17. Apa Salah Aku?

190 22 66
                                    


Usai sebelum mulai,
Patah sebelum tumbuh,
Layu sebelum mekar
Hancur sebelum kokoh,
Hilang sebelum waktunya.
Dengan teganya mereka menghancurkan ku dan mengambil apa yang telah menjadi takdirku.

------------------🍁

Pagi yang cerah di Ibu kota, hari ini Devan dan anak-anak geng motor akan touring ke berbagai tempat di luar kota.

Nelie yang selama ini sudah pasrah dengan Devan yang lebih mementingkan teman-temannya itu. Bahkan ketika Devan kesana kemari pun Nelie tidak diajaknya, dan Nelie tidak boleh keluar rumah walau hanya untuk nongkrong di warung saja.

Kini Devan menjadi seorang pengangguran, dia resign dari pekerjaannya karena selama ini ia kewalahan terlalu gila kerja, dan ingin menikmati masa-masa santainya.

Pagi sampai siang, selalu nongkrong bersama anak-anak geng motor, sorenya kembali nongkrong dan setiap harinya selalu pulang pukul satu malam.

Nelie nampak kesal dan amarahnya tidak dapat di bendung lagi.
"Udah pengangguran, lupa ada istri apa? Sepenting itukah teman-temannya?" gumamnya.

Dua bulan setelah pernikahannya. Devan beserta keluarganya nampak berubah drastis terhadap nelie. Dulu Nelie selalu menjadi kebanggaan mama mertua, bahkan selalu menjadi topik utamanya ketika berkumpul dengan ibu-ibu arisan, tentang Nelie yang tidak lepas kerudung, selalu gamisan, dan tidak ada duanya ... Katanya!

Namun kini berubah 190°. Nelie selalu menjadi terpojokkan, ketika ada acara keluarga pun Nelie di tinggal sendirian di rumah dengan berbagai pekerjaan yang menyibukkannya.

Bahkan Devan nampak tidak memperdulikannya. Devan selalu nurut terhadap apa yang di perintahkan orang tuanya. Ia tidak punya pendirian sendiri.

"DIMAKAN DONG MAKANANNYA, MAKAN YANG LAHAP BIAR BADAN KAMU YANG KECIL ITU AGAK GEMUKKAN DIKIT!" teriak ibu Fina berjalan melewati Nelie yang tengah makan sendirian di atas sebuah tikar.

Nelie hanya mengangguk seraya menelan kasar makanannya.

"KALO GAK SUKA MAH BUANG AJA, NGAPAIN DI MAKAN ! JANGAN DI PAKSAIN NANTI MUNTAH!" lanjut Fina dengan ekspresi yang sama-nampak penuh amarah.

Berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, menelan makanannya walau tidak ada rasa nikmat lagi di dalamnya.

Bahkan ketika Nelie mendapati Omelan dari mama mertuanya, Devan selaku suaminya tidak pernah memihak kepada Nelie, walau hanya sedikit membela pun tidak pernah dilakukannya. Devan hanya berdiam diri dengan game di tangannya.

Setelah pekerjaan rumah dikerjakannya, Nelie merasa lega dan bisa bermain hp di kamarnya. Namun semua yang di lakukan Nelie tidak ada apa-apanya di mata ibu Fina.

"HP TERUS ... HP TERUS ... DI KAMAR TERUS ! KALO SUDAH LAPAR BARU DEH KELUAR KAMAR!" teriak Bu Fina yang terdengar menggelegar dari ruang tamu.

Kini nelie tidak bisa berbuat apa-apa, semua yang di lakukan nya terlihat salah di mata mereka.
"Mamah ... Aku pengen pulang," lirih kecil Nelie seraya menutup wajah dengan kedua tangannya.

Kerap kali Nelie mendengar dirinya tengah di gosipkan ibu mertuanya.
"Ih jeng, menantu saya itu ngeselin banget! Pagi di kamar, siang di kamar, main hp terus lagi. Parahnya dia gak mau keluar rumah!"

Nelie di gosipkan tidak mau keluar rumah, padahal Bu Fina sendiri yang melarangnya untuk tidak keluar rumah.

"Lho kok gitu, bukannya Nelie itu menantu kebanggaan kamu tuh?" tanya mereka.

"Sekarang semua sifatnya udah terlihat. Ternyata ya gitu deh!" jawab Fina dengan penuh amarah.

"Maklum lho Nelie kan masih berusia 18 tahun toh, dia lagi seneng- senengnya main hp! Menikmati masa - masanya yang direnggut dengan nikah muda. Jadi jangan terlalu keras!" ucap lembut eyang, yang selalu memihak pada Nelie.

Tinta yang Permanen | Terbit√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang