Kita Gebuk Berdua

111 11 22
                                    

"Bi Iteung?" usul Atar meminta pendapat kepada tiga temannya.

"Hayuk dah. Asem mulut gue," balas Darhan yang disetujui oleh dua lainnya.

Mereka berempat kompak berdiri dan jalan beriringan dengan formasi dua depan dua belakang. Darhan yang bangkit lebih dulu jalan duluan bersama Raksi sembari berangkulan. Dua manusia hobi bertengkar itu terlihat akur di koridor kelas tiga yang cukup ramai. Istirahat kedua yang kerap dinanti-nanti karena durasinya yang cukup lama untuk jam makan siang selalu jadi alasan empat sejoli itu untuk bolos merokok ke warung Bi Iteung. Selain karena bebas merokok, di sana juga tersedia lontong sayur dan gado-gado. Warung Bi Iteung, sejatinya adalah warung sarapan yang buka pukul enam pagi dan tutup pukul dua belas siang. Namun karena anak-anak sekolah Citaprasada selalu nongkrong di tempatnya, beliau jadi harus menutup warung sedikit lebih sore.

Di perjalanan menuju warung, tepatnya di depan perpustakaan Darhan bertemu Remy. Ia tak mau menghiraukan, karena sejujurnya ia juga tak punya masalah dengan laki-laki itu. Namun orang yang kerap di puja kaum hawa karena rupa dan prilaku (sebelum keluar aslinya) itu dengan sengaja menyenggol bahu Darhan dengan begitu keras. Bahkan ia nyaris terjatuh kalau refleks Barra tidak cukup bagus hingga mempu menahan punggung sahabatnya.

"What the fuck are you doing, man?" celetuk Atar santai namun dengan intonasi yang mengintimidasi.

"I'm not fucking doing anything, dude?" balasnya merasa tertantang.

"Tar, santai," pesan Darhan karena teman spek gapura kabupatennya ini sudah ambil kuda-kuda.

"Oh, jadi lo selingkuhannya Areta? Siapa nama lo? Darhan, ya??" katanya dengan suara yang tinggi hingga beberapa orang yang ada di sekitar sana dapat mendengar jelas.

Darhan mendekat, menatap rupa Remy dengan santai meski matanya tak menunjukkan begitu. "Oh, jadi lo cowok brengsek yang beraninya cuma sama cewek? Siapa nama lo? Bajingan, ya?" Sebilah senyum miring terbit di parasnya. Puas karena telah menginjak-injak harga diri Remy di hadapan orang yang mulai mengerumuni.

"You must have to watch that fucking mouth-"

"Or what? Mau nampar gue juga? Try it."

"Mau satu lawan satu atau langsung empat lawan satu?" usul Raksi yang sudah jengah dengan tingkah pongah Remy.

"Jadi lo beraninya keroyokan?"

Darhan kembali tersenyum. Ia kemudian menarik dasi Remy hingga wajah mereka begitu dekat dan ia mampu merasakan deru napas lawannya. "Nope...cepet menang dong gue?" Kemudian di dorongnya Remy hingga nyaris terjungkal.

Darhan berjalan beberapa langkah hendak meninggalkan kerumunan, namun teriakan Remy membuat emosi yang sejak tadi ia stabilkan, jadi meledak dan buyar.

"She's a slut. How many times you having sex with her?"

"Jaga mulut lo, ANJING!" Bertepatan dengan teriakan itu, bunyi gedebuk yang keras terdengar.

Ditariknya kerah Remy hingga terlihatlah robekan kecil di sudut bibir laki-laki itu. Tanpa membiarkan Remy buka suara lagi, Darhan kembali melayangkan pukulan di pipi yang sama. Kali ini lebih membabi buta, hingga lawannya kewalahan. Ia tidak tau apa yang membuatnya marah. Tapi mendengar perkataan Remy, ia jadi tersulut. Memangnya pantas seorang lelaki punya bibir jabir dan bicara tak pantas terhadap seorang perempuan. Ah, benar juga. Remy bukan laki-laki. Dia hanyalah bajingan munafik yang bersembunyi dibalik wajah tampan nan sucinya.

"Sekali lagi gue dengar mulut sampah lo itu ngomong, gue kubur hidup-hidup lo, anjing!"

DaretalokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang