Pukul 07:45. Bel sudah berbunyi 30 menit yang lalu, namun Areta malah baru saja tiba. Ini karena alarm ponselnya yang entah kenapa mendadak berubah jadi mode silent hingga ia tidak mendengar alarm bahkan telepon masuk dari Remy. Biasanya mereka memang berangkat bersama, namun karena Areta tak juga menampakkan batang hidungnya, pemuda itu berangkat lebih dulu meninggalkan kekasihnya yang masih tertidur pulas.
Areta mengatur napasnya yang tak beraturan. Ia celingukan mencari keberadaan satpam yang biasa nangkring di posnya. Namun pagi ini tidak ada. Apa beliau absen pagi di kamar mandi? Jika iya, maka ini adalah kesempatan emas. Gadis itu menaikkan satu kakinya pada pagar besi dan bersiap memanjat pagar depan. Namun suara berat yang entah dari mana asalnya menghentikan aksi tidak berpendidikan itu.
"Lo mau bunuh diri?" pertanyaan itu tak begitu mengganggu Areta. Meski sempat terdiam, namun gadis itu tetap melanjutkan kegiatannya.
"Bunuh diri mata lo! Gue mau masuk lah! Ngapain bunuh diri di pagar sekolah?!" jawabnya tanpa menoleh.
"Itu bunuh diri namanya. Kerja tuh yang rapi dikitlah!" berhasil, perkataan itu membuat Areta terdiam. Ia lantas menoleh untuk melihat siapa manusia yang menasehatinya di hari Rabu pagi ini.
"Lo?!" serunya tak percaya akan kebetulan ini. Lelaki itu menghela napasnya, menyesal dia sudah bicara. Masih enggan terlibat dengan gadis barbar ini, pemuda yang juga telat itu pergi meninggalkan Areta yang masih di posisinya.
"Tungguin!!" serunya kemudian turun dan mengejar dia-Darhan yang sudah jalan lumayan jauh.
"You don't want to say sorry to me?" celetuk Areta yang sudah ada di sebelah lelaki itu.
"For what?" balasnya acuh.
"Last day! Lo ngotorin lantai yang udah gue pel!" sambung Areta setengah berteriak.
"Ooh."
"Ooh?!!!"
Darhan tak menghiraukan, ia terus berjalan hingga sampailah mereka di tempat paling aman untuk masuk tanpa ketahuan. Tanpa menunggu apalagi memberikan perintah, Darhan langsung melemparkan tasnya ke dalam sekolah. Membuat Areta yang tadinya menilik sekitar jadi berseru sembari menarik kerah belakang kemeja Darhan.
"Tunggu, gue yang naik dulu. Lo jongkok," ujarnya sembari membuka sepatu dan melempar tasnya ke dalam.
Pasrah, Darhan menurut. Laki-laki itu jongkok di dekat pagar dinding sebelum akhirnya Areta naik ke bahunya. Posisi gadis itu kini sudah berdiri tegak di atas bahu Darhan, kini tinggal menunggu pemuda itu untuk berdiri. Entah ia yang terlalu kuat atau Areta yang terlalu ringan, kini pemuda itu sudah berdiri kokoh di tempatnya.
"Jangan ngintip!" seru Areta dari atas.
"Iyaa!!" balasnya semakin menunduk.
"Kalau mau juga nggak apa-apa sih."
"Hah?" entah setan mana yang menghasut, namun tepat saat ia mendangak, sebuah kaki yang dibalut kaus kaki itu mencium pipi kanan Darhan.
"Ups, sorry..." ucap gadis yang ternyata sudah di atas pagar dan berlagak tidak sengaja menendang wajah Darhan. Padahal sebenarnya, ia sengaja.
Areta meloncat turun, sedangkan Darhan mendesah berat sembari menggeleng kepala. "Cewek sinting!" umpatnya pelan kemudian mulai memanjat dinding setinggi dua meter itu.
Areta sudah di dalam, begitu pula Darhan. Pemuda itu menyandang kembali tasnya dan pergi meninggalkan Areta. Gadis yang masih sibuk memakai sepatu itu, berseru minta tunggu namun tak diacuhkan oleh Darhan. Saat sepatunya sudah melekat sempurna, ia pun berlari mengejar Darhan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daretaloka
Fanfiction𝙙𝙖.𝙧𝙚.𝙩𝙖.𝙡𝙤.𝙠𝙖 (n) dunia, jagat, semesta milik sepasang manusia bernama Darhan dan Areta yang berisi renjana lengkap dengan lara. ©sshyena, 2023