HY x 28

1.6K 73 0
                                    

"Tapi gue beneran gak bisa waktu itu tanpa lo. Gue kayak orang gila karena cuman gue yang ingat lo."

Vale menghela nafas panjang kemudian menarik Max untuk masuk ke dalam mobilnya. Vale tentu saja duduk di tempat sopir karena itu mobilnya sendiri dan ia juga pergi tanpa menggunakan sopir.

"Lo pasti menderita dan kesusahan. Gue minta maaf, tapi itu juga bukan dunia gue."

Max menggelengkan kepalanya dan menggenggam tangan Vale sambil menatapnya teduh, "Ini bukan salah kamu, Vale. Aku tahu kamu juga pasti menderita karena terasa tidak nyata seperti mimpi dan hanya kamu sendiri juga yang tahu."

"Terus habis lo ketemu nenek, apa yang terjadi?"

"Kayaknya karena kita sama-sama menderita satu sama lain dan nggak bisa lupa, nenek kasih aku sebuah kalung dengan bandul bulan sabit." jawab Max kemudian sambil mengeluarkan sebuah kalung dari dalam kemejanya.

"Karena kalung ini jiwaku bisa pergi ke duniamu berada."

Vale terdiam melihat kalung yang dikenakan Max di lehernya. Kalung itu sama persis dengan kalung milik mendiang neneknya yang entah kenapa menghilang dan tidak ditemukan dimanapun.

Kalung bulan sabit itu memiliki pasangannya yaitu kalung dengan bandul matahari.

Vale juga mengeluarkan kalung yang dikenakannya lalu menggabungkan kedua kalung itu. Kedua kalung itupun menyatu meski milik Vale emas dan Max perak.

 Kedua kalung itupun menyatu meski milik Vale emas dan Max perak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalung couple?"

  Vale mengangguk lalu menggeleng dan melepas kedua kalung yang menyatu itu karena mereka jadi sangat dekat.

"Kalung yang lo pakai itu punya mendiang nenek gue. Entah kenapa hilang begitu saja setelah nenek meninggal dan gak ditemuin dimanapun. Lalu kalung yang gue pake punya kakek gue yang udah meninggal karena kecelakaan pas gue umur 16 tahun."

  Vale hanya tersenyum tipis menatap kalungnya dan Max. Dalam hati ia berjanji akan datang ke makam neneknya untuk minta maaf dan mengucapkan terimakasih.

Minta maaf karena pas di dunia yang ia anggap dunia novel, dia marah-marah dengan penulis yang tak lain neneknya. Lalu terimakasih karena telah membawa Max ke kehidupannya.

"Terus tubuh lo yang disana gimana?"

"Tubuhku tentu saja mati."

"Lo disini punya keluarga kan?"

"Kamu tenang aja. Aku aslinya kaya kok, disini juga dan aku juga punya keluarga yang baik. Terutama adik bungsuku, katanya dia mau ketemu sama kamu."

"Bentar. Kalau lo gak kaya juga gue nggak apa-apa. Tapi kamu di dunia ini sejak kapan?!"

"Sejak satu tahun yang lalu. Sebenarnya aku ingin cepet ketemu kamu, tapi harus ada yang ku bereskan tentang diriku di dunia ini. Untungnya kepribadian ku dimanapun tetap sama. Jadi aku tidak susah menyesuaikan diri."

"Umur lo berapa?"

"28 tahun."

"Nama asli lo disini?"

"Maxwend Orziga Kervis."

"Pft."

"Kenapa?"

"Marga lo lucu banget dah. Kervis hampir sama kayak kata Servis."

"Kan aku memang tukang servis. Tapi tukang servis cinta khusus Ale seorang."

"Gombal terus, nggak pernah serius."

"Kamu mau di seriusin? Aku bisa bawa keluargaku ke rumahmu sekarang juga."

"Apa?! Gue sih nggak masalah. Tapi nanti bokap gue bakal tanya aneh-aneh. Kan gue nggak boleh pacaran."

"Gampang itu."

Vale menatap Max bingung. Gampang gimana? Padahal Vale selalu ditanyain pergi kemana sama siapa? Terus temennya laki-laki atau perempuan dan banyak lagi pertanyaan yang lain.

"Sudah ah. Gue mau ke restoran gue. Lo ikut gue atau lo juga ada kerjaan yang lain?"

"Aku kerja juga. Tapi aku ikutin mobil kamu dulu dari belakang pake motor baru aku pergi kerja kalau kamu sudah sampai di restoran."

"Ada-ada aja. Gue bukan anak kecil sampai harus di ikutin."

"Biarin. Aku masih takut hal yang sama terulang dan jangan pake 'lo-gue' lagi bisa kan."

"Iya, iya. Gu--aku usahain pake aku-kamu."

📖📖📖

Jangan lupa koment, vote dan follow akan gue. Kalau vote doang gak apa.

(Rabu, 08 Mei 2024)


Help You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang