Malam Mencekam

113 15 14
                                    

Pintu ia buka perlahan-lahan. Tangannya kembali meraba-raba mencari stop kontak. Namun sorotan matanya memandang tajam ke sudut. Ia baru saja akan menekan stopkontak itu, ketika bayangan hitam yang berdiri di sudut ruangan itu berlari menuju ke arahnya. Spontan ia berkata, "ya Tuhan!" sebelum bayangan hitam itu meraih tubuh wanita tua itu, pintu sudah tertutup rapat. Nur Romlah berhasil menarik dirinya. Sekarang kepanikan menyerang. Rasa takut yang sungguh luar biasa menyergapnya sampai akhirnya ia berteriak. "Sutrisno. Kesini kamu! Cepat! Sutrisno!"

Terdengar suara orang berlarian dari ruangan lain, kemudian suara pintu terbuka. Sutrisno muncul dalam keadaan wajah tegang. "Ada apa, Bu?"

Nur Romlah menangis. "Ada orang di dalam kamar Dana!" Sambil berkata seperti itu, tangannya masih mengenggam kenop pintu.

"Apa? Ada orang! Sialan! Mana orangnya!" Lelaki itu cepat-cepat membuka pintu sambil berteriak. "Hei, Anjing! Siapa kamu!" Tangan kanannya sudah siap menghantam bidikannya. "Heh! Siapa kamu di dalam? Buka pintunya, Anjing!" Dan pintu terbuka. Dana berdiri sambil mengucek- ucek matanya. Kesan yang mengherankan tampak melalui wajah anak itu.

Sampai akhirnya Sutrisno masuk ke dalam kamar dengan pandangan menyapu ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa. Hanya gelap berkombinasi dengan cahaya bulan yang pucat masuk melalui ventilasi jendela. Sekarang tiba bagi dirinya untuk menyatakan, "mana orangnya, Bu?"

Masih berdiri di ambang pintu, dengan wajah pucat pasi karena kuatnya ketakutan menyerang, Nur Romlah menjawab, "tadi ibu benar-benar melihat orang di sudut situ." Ia menuding ke arah yang dimaksud. Dan kembali melanjutkan, "mukanya tidak jelas karena suasana gelap. Tapi ibu yakin, orang itu jelas-jelas berlari dari sudut dan berniat menyerang ibu."

Untuk yang kesekian kalinya, pandangan Sutrisno menyapu. Tidak ada siapa-siapa. Suasana baik-baik saja. Ia butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya memutuskan. "Saya pikir ibu kurang tidur. Ibu begadang lagi ya?"

Nur Romlah mulai emosi. "Ibu tidak mengantuk, Tris!" Bahkan ia sendiri tidak suka bila ceritanya tidak dipercaya. "Apa yang ibu lihat barusan memang benar adanya. Dan ibu yakin itu. Kamu pikir ibu bermain-main di saat lewat tengah malam seperti ini? Ha!" Akhirnya ia memelankan suaranya yang berteriak-teriak karena dicekam ketakutan tadi. "Dan apa yang ibu lihat tadi benar-benar ada." 

Setelah berkata seperti itu, Nur Romlah cepat-cepat pergi dan beberapa detik kemudian terdengar suara bantingan pintu. Sustrisno menarik napasnya dalam-dalam ketika ia melihat Dana yang sejak tadi berdiri di sebelahnya dengan tatapan tak mengerti. "Sudah ya, Dan. Nggak ada apa-apa. Jangan tegang begitu. Nenek mungkin hanya mengantuk saja. Biasanya orang kalau sudah ngantuk itu seringkali melihat sesuatu yang tidak ada." Alasan seperti itu masih tidak dimengerti Dana. Tapi apa pedulinya. Lekas ia kembali ke ranjangnya. Dibantu Sutrisno, selimut itu dibungkuskannya ke sekujur tubuh anak itu. Lampu kamar dimatikan Sutrisno, pintu kemudian ditutup. Suasana setelah itu terkesan monoton.

Tidak ada bagian yang mencekam seperti tadi. Pada sisa kegelapan malam itu, tidak ada sesuatu yang terjadi. Hanya senyap dan sunyi mengambang dalam keheningan di batas kesepian waktu yang terenggut dalam ketakutan yang masih melekat pada jiwa mereka masing-masing. Alam menanti cahaya sinar matahari dalam menyambut sukacita tak terperi. Saatnya beranjak melangkah menyambut pagi hari yang cerah.

KEMBAR GAIBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang