HIM #21

1.4K 117 2
                                    

HAPPY READING 💎

Dino dan Arin baru saja tiba di ruangan Seventeen.

"Arin-ah, aku mau mengambil minuman di belakang, apakah kau mau sesuatu?" tanya Dino.

Arin menggeleng, "Terimakasih, tapi sepertinya aku belum ingin sesuatu," tolaknya dengan sopan.

Dino mengangguk, "Baiklah, kalau begitu aku tinggal dulu ya?"

Arin kembali mengangguk, dan Dino pun pergi.

Dari dekat pintu, Arin memindai sekeliling ruangan yang masih sepi. Hanya ada beberapa staf dan Joshua, yang duduk sendirian di sofa pojok ruangan.

Melihat pemandangan itu, Arin merasa hatinya berdebar. Belakangan ini, ia sering menghindari Joshua, idolanya itu karena ia merasa gugup setiap kali berada di dekatnya, apalagi jika sengaja dihampiri oleh pemuda itu.

Namun, ia juga merasa menyayangkan perbuatannya itu. Ia merasa telah menyia-nyiakan kesempatan untuk lebih dekat dengan Joshua.

Tetapi, ia tahu ia masih punya waktu. Ia masih bisa memperbaiki hubungan mereka sebelum akhirnya ia harus kembali ke Indonesia. Ia tidak ingin menyesal.

Dan mulai hari ini ia bertekad untuk tidak menghindari Joshua lagi. Meski harus menahan diri untuk tidak jingkrak-jingkrakan karena salah tingkah.

"Arin-ah! Kemarilah," panggil Joshua, yang tampaknya telah menyadari kehadirannya. Arin tersenyum di balik maskernya, mengangguk, dan berjalan mendekati Joshua.

"Sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Joshua, meraih tangan Arin dan menariknya untuk duduk di sampingnya. Arin merasakan hawa dingin ditangan pemuda itu.

"Oppa, kenapa tanganmu dingin sekali?" tanya Arin, mencoba melepaskan dengan lembut tangannya dari genggaman Joshua.

"Ah, aku baru saja memegang gelas Ice Americano," jawab Joshua dengan jujur.

Arin merasa khawatir. "Oppa, ini masih pagi. Kenapa kamu minum kopi?"

"Aku kurang tidur semalam dan khawatir saat latihan nanti aku malah mengantuk. Jadi aku sengaja membeli kopi itu,"  jawab Joshua lagi.

"Apa kau sudah sarapan, Oppa?" tanya Arin.

Joshua menggeleng.

Mendengar jawaban itu, Arin mendengus dan hendak beranjak untuk pergi, tapi Joshua menahannya. "Mau kemana?"

"Kau harus sarapan, Oppa. Kamu bisa sakit kalau beraktivitas tanpa sarapan. Ditambah kamu juga minum es kopi pagi-pagi. Itu sama saja mencari penyakit, Oppa. Sekarang, katakan padaku, kamu ingin makan apa?" Arin berbicara dengan nada yang penuh kekhawatiran dan kesal.

Alih-alih menjawab Joshua malah menatap Arin lekat-lekat, dan tersenyum tipis, "Kau mengkhawatirkanku? Arin-ah?" ucapnya dengan nada yang menyebalkan ditelinga Arin.

Arin memalingkan wajahnya dari Joshua, dan berkata, "menurutmu?"

Joshua terkekeh pelan, "kau tenang saja Arin, aku sudah memesan makanan untuk sarapan. Aku akan sarapan agar tidak membuatmu khawatir lagi. Bagaimana?" Ucapnya lembut. Membuat siapapun yang mendengarnya menjadi bergeming. Speechless.

"Baiklah. Bagus kalau begitu," sahut Arin tanpa menoleh ke arah Joshua. Disusul dengan senyum tipisnya.

"Oh, ya. Coba perlihatkan padaku hasil foto-fotomu di Turki kemarin," pinta Joshua mengalihkan topik. Ia tau dengan jelas bahwa jika obrolan sebelumnya dilanjutkan, yang ada malah Arin akan meninggalkannya, atau lebih banyak diam seperti saat di pesawat sebelumnya.

HE IS MY...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang