HIM #24

1.3K 90 2
                                    

HAPPY READING 💎

"Arin-ah, maukah kau memelukku hingga aku tertidur?" Ucap Joshua dengan suaranya yang semakin pelan.

Arin bergeming. Matanya menatap lekat pemuda dihadapannya. Ia terkejut dengan permintaan yang tak terduga dari Joshua. Keraguan dan kebingungan terlintas di wajahnya saat ia mencoba mencerna apa yang baru saja Joshua katakan.

Memeluk Joshua? Apakah ia sungguh membutuhkan itu? Lebih dari itu...apakah ia bisa memberikan kenyamanan yang pemuda itu inginkan?

Di tengah pikiran Arin yang bercampur aduk, genggaman tangan Joshua ditangannya semakin mengerat. Seperti sebuah isyarat, genggaman itu membangunkan Arin dari lamunannya.

Kemudian dengan lembut, Arin melepas genggaman tangan Joshua dan merentangkan kedua tangannya, memberi ruang bagi Joshua untuk jatuh ke dalam pelukannya.

Dengan senyum tipis yang terukir di wajahnya, Joshua akhirnya jatuh ke dalam pelukan Arin dan gadis itu menerima pelukan Joshua dengan tulus. Ia berusaha memberikan kenyamanan yang Joshua inginkan dengan mengelus punggungnya lembut.

 Ia berusaha memberikan kenyamanan yang Joshua inginkan dengan mengelus punggungnya lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oppa... kau harus segera sembuh. Banyak carat yang menantimu untuk tampil besok..." lirih Arin yang disambut anggukan pelan oleh Joshua.

Kemudian, suasana menjadi hening. Membiarkan dua jiwa yang saling berbagi kenyamanan.

Terdengar napas Joshua yang teratur. Arin tersenyum lega saat menyadari bahwa pemuda itu sudah terlelap dalam pelukannya.

Sejujurnya, sejak Joshua jatuh ke dalam pelukannya, tubuh Arin mendadak lemas karena gugup. Namun, ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan perasaan itu karena tidak ingin Joshua merasa tidak nyaman, terlebih lagi pemuda itu sedang sakit. Kini, mengetahui pemuda itu sudah benar-benar terlelap, Arin memutuskan untuk perlahan-lahan merebahkan Joshua di kasur dengan sisa tenaga yang ia punya.

Bagaimanapun juga, beban tubuh Joshua lebih berat darinya, sehingga  Ia butuh tenaga ekstra dan hati-hati agar Joshua tidak terbangun.

Setelah dirasa posisi Joshua sudah pas, Arin kembali menyentuh keningnya untuk memeriksa suhu tubuhnya.

Lebih baik dari sebelumnya.

Sepertinya obat yang dikonsumsinya tadi cocok sehingga panasnya turun.

Tanpa menjauhkan tangannya, Arin mengusap lembut puncak kepala Joshua, merapikan rambut yang cukup berantakan.

Arin menatap wajah Joshua yang sedang tertidur dengan senyum. Dulu, ia hanya bisa merasa sedih setiap kali mendapat kabar bahwa Joshua, sang bias, sedang sakit. Kini, siapa yang menyangka bahwa akhirnya ia sendiri yang merawat pemuda itu ketika sakit.

HE IS MY...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang