Vale menatap kosong ke jendela mobil yang menampilkan jalan raya yang cukup ramai tapi tidak sampai membuat kemacetan. Ia teringat dengan kehidupannya didunia nyata. Padahal besoknya ia akan wisuda malah masuk dalam novel.
Bagaimana cara ia bisa kembali? Vale sangat merindukan keluarganya. Ia rindu dengan omelan bundanya dan nasi goreng ayahnya. Nasi goreng ayahnya itu lebih lezat sedunia.
Lalu kalau jiwanya disini, bagaimana dengan raganya? Apakah mati atau koma?
"Apa yang sedang kamu pikirkan, Hm?"
Vale menoleh menatap Max yang sedang mengelus kepalanya dan menatapnya lembut. Ia merasa jika perempuan yang menjadi pasangan Max nanti pasti sangatlah beruntung.
"Ada apa?"
"Bukan apa-apa. Siapapun cewek yang jadi pasangan lo nanti pasti akan merasa sangat beruntung."
"Beruntung?"
"Ya, beruntung. Karena lo tuh cowok yang baik, pintar, lembut dan tampan."
Max yang mendengar merasa sudut bibirnya berkedut, "Bagaimana jika kamu adalah cewek yang beruntung menjadi pasanganku?"
"Nggak lucu. Lo sama gue saudara. Terus lebih tua gue dan gue cuman anggep lo adik gue (Terlebih gue sebenernya udah lulus kuliah). Tapi tenang aja, gue bakal bantu lo dapetin cewek yang bakal bikin lo bahagia."
"Kita cuman saudara tiri dan hanya selisih tiga bulan."
"Sudahlah. Lo jangan mikir yang aneh-aneh. Sekarang lo cukup fokus buat masa depan lo. Lo harus lebih sukses dari Dady agar dady gak bisa lukai, siksa atau bahkan bunuh lo."
"Kamu berubah Ale."
"Semua orang pasti akan berubah menjadi yang lebih baik. Gue dan lo juga pasti begitu."
"Bukan itu yang aku maksud. Tapi kamu berubah seakan-akan jiwamu berganti menjadi jiwa orang lain."
DEG! Vale terkekeh dan mengalihkan pandangannya kembali ke jendela, "Mana ada hal gak masuk akal kayak gitu."
Max menatap Vale dengan penuh kecurigaan. Sementara Vale terus berdoa dalam hati agar Max tidak mengetahui apapun. Ia akan memberitahu tentang dirinya saat yang tepat, bukan sekarang.
"Nona Valeria dan Tuan Maxwell. Kita sudah sampai disekolah."
"Ah, ya. Terimakasih Pak Asep."ucap Vale yang langsung membuka pintunya dan akan keluar, "Max. Jangan terus diam saja. Lawanlah mereka yang ingin bully, lukai atau siksa lo."
Setelah mengatakan pesan itu pada Max, Vale segera pergi menjauh masuk ke dalam sekolah. Max agak terkekeh kecil melihat tingkah Vale yang seperti kucing kecil ketakutan.
"Pak Asep."
"Ya, Tuan Maxwell?"
"Nanti tidak perlu menjemput kami."
"Tapi Tuan besar--"
"Aku akan bilang padanya dan terimakasih."
📖📖📖
Vale menatap sekitarnya. Kali ini sedang jamkos. Banyak yang pergi ke kantin, bergosip, nge-game atau tidur dikelas. Sedangkan Vale mencoba mengingat ingatan Valeria asli.
"Dasar. Udah jahat, mana nggak punya temen sama sekali."gumam Vale. Pikirannya lalu menerawang pada adegan antara Leon, Evelyn dan Olivia. Kalau tidak salah sekarang pasti adalah adegan dimana Max disiksa oleh Vale di rooftop.
Lalu Evelyn datang ke rooftop karena ingin mencari udara segar setelah sedikit bertengkar dengan Leon yang cemburuan dan mendapati Max tidak sadarkan diri dengan tubuh mengenaskan babak belur.
Evelyn yang melihat Max pun panik dan segera meminta tolong orang lain untuk membantunya membawa Max ke UKS. Kemudian Evelyn mengobati Max dan sejak saat itu Max pun menjadi jatuh hati pada Evelyn.
"Tapi gue udah berubah. Jadi pasti alur novelnya juga berubah kan?"
📖📖📖
Haha maaf ya kalau ceritanya agak gaje.
Jangan lupa koment, vote dan follow akan gue. Kalau vote doang gak apa. Follow? Kalau kalian mau tahu info tentang gue dan cerita lainnya. Kalau minta follback bakal gue follback kok ^^
(Rabu, 27 Desember 2023)
KAMU SEDANG MEMBACA
Help You (END)
Teen Fiction"Ssh..sakit..to..long..to..longin..gue..siapapun..." Vale menatap datar Max yang sedang meringkuk tidak berdaya disudut gudang. Ia lalu menghampirinya dan membantu Max berdiri dengan agak susah payah karena tubuh Max itu cukup berat. "Ale?" "Hm. Le...