Tuan Putra Halmahera

183 14 46
                                    

Di sebuah kelas yang tidak ada gurunya sejak jam pelajaran ke enam tadi, kelas yang dihuni 32 siswa ini mendadak berubah jadi pertunjukan reog yang tak terkendali. Suara bising dari beberapa siswa yang berteriak saat bermain game online, atau juga dari perkumpulan alumni Rising Star yang menggelar konser dadakan membuat kelas 12 IPS 5 ini persis seperti pertunjukan reog. Namun meski begitu, ada pula manusia yang masih bisa tertidur pulas di antara huru-hara yang memekakkan telinga.

Darhanaru Sangaji namanya. Lelaki yang akrab disapa Darhan itu tengah asyik menikmati mimpi indahnya di siang yang teduh dengan semilir angin yang masuk lewat ventilasi jendela. Katanya, "Semalam gue nggak tidur. Soalnya bantuin Bang Mel ngebengkel. Motornya mogok lagi." Padahal kendaraan roda dua milik Melviano itu sudah selesai diperbaiki sejak pukul satu pagi. Memang dianya saja yang doyan ngalong.

"Raksi! Anjir lo di mana? Tolong gue ini sekarat!" seru Atar yang duduk di belakang Darhan.

"Bentar-bentar, ada musuh! Lo di mana sih, jing?!" balas manusia bernama Raksi itu.

"Bar! Bar! Tolong gue Bar!" kini Atar meminta bantuan dari sohib di sebelahnya.

"Gue juga knock, anjing!" umpat laki-laki bernama Barra itu.

"Sial! Mati gue!" timpal Raksi menimbulkan reaksi kecewa dari ketiga temannya.

"Satu ronde lagi," ajak Atar yang langsung disetujui oleh Barra.

"Ah, males! Kalah mulu dari tadi!" Raksi lantas berbalik menghadap ke depan lagi. Ia perhatikan teman sebangkunya yang sejak tadi tak bersuara dalam tidurnya. Sebentar, Darhan tidak mati, 'kan?

"Dar," panggil pemuda itu menggoyangkan bahu sahabatnya.

"Darhan! Woi, mati lu?" masih terus berusaha membangunkan Darhan, Raksi semakin kencang menggoyang bahu lelaki di sebelahnya.

"Dar, anjing! Jangan mati dulu woi, lu masih belum bayar utang tahu isi Bi Iteung!"

"Hah? Apa? Mana Bi Iteung?" dengan nyawa yang masih ngawang di angkasa, Darhan terbangun dari mimpi indahnya.

"Pules banget. Simulasi mati lo?" tanya Raksi menertawakan Darhan yang masih merem-melek karena dibangunkan tiba-tiba.

Pemuda itu menguap kecil. Meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena tak bergerak selama tertidur tadi. Dengan kesadaran yang belum pulih sepenuhnya, pemuda berkulit tan ini menggaruk lehernya yang terasa gatal sembari bertanya, "Udah pulang belum?" dengan sorot mata kosong.

"Belum. Masih satu jam lagi sebelum bel," jawab Raksi setelah melirik arlojinya.

"Hmm..." balasnya mengangguk dengan pandangan yang masih sama kosongnya.

Keduanya kini terdiam. Raksi yang bingung harus melakukan apa, sementara Darhan yang masih mengumpulkan nyawanya yang tertinggal di awang-awang. Hingga akhirnya satu jentikan jari menyadarkan Darhan. Raksi menatapnya dengan semangat seakan apa yang ingin ia sampaikan ini sangat mengguncang dunia.

"Lo tau Areta Wajday, nggak?"
Darhan menggeleng sebagai jawaban. Ia bahkan baru pertama kali mendengar nama orang Wajday. Apa artinya kira-kira?

"Itu, anak IPA 1. Yang tiap tahun ranking 1 paralel tapi kelakuannya selalu bikin istighfar," sambung Raksi yang masih dijawab gelengan oleh sahabatnya.

"Yang bodinya solehot?" masih dibalas gelengan oleh Darhan.

"Yang kayak bule?" tidak membuat Darhan mengangguk juga.

"Argh! Pacarnya Remy?" dan lagi-lagi dibalas gelengan oleh Darhanaru Sangaji.

"Pokoknya itu! Lo tau? Istirahat tadi dia nyiram Flora Florida. Anaknya Wakepsek disiram air pel seember sama dia!" sambungnya menggebu-gebu.

DaretalokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang