Tiba di rumah, cepat-cepat Irfan masuk ke dalam kamar, membungkus tubuh dengan selimut. Menggigil teringat kejadian mengerikan tadi, jantungnya berdebar-debar tak keruan. Masih jam delapanpagi, tapi suasanabegitu mencekam baginya.Ini pertama kalinyaia merasakan hal demikian. Ketakutanyang luar biasa menyerang dari penjuru arah. Untukyang kedua kalinya, ia menyaksikan tubuh wanita tua itu ada dua, di rumah yang sama dan di ruangan berbeda, menemukandua wujud berbentukNur Romlah.
Linda—istri Irfan—baru saja selesai berbenah-benah di dapur, ketika mendengar suara gaduh di depan sana. Takut-takut ia tetap memaksa memeriksa keadaan. Waktu itu pintu kamar dalam keadaan terbuka. Seingatnya, sebelum pergi ke dapur, ia tidak lupa menutup pintu kamar terlebih dahulu. Tapi apa pedulinya, sekarang ia harus memeriksa isi kamar itu meski jantungnya berdebar-debar. Sebelum masuk, ia ambil dulu sapu ijuk yang berdiri di sudut ruang tengah, untuk berjaga-jaga akan kemungkinan bahaya yang datangnya tidak disangka-sangka. Satu saja kecurigaan yang ada di benaknya; ada maling masuk ke kamarnya. Tetapi, ketika ia masuk ke dalam kamar, suatu kejutan membuat tubuhnya hampir terjengkang. Suaminya tengah terbungkus dengan selimut dalam keadaan bergetar. Ia dapat mengetahui kalau itu suaminya dari batok kepalanya yang lonjong.
Cepat-cepat ia menarik selimut itu. "Lho, kamu kenapa, Mas?"
Ketika selimut itu ditarik, mata Irfan melotot memandang Linda. "Kamu kenapa sih! Main narik selimut aja!" Akhirnya ia membungkus kembali daging tubuhnya dengan selimut. Justru sikap yang diperlihatkan Irfan membuat Linda naik darah. "Eh Mas, kamu ini kenapa sih? Ditanya sama istri malah marah-marah begitu. Kamu kalah judi lagi? Apa jangan-jangan, kamu habis mabuk-mabukan? Kalau begini caranya, aku minta diceraikan saja, Mas! Sudah nggak kuat kalau begini terus!"
Tambah runyam saja kepala Irfan dan berkata. "Hei, Linda! Kalau bicara jangan sembarangan begitu dong!" Ia lempar selimut itu ke lantai, kemudian loncat dari ranjangnya dengan wajah memandang rapat di hadapan wajah istrinya. Kata-katanya terlalu dalam dan seperti orang yang tidak mau dianggap sebagai suami yang tidak peduli. "Aku begini karena baru saja melihat hantu!"
"Apa? Hantu?" Terkekeh-kekeh Linda mendengar pernyataan suaminya yang tak masuk akal. "Mana ada hantu di pagi-pagi begini, Mas!"
Sekarang Irfan yang terkekeh-kekeh. "Hemmm ... rupanya kamu menganggapku berbohong, ya?"
"Bukan begitu, Mas." Linda merasa tidak enak. Kalau suami sudah bilang seperti itu, seharusnya istri mengangguk bukan menggeleng apalagi sampai tidak percaya. Ia meneruskan dengan nada was-was. "Coba deh, kamu ceritakan awal- mulanya, tenangkan dirimu, Mas. Oh iya, bagaimana dengan gajinya? Bisakah diambil hari ini?"
Sekarang Irfan sudah sedikit tenang. Ia duduk terhenyak di tepi ranjang sambil berkata, "nah itu dia awal-mulanya, sayang."
"Coba ceritakan. Aku penasaran, Mas!" Akhirnya Linda duduk di sisi suaminya
Irfan mulai menceritakan kejadian ketika dirinya meminum kopi yang dibuat Nur Romlah, namun ketika wanita tua itu muncul dari kamar dan menyatakan tidak pernah membuatkan kopi untuknya. Awalnya Linda tak percaya dengan penuturan suaminya. Tapi lamat-lamat, ada ekspresi ketakutan yang luar biasa tergambar pada wajah Irfan. Untuk selanjutnya Linda kembali mendengarkan cerita berikutnya ketika pagi ini suaminya melihat wanita tua itu duduk-duduk di teras dengan membuang muka dan tak lama kemudian muncul Sutrisno dari dalam rumah diikuti Nur Romlah yang ketika itu juga ada Nur Romlah lainnya sedang duduk-duduk di teras.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBAR GAIB
TerrorDana dan Dini adalah "kembar pengantin" dalam kepercayaan Jawa. Mereka kembar namun berbeda jenis kelamin. Keduanya tumbuh menjadi anak-anak yang sehat di bawah asuhan ayah mereka, Sutrisno dan nenek mereka, Nur Romlah. Hingga suatu hari, keanehan d...