan?" tanya Dendra.

"Gue gak apa-apa, kok!"

Dendra melihat kertas yang tadi dipegang Enita itu terjatuh dan mencoba membacanya. Namun, dengan segera Enita mengambil kertasnya kembali dan tertawa di depan Dendra.

"Haha, ya ... sepertinya kau tidak perlu tahu soal ini! Baiklah aku pergi dulu, dah Dendra!" ucap Enita.

"Apa-apaan dah tuh cewek!"

Setelah menemukan Devan, Enita berlari memeluk erat Devan dari arah belakang membuat Devan kaget akan hal itu.

"BANG DEVANN!" teriak Enita.

"Nita! Masyaallah gak usah teriak juga kali! Gue juga denger emangnya gue budeg apa!" celetuk Devan.

"Hihi, Nih!" seraya memberikan selembar kertas keinginan itu.

"Apa ini?"

"Seratus keinginan gue yang harus, Bang Devan penuhi!" ucapnya dengan santai.

"Ha?! Banyak banget! Kalau waktu gue gak cukup untuk ini semua gimana? Ya, kan takdir kematian itu gak ada yang tau, Nit?" tanyanya.

"Gak usah ngomong yang enggak-enggak, deh! Pokoknya lu harus penuhi itu semua! Kalau lu gak penuhi gue susul lu ke akhirat buat minta tebus janji lu!" bantah Enita.

"Aneh, nih cewek! Mana bisa coba?"

"Bodo amat! Gue harus dapatin itu semua dari lu!" paksa Enita.

"Haha, ye lah tuh! Apa si yang gak buat tuan putri mah, kan, ya!" ledek Devan lagi.

"Hihi."

*****

Setelah hari esok Enita dan Devan kembali ke sekolah. Namun, di setengah perjalanan menuju sekolah Enita berhenti membuat Devan ikut berhenti.

Enita tersenyum kearahnya."Hari ini, adalah hari satu permintaan gue lu harus kabulin! Yaitu ... bolos sekolah!" ucap Enita seraya menunjuk ke arah Devan.

"Emang harus bolos apa gitu permintaannya yang lain napa!" elak Devan.

"Gak ada!" tolak Enita.

"Terus ... kalau kita bolos, kita mau ke mana bambang!" celetuk Devan.

"Tch! Makanya dengerin dulu! Maka dari itu adanya permintaan gue yang kedua yaitu pergi ke taman bermain!" ucap Enita seraya bergaya tolak pinggang.

"Ngapain ke sana si?"

"Ngamen!" cetus Enita.
"Pake nanya lagi! Udah tahu fungsi taman bermain itu untuk bermain! Ya kita di sana main-main lah!" tegas Enita.

"Gak, malas! Gak ngapain-ngapain juga di sana!"

"Nih, orang ngeselin ya lama-lama! Makanya itu ada permintaan ketiga sampai ke lima! Ke tiga, kita harus naiki wahana permainan semuanya yang ada di sana! Ke empat, kita makan semua makanan yang ada di sana! Ke lima, lu harus yang bayar semuanya, hehe!"

"Wah kalau gitu enak di lu gak enak di gue ye anj***!" sarkas Devan.

"Hihi! Mau gak?!"

"Yaudah iya, apa sih yang gak!" ledek Devan.

"Hehe, gitu dong itu baru namanya Bang Devandra!"

VAGAMSYAH (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang