"Engh...gue dimana?"gumam Vale saat melihat sekelilingnya seperti sedang dalam perpustakaan. Perpustakaan? Seingat Vale, terakhir kali tadi ia sedang dalam perjalanan pulang bersama Max. Bagaimana bisa dia sekarang ada diperpustakaan?
"Halo? Ada orang nggak?"
Jujur saja Vale sangat suka novel dan perpustakaan. Tapi ia benci sendirian didalam perpustakaan, ingat sendirian. Terlebih perpustakaan yang tidak terlalu terang oleh cahaya lampu.
"Valeria Phoenix Mitchell. Kamu sudah terlalu jauh mengubah alur novel."
"Terus kalau gak gitu, apa yang harus gue lakuin sialan!? Gue nggak mau mati disini sedangkan gue juga gak tahu bisa balik atau nggak?!"ucap Vale kesal dengan suara yang bicara padanya tapi tidak terdapat wujudnya sama sekali.
"Kamu bisa kembali asalkan kamu tidak mati dan segera membunuh Lia, sebelum dia yang membunuhmu terlebih dahulu."
"Lia siapa? Lo ngomong tuh nampakin wujud juga! Kalau nggak ya minimal ngomong yang jelas kek, jangan belibet!"
"Hahaha, dasar pemarah. Lia itu sama sepertimu. Hanya saja dia sudah mati didunia nyata jadi dia tidak akan bisa kembali sedangkan dirimu hanya sedang tertidur.
Satu detik didunia nyata sama saja dengan satu hari didunia tempatmu berada sekarang. Lia masuk ke dalam raga tokoh utama perempuan alias Evelyn. Cepat bunuh dia dan kamu bisa kembali."
"Tapi gue pengen Max bahagia!"
"Bullshit. Lo nggak wajib buat dia bahagia. Setelah lo pergi, alur novel akan mengulang dari awal dan berjalan seperti yang seharusnya. Jadi buang pikiran dan usaha lo yang bakal sia-sia itu."
"Tapi..."
"Hal yang sudah digariskan penulis tidak dapat diubah. Sama halnya dengan takdir tetap yang dibuat Tuhan kepada setiap makhluknya."
"Oke, fine!"
"Baiklah. Silahkan kamu tutup mata dan kamu akan segera keluar dari sini, alam bawah sadarmu.
Ah ya..kamu akan beberapa kali mimisan karena waktumu memang tidak banyak juga kamu akan mendapatkan ingatan Valeria tentang alasan kenapa dia menyiksa juga membully Max selama ini. See you Valeria Phoenix Mitchell."
Vale merasa kesal sekali dengan pemilik suara itu. Ia lalu memejamkan matanya dan merasa jika kesadarannya ditarik paksa untuk sadar. Benar saja, Vale kembali dan terbangun dengan darah yang sudah mengeluarkan darah.
Cklek! Pintu kamar Vale terbuka dan masuklah Max. Max sontak berjalan cepat mendekati Vale sambil membantunya mengatasi mimisan dengan raut wajah panik dan khawatir jadi satu.
"Ada apa? Bagaimana kamu bisa mimisan, Ale. Ini pertama kalinya kamu mimisan. Kita ke rumah sakit ya sekarang?"
"Nggak, Max. Gue nggak apa. Palingan gue cuman terlalu stress sampai jadi mimisan kayak gini."
Max terdiam dan mendadak menatap tajam Vale membuatnya agak sedikit takut. "Jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku."peringat Max tegas yang dibalas dengan kekehan canggung Vale. Beruntung mimisannya telah berhenti dengan cepat.
"Yah..kalau gue meninggal kan cuman Tuhan yang tahu. Kalau pergi..emang gue mau pergi kemana?"
Max mengulurkan tangannya ke wajah Vale dan mencengkramnya, "Jika kamu pergi. Aku akan mengejarmu kemana pun. Kamu hanya milikku, Ale."
📖📖📖
Haha maaf ya kalau ceritanya agak gaje.
Jangan lupa koment, vote dan follow akan gue. Kalau vote doang gak apa. Follow? Kalau kalian mau tahun info tentang gue dan cerita lainnya. Kalau minta follback bakal gue follback kok ^^
(Jum'at, 05 Januari 2023)
KAMU SEDANG MEMBACA
Help You (END)
Teen Fiction"Ssh..sakit..to..long..to..longin..gue..siapapun..." Vale menatap datar Max yang sedang meringkuk tidak berdaya disudut gudang. Ia lalu menghampirinya dan membantu Max berdiri dengan agak susah payah karena tubuh Max itu cukup berat. "Ale?" "Hm. Le...