Sesosok Gadis Cilik

2 1 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika Dana baru saja menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ia tenggak sebotol air mineral yang terletak di sudut meja belajarnya. Lega rasanya. Kemudian ia termenung untuk beberapa saat. Perutnya terasa lapar, tapi ini sudah malam, kata ayah tidak baik makan di saat malam sudah beranjak larut, nanti bisa mengganggu kosentrasi belajarnya di sekolah. Apa pedulinya? batin anak itu sembari bangkit ketika menyadari daun jendelanya terpentang lebar karena ditiup udara malam.

Cepat-cepat ia merapatkan daun jendela itu namun di saat bersamaan, tampak sesosok gadis cilik berdiri di sisi luar tepi jendela. Temaram dan suram suasana ketika itu membuat jantung Dana setekita berdetak kencang. Posisi tubuh gadis cilik itu membelakangi Dana. Keadaannya muram dan kelam. Pakaian yang dikenakan serba hitam dan kelam seperti menyatu dengan kulit ketika Dana menahan napasnya untuk menenangkan keadaan yang semakin waspada. Rambut sosok kelam itu terurai panjang bermandikan sinar rembulan untuk sesaat mendadak menjadi redup dan aroma busuk menguar ketika dengan centilnya awan menutup pergerakan cahaya rembulan itu.

Awalnya Dana ragu-ragu dengan penampakan sesosok gadis cilik itu. Ia merasa tidak berhak menyapanya, tapi rasa penasaran dan ketidakwajaran menumbuhkan rasa keingintahuan. Akhirnya ia mencoba untuk mengumpulkan keberaniannya ketika suaranya yang tertahan berkata, "Kamu siapa?" Tiba-tiba angin berhembus, menyegarkan sekujur tubuh Dana. Lamat-lamat terasa hangat, dingin, hangat kembali sampai akhirnya lenyap tak merasakan apa-apa lagi. Tenang dan sunyi.

Di kejauhan terdengar lolongan anjing yang seakan sedang disiksa majikannya. Aroma busuk tergantikan harum bunga kamboja ketika tubuh Dana mulai gemetar tak karuan. Ia tidak akan pernah tahu siapa gadis itu sampai akhinya ia berkata kembali seperti ini. "Kamu siapa sih? Kok ditanya begitu, diam saja?"

Sedikit demi sedikit tubuh gadis cilik itu bergerak, hanya bergeser beberapa inci saja ke kiri ketika udara malam kembali berhembus, tanda sedang menyatukan keagungannya dengan malam yang semakin temaram ditelan kegelapan yang membutakan. Derakan dedaunan kering meronta-ronta meminta disatukan dinginnya malam. Berbahaya dan senyap.

Tak ada keraguan sedikit pun bagi mereka yang tak kasat mata untuk memerlihatkan wujud sebenarnya.

Menyadari ada yang tidak beres, Dana mundur satu langkah dengan tangan kanan masih mencengkeram sisi daun jendela, siap kapan saja untuk menutup daun jendela itu bilamana sosok gadis itu bermaksud jahat padanya. Ia lantas mencoba tidak berharap sapaannya dibalas. Biar saja gadis itu bersikap acuh tak acuh, toh awalnya ia hanya berniat ingin menutup jendela kamarnya. Lantas ia putuskan untuk segera merapatkan daun jendela itu ketika wajah gelap gadis cilik itu menoleh ke wajahnya

Sepasang mata hitam dan biru saling bertautan memutar angkara yang turun dari neraka. Menyadari kesan berbahaya yang ditampilkan dari gerak-gerik gadis cilik itu, Dana mundur satu langkah lagi. Wajah gadis itu semakin suram, malam memang gelap, tapi tidak seharusnya segelap itu, pikir Dana. Ia tidak seharusnya membiarkan daun jendela itu terbuka. Ia tidak seharusnya menyapa gadis dengan wajah yang tak tampak seperti itu.

Dana baru saja menutup daun jendela itu ketika gadis cilik itu maju selangkah dan terus maju untuk merangkak masuk ke dalam. Dana terjengkang ke belakang ketika menyadari gadis itu berniat naik ke liang jendela. Cara gadis gelap itu merangkak naik sangat cepat. Dan cepat-cepat pula Dana paksakan tubuhnya yang makin bergetar hebat untuk bangkit.

Ia baru saja menegakkan tubuhnya ketika sepasang tangan gadis yang wajahnya gelap itu, menyeringai dengan gigi-gigi berlumuran darah, merenggutnya dan membuat kekuatan Dana semakin besar lagi untuk lari. Pintu kamar berhasil dibuka, tapi gadis itu masih mengejar di belakangnya sampai akhirnya Dana terpeleset dan seketika dihajar wajahnya dengan sepasang tangan gelap bersisik seperti ular itu yang terasa seperti melahapnya dengan rakus. Dana merintih kesakitan ketika wajahnya dicakar sepasang tangan gadis gelap itu.

Dana berteriak sekeras mungkin, tapi tidak ada yang datang membantunya. Tidak ada yang mendengar teriakannya. Kosong dan sunyi. Ia menyadari bahwa dirinya tidak akan selamat dari amukan gadis menyeramkan itu sampai akhirnya sepasang tangan bersih menariknya untuk keluar dari pusaran kegelapan yang sungguh melukai wajahnya.

"Bangun, Dana!" Suara itu terus membawa tubuhnya ke atas, begitu sampai di bibir lubang kegelapan, anak itu naik dan melompat untuk kemudian mengatur napasnya yang terasa sesak ketika suara itu terucap kembali. "Bangun, Dana! Bangun! Hei bangun, sayang! Kamu kenapa?" Berdiri di tepi ranjang, Sutrisno terus berupaya untuk membangunkan anak sulungnya yang masih terus berteriak sekuat tenaga. Dana bangun dalam keadaan napas yang luar biasa sesaknya. Bola matanya jelalatan dan membuat Sutrisno dilanda kepanikan yang tak wajar. "Kamu kenapa, Dana?" Ia memanggil Nur Romlah. "Ibu! Ibu! Cepat ke sini!" Tak lama kemudian wanita tua itu muncul dengan mata melotot tak keruan.

"Ada apa ini ribut-ribut malam begini, Tris?" Nur Romlah merasa resah dan tegang.

KEMBAR GAIBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang