HY x 21

1.5K 81 0
                                    

"Buat apa gue takut. Lo benar-benar pintar pakai topeng lo. Meski gue tahu wajah asli dibalik topeng lo itu, Evelyn. Oh, atau gue harus panggil lo Lia si wanita jalang!?"

Evelyn alias Lia sontak menampar keras wajah Vale karena marah. "Jaga omongan lo! Gue Evelyn bukan Lia dan yang wanita jalang itu lo!"serunya sambil kembali menampar wajah Vale dan sesekali menjambak rambutnya.

Vale meringis dan tanpa sadar beberapa bulir air mata keluar dari matanya akibat teringat dengan masa kecilnya. Masa dimana Vale kecil pernah diculik dan sering dianiaya juga ditampar keras.

"Hoho...menangislah terus Valeria. Tidak akan ada orang yang menyelamatkanmu. Tenang saja, penderitaanmu masih akan berlanjut hingga nanti aku yang akan membunuhmu."

Lia mendekat pada pria berjas yang masih setia berada didekatnya dan memeluk pria itu mesra. Vale berusaha melihat dengan jelas siapa pria itu, tapi percuma karena pandangannya samar dan selanjutnya ia berteriak sakit saat kepalanya dipukul dari belakang.

Lav coba terus menahan kesadaran Vale. Sayangnya kesadaran keduanya memudar. Sebelum Vale benar-benar pingsan, ia menekan batu Ruby di cincin yang berada di jari telunjuk kanannya. Ia hampir melupakan tentang cincin Ruby itu.

Cincin yang diberikan Max tadi pagi sebelum ia berangkat sekolah. Ia berharap Max berhasil melacaknya. Yang terpenting adalah Vale tidak bisa mati duluan sebelum membunuh Lia dan mengatakan rahasia dirinya yang sebenarnya pada Max.

📖📖📖

Max menatap malas pada Edo -guru kimia- yang sedang menerangkan pelajaran didepan. Jika bukan karena Vale yang memintanya untuk tetap masuk, dia tidak akan mau. Lebih baik menemani Vale dirumah dari pada ke sekolah.

"Max, kenapa cincin Ruby lo kedap-kedip?"celetuk Aquil teman sebangku Max. Sepasang mata Max membulat menatap cincinnya dan tanpa sadar menggebrak meja membuat seisi kelas terkejut.

"Ada apa Max? Kenapa kamu menggebrak meja?!"

Max tidak menjawab dengan segera ia berlari pergi keluar kelas sambil memakai jaketnya. Raut wajahnya terlihat khawatir dengan pandangan dingin. Ia menelepon seseorang.

"Lacak dimana Ale berada sekarang!"

"..."

"Hm. Dia baru saja ngirim tanda. Cepat!"

"..."

"Ah..jalang itu dan musuh bebuyutan keluarga gue ya. Oke thanks. Kalau gue nggak kasih kabar dalam satu jam, segera lo kirim bala bantuan ke lokasi!"

"..."

"Gue nggak peduli. Bagi gue, Ale adalah hidup gue. Gue nggak bisa hidup tanpa dia dan selamanya dia milik gue. Siapapun yang nyentuh dia bakal gue buat menderita dan gue kirim ke neraka."

Max mematikan panggilan telepon secara sepihak. Ia semakin mempercepat langkahnya dengan hati yang terasa terbakar. Matanya berkilat marah.

"Kalian salah memilih lawan. Seharusnya kalian tetap tenang dan tidak mengusik malaikat maut yang tertidur..."

Langkah Max terhenti sebentar saat mengingat percakapan malam itu. Kedua tangannya mengepal.

"Gue nggak akan biarin lo mati ataupun pergi dari gue, Ale. Kalau lo pergi menghilang dari gue, gue yang bakal cari dan kejar lo. Setelah gue tangkep lo, gue nggak akan biarin lo selamanya pergi menghilang dari gue!"

📖📖📖

Jangan lupa koment, vote dan follow akan gue. Kalau vote doang gak apa. Follow? Kalau kalian mau tahu info tentang gue dan cerita lainnya. Kalau minta follback bakal gue follback kok ^^

(Kamis, 11 April 2024)

Help You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang