Areta menghela napasnya. Antrian makan yang sangat panjang. Ia bisa saja menyela dan mengambil tempat paling depan, namun itu hanya akan menambah masalah baru dan membuat ia berakhir di ruang konseling lagi. Jadi dari pada kejadian minggu lalu terulang kembali, lebih baik ia ambil aman dengan mengikuti aturan antrean. Jam istirahat pertama sudah berlangsung sejak sepuluh menit tadi dan Kalan yang biasa bersamanya makan di kantin mendadak membawa bekal dan sudah ambil tempat disalah satu meja bersama Barra. Katanya, mereka sedang pendekatan. Kentara juga bagaimana Barra yang selalu modus mondar-mandir di depan kelas mereka padahal masih jam pelajaran.
Setelah makanannya lengkap semua di nampan, Areta membawanya menuju Kalan dan Barra yang asik berdua. Dari pada dua kursi yang tersisa antara mereka diisi setan, lebih baik Areta yang isi. Toh, kelakuan mereka juga serupa. Namun belum sampai ia di meja sana, sebuah kaki menjulur hingga gadis blasteran ini tersandung nyaris tersungkur. Ia memang tidak jatuh, namun piring beserta gelasnya jatuh berserakan di lantai. Atensi seisi kantin jadi tertumpu padanya. Bahkan Kalan yang sejak tadi sibuk mesem-mesem berdua dengan Barra jadi berseru panik.
"Areta?!" Kalan langsung berlari menghampirinya.
Areta lihat siapa pemilik kaki panjang itu. Sepatu hitam mengkilap dengan kaus kaki berenda itu masih setia di sana. Areta menggeram, gadis ini lagi. Kenapa selalu saja dia mencari gara-gara dengan Areta. Memang benar ia punya orang berkuasa di belakang yang akan melindunginya kapan saja. Tapi, apa ia tidak malu karena terus saja mencari masalah dengan si biang masalah?
"Gue capek banget sama lo ya, Flora!" serunya kemudian menjambak rambut pendek gadis itu. Lantas itu membuat empunya berteriak kesakitan dan tangan yang sibuk berusaha meraih rambut Areta agar bisa ia balas.
"Lo yang cari masalah sama gue duluan!!!" seru Flora kemudian menarik rambut kakak kelasnya.
"Harusnya lo sopan sama gue yang kakak kelas, anjing!"
"Kakak kelas? Hah?! Kita seumuran Areta! Lo aja yang lompat kelas!" katanya masih terus tarik menarik rambut masing-masing.
"Hahaha, jadi lo iri sama gue yang lebih cantik, lebih pintar, lebih montok dari lo?!"
"Iri? Lo makan nih iri!!!!" tarikan rambut Flora makin kencang seiring dengan panasnya adu mulut mereka.
Tak ada yang berani mendekat, keduanya begitu liar dengan rambut yang terus ditarik dan bibir yang tak henti-hentinya mengeluarkan umpatan tak beradab.
"Malu, anjing! Lo tuh anaknya Wakepsek! Kelakuan di jaga!" seru Areta lagi.
"Ngaca! Lo bahkan lebih liar dari gue dasar ja-"
"Areta! Flora!" teriakan itu membuat tarikan rambut mereka berhenti. Namun masing-masing tangan masih enggan melepas jambakan rambutnya. Di sana berdiri seorang pemuda dengan tatapan kesal dan tajam.
"Dia duluan, by," kadu Areta masih enggan melepas cengkraman rambut Flora.
"Kak Remy tolongin kepala aku sakit banget..." timpal Flora ikut mengadu dengan nada bicara yang sengaja ia buat melas.
Pemuda itu mendekat dengan tatapan yang menghunus dua gadis barbar itu. Setibanya di sana, Remy menarik tangan Flora dari rambut kekasihnya. Ia kemudian menatap Areta yang masih setia mencengkram rambut lawannya.
"Lepas," titah Remy menatap Areta.
Awalnya ia enggan, namun sedetik sedelahnya, ia tarik rambut Flora kencang sebelum akhirnya cengkraman itu ia lepaskan. Tentu saja itu membuat Flora memekik kesakitan dan Remy jadi beralih melotot ke arahnya.
"Areta!" namun bentakan itu tak membuatnya takut. Justru ia puas karena telah menjambak lawannya untuk yang terakhir kali.
"Sana ke ruangan Mr. Jo!" sambung Remy tak menghiraukan Areta yang sibuk merapikan rambutnya yang berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daretaloka
Fanfiction𝙙𝙖.𝙧𝙚.𝙩𝙖.𝙡𝙤.𝙠𝙖 (n) dunia, jagat, semesta milik sepasang manusia bernama Darhan dan Areta yang berisi renjana lengkap dengan lara. ©sshyena, 2023