Jaga Jarak

85 13 3
                                    

Darhan melempar tasnya ke dalam sekolah. Dia terlambat akibat bangun kesiangan. Karena salting dan sulit tidur, ia jadi terlelap pukul empat pagi. Itu juga karena kelelahan setelah bermain game. Dan berakhir dia bangun kesiangan. Tadinya dia tidak mau sekolah, tapi di rumah kos nya ini ada mata-mata yang akan mengadukan setiap pergerakannya kepada Papa. Siapa dia? Ichad.

Diam-diam Ichad dibayar papa untuk memantau Darhan. Meski awalnya Darhan tidak tau sama sekali dan berakhir papa sering memarahinya. Barulah ia mulai menyelidiki apa yang terjadi di belakang punggungnya. Dan terungkaplah kalau Ichad itu musuh dalam selimut.

Tubuhnya melompat turun dari pagar dinding dua meter itu. Dia mengambil tasnya lalu berjalan santai memasuki koridor. Namun belum sampai ia di sana, Darhan berhenti dan mundur beberapa langkah. Dia melihat Mr. Jo sedang berjalan gontai di koridor. Jangan sampai si Jo Jo itu menangkap basah dirinya yang terlambat. Bisa mengoleksi poin dia.

Dirasa sudah aman, Darhan keluar. Namun baru saja menginjakkan kaki di koridor, langkahnya langsung dihadang Areta. Entah sejak kapan gadis itu berdiri di sana. Dan entah sejak kapan pula tatapan matanya menusuk tajam.

"Eh! Pa-pagi..." sapa Darhan canggung. Dia tidak tau harus apa. Dia masih merasa malu kalau melihat Areta. Apalagi rokok. Rekor baru, dia tidak merokok semalaman setelah berciuman dengan Areta. Alasannya ya itu, dia terbayang kejadian di skatepark.

"Pagi? Sejak kapan lo suka ngucapin selamat pagi?" bingung Areta masih melipat tangan di dada.

"Kenapa emangnya? Nggak boleh ngucapin selamat pagi ke pacar?!" balas Darhan agak tergugu. Dia melanjutkan jalannya melewati Areta dengan langkah yang cepat. Tujuannya agar gadis itu tidak dapat mengejar.

Melihat tingkah aneh kekasihnya, Areta mendesah berat. Kenapa Darhan seperti dikejar setan begitu?

"Dar!" panggil Areta yang justru membuat langkah kaki laki-laki itu semakin cepat.

"Dar, tangga di sana! Lo mau ke mana? Ngaku sama Mr. Jo kalau lo telat?" Spontan Darhan berhenti. Wah, untung Areta menegurnya. Padahal beberapa langkah lagi ia akan melewati pintu ruangan Mr. Jo.

Dia buru-buru putar balik dan berjalan cepat menuju tangga. Melihat sikap aneh kekasihnya lagi, Areta hanya dapat memasang raut bingung.

"Dar, barengan!" seru Areta mengejar Darhan yang sudah naik ke tangga.

Sumpah, Darhan aneh. Lebih aneh daripada upin ipin yang tidak tumbuh dewasa. Baru kemarin mereka bermesraan bak manusia paling dimabuk asmara, tapi kini sudah berjarak saja. Sudah begitu, tidak ada pula penjelasan dari pihak kedua.

Bel istirahat telah berbunyi. Darhan membereskan barang-barangnya masuk ke dalam tas. Setelah itu ia bangkit sembari menyandang tasnya. Hal itu membuat Raksi mengerut kebingungan.

"Mau ke mana, ngab?" tanyanya mengerut kening. Hal itu juga mengambil atensi Atar dan Barra.

"Pulang," jawab Darhan berlalu pergi tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.

"Itu bel istirahat, goblok! Bukan bel pulang!" teriak Raksi berharap temannya yang satu itu mau sadar.

Tapi nyatanya, Darhan tuli. Dia tau kok kalau itu bel istirahat bukannya bel pulang. Hanya saja dia tidak bisa terus di tempat yang ada Areta nya. Dia masih salting brutal. Tolong beri Darhan jarak.

"Dar! Ikut bjir!" seru Atar menyusul temannya itu dengan membawa tasnya juga.

"Woi! Sabar, gue juga!" sambung Barra yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DaretalokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang