Hari berganti hari dengan suasana yang berbeda. Perut Nelie nampak sudah terlihat membesar yang mana kini usia kandungannya sudah 5 bulan.
"Sayang!" Panggil seorang pria yang kini membaringkan tubuhnya di samping Nelie.
"Hmm!"
"Kamu ada yang lupa, gak?"
"Lupa? Tentang apa?" Bukannya menjawab pertanyaan Arya, ia justru kembali bertanya.
"Tentang kehamilan kamu!"
Deg!
Seketika pasang mata mereka beradu dalam tatapan yang membola. Bagaimana mereka mengingat sesuatu ketika menyadari kehamilan Nelie semakin besar.
"A-aku belum kasih tau orang tua aku!" Cicitnya dengan netra yang masih menatap wajah Arya.
"A'a juga! Astaghfirullah, kok bisa sampe lupa sama orang tua," ucap Arya seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Udah lima bulan, lho, yank!"
"Bayangin ... apa yang mereka katakan kalo lihat perut aku udah gede seperti ini, sedangkan mereka tidak mengetahui kalo aku tengah hamil."
Memang, selama menjalani rumah tangganya, Arya dan Nelie tidak pernah menemui orang tua mereka. Bukan karena lupa, melainkan yang akhir-akhir ini Arya disibukkan dengan berbagai pekerjaannya sebagai sekretaris di salah satu perusahaan. Dan Nelie sibuk mengajar anak-anak santri cilik. Sehingga, moment untuk berbincang bersama orang tua walau hanya sekedar di sebrang telpon pun jarang mereka lakukan.
"Kita ke rumah mereka sekarang, ok," ajak Arya.
"Tapi pertama-tama, kita kumpulin orang tua kita di rumah mamah Elisa ... Biar ngasih taunya sekalian," ujar Nelie.
"Ide yang bagus!"
***
Setelah menerima telpon dari Arya, kedua orang tuanya pun segera berangkat ke rumah besannya. Mereka sama sekali tidak mengetahui apa tujuan Arya mengumpulkan mereka di sana.
Berbagai makanan beserta minuman telah di hidangkan Elisa. Bagaimana bahagianya ia ketika akan kedatangan Anak bungsu dengan menantu tercintanya yang sudah lima bulan lebih tidak bertemu.
Fatma dan Alan--orang tua Arya nampak sudah sampai di kediaman Ameer, bersama putra pertama mereka yaitu Andi dan istrinya Cahya tak lupa putra kecil mereka yang kini sudah berusia dua tahun. Mereka turut hadir untuk berniat silaturahim.
Tak lama setelah itu, sebuah mobil berhenti tepat di depan kediaman Ameer. Arya turun terlebih dahulu kemudian membukakan pintu untuk istri tercintanya.
Semua orang nampak sudah berkumpul ria di dalam ruang tamu. Bagaimana senda gurau dan riangnya tawa harus mereka hentikan ketika ucapan salam terdengar dari ambang pintu utama.
Semua pasang mata membola ketika sepasang suami istri tersebut masuk dengan senyuman santun yang kemudian menyalami satu persatu orang tua mereka.
"Mamah kangen banget sama kamu Nel," lirih Elisa yang kemudian menghamburkan tubuh dalam pelukan Nelie.
"Nelie juga kangen sama kalian!"
"Kemana aja jarang kesini! Mentang-mentang sekarang udah bahagia sama suami baru!"
"Iya kalo dulu waktu masih sama Devan, baru seminggu aja udah nangis pengen pulang!" timpal Ameer.
"Tunggu ... Tunggu! ... Ada yang beda!" ucap Alan menghentikan drama mereka dalam melepas kerinduan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta yang Permanen | Terbit√
Nonfiksi⚠️Typo berserakan ⚠️Cara kepenulisan masih acak-acakan. ⚠️Cerita belibet dengan alur membingungkan. ✅Lebih baik baca langsung dari bukunya yang sudah terbit, dan pastinya sudah direvisi. 'Tinta yang Permanen' _________________________________ Ada y...