30. Ustadzah

70 4 3
                                    

"Sayang, mana hafalannya! Sudah sampe mana sekarang, hm?" ucap lembut Arya kepada istrinya, yang tengah sibuk melipat pakaian.

Nelie mendengus sebal. Bisa-bisanya Arya menagih hafalan di saat ia tengah sibuk mengerjakan pekerjaan rumah.

"Kok cemberut gitu kesayangannya A'a!" goda Arya seraya menatap wajah Nelie dengan senyuman genitnya.

"Ih, A'a! Jangan gangguin ... Iya nanti Nelie setor hafalannya!" pekik si perempuan bermata sayu.

"Udah dulu beberesnya, nanti capek!"

"Kalo gak Nelie yang ngerjain, lalu siapa lagi? Lagian, gak masalah kok ... Ini kan, sudah menjadi tugas Nelie sebagai seorang istri!" jelasnya.

"Kamu tau sayang?" tanya Arya.
"Sebagian ulama menyatakan suami lah yang wajib mengerjakan segala pekerjaan rumah. Termasuk mencuci, memasak dan yang lainnya!" jelas Arya setelahnya.

Nelie hanya tersenyum miring seraya menggelengkan kepalanya pelan.
"Itu tidak berlaku sekarang!"

"banyak yang menyatakan bahwa pekerjaan rumah tangga itu adalah tugas seorang istri!" ujar Nelie.

"Tapi mayoritas ulama sepakat kalo mengerjakan pekerjaan rumah termasuk kewajiban suami!" timpal Arya.

"Aku tau semua itu, dan disaat aku menggunakan ilmunya ... Aku malah kena cacian Bu Fina, dulu sewaktu masih berumah tangga dengan Devan!"

Arya hanya tersenyum seraya mencolek hidung kecil Nelie
"Kan, itu dulu! Sekarang kamu milik A'a! Wanita berhak di perlakukan dengan mulia!"

"Tapi hanya pria sejatilah yang memperlakukan wanitanya dengan mulia, salah satunya adalah seseorang yang tengah menatapku saat ini!" ucap Nelie diiringi kekehan kecilnya.

Bagaimana Arya tersenyum sehingga gerahamnya terlihat. Di saat itu juga Arya membaringkan tubuhnya dan menjadikan paha Nelie sebagai sandarannya.
"Bisa ya, ngegombal juga, hm?"

"Bisa ya, manja juga!" timpal Nelie seraya mencubit kencang hidung mancung suaminya.

"Mana hafalannya!"

Siapa sangka, setelah teralihkan oleh beberapa dialog, Arya masih mengingat tentang hafalan istrinya yang harus disetorkan hari ini.
Nelie tidak bisa mengelaknya, ia pun segera melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an, yang ia hafalkan sebelumnya.

Lantas Arya menyimaknya dengan penuh ketelitian dalam keadaan berbaring dengan memejamkan matanya.

"Shodaqallah hul adzim ..."

"Allahummarhamna!"

"Bentar lagi 30 juz sayang! Alhamdulillah!" ucap Arya sembari beranjak bangun dan memberikan kecupan di pipi kiri kanan Nelie.

"Makasih udah bimbing Nelie sampai sejauh ini!" ucap Nelie kemudian memeluk lama suaminya.

Iyaa bidadariku sayang!"

Dalam pelukannya, Nelie menatap penuh cinta suaminya. Bagaimana sebuah senyuman terbit di wajah Nelie ketika menatap suaminya yang tengah menatapnya juga.

"Kenapa, hm?" tanya Arya sembari menaik turunkan alisnya.

"A'a!"

"Iya bidadariku sayang!"

"Kalo semisal kita masuk surga ... Apakah aku boleh meminta kepada Allah, supaya jangan hadirkan bidadari-bidadari untuk A'a ... Karena A'a hanya milik aku satu-satunya! Hanya aku bidadarinya A'a!" ucap Nelie lirih.

Dan bagaimana Arya semakin menjadi-jadi dalam tawanya. Ia tidak mengira pertanyaan seperti ini akan terlontar kepadanya.

"Sayang! Di surga nanti kita semua tidak akan memiliki perasaan iri, dengki ataupun kecemburuan ... Semua hidup damai dan bahagia tanpa batas!"

Tinta yang Permanen | Terbit√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang