"Jangan biarkan berlian mu hilang hanya karena kamu melirik banyaknya kerikil yang tergeletak di pinggir jalan."-Nelie Martalianty
Jakarta. 05.00
Udara dingin terasa menusuk sampai tulang, selimutnya kembali ia tarik. Di luar kesadarannya, tangan kekar Devan memeluk bantal guling yang berada di sisi kirinya seraya berkata,
"Tumben belum bangun, sayang," lirih Devan yang masih terpejam dalam kantuknya.Tangannya masih saja mengelus lembut bantal guling yang dikiranya adalah seseorang yang selalu tidur berada di samping kirinya.
Tak lama Devan tersadar dan membuka matanya, ternyata yang dipelukannya hanyalah sebuah bantal guling berwarna hijau."Nelie," gumamnya.
Seketika teringat mantan istrinya yang selalu tidur di samping kirinya, yang selalu memeluk bantal guling yang tengah Devan peluk saat ini.
"Bahkan bau harum dari rambutnya ... Rasanya masih tercium di bantal guling ini," gumamnya. Devan semakin mengeratkan pelukannya terhadap bantal guling itu. Tiba-tiba terlintas rasa rindu kepada mantan istrinya tersebut.
Dulu di setiap malamnya, ia membiarkan Nelie tidur dalam keadaan sedih tanpa pelukannya. Dan setelah Nelie pergi dari hidupnya, ia baru merasakan betapa ingin rasanya memeluk Nelie walau hanya sebentar.
"Setelah banyaknya wanita yang gue kenal, tapi tidak ada satupun wanita sesabar dan setabah Nelie. Ketika gue dan mama memperlakukannya buruk, dia hanya bisa diam dan menangis di atas sajadahnya. Maafin gue Nel," lirih kecil Devan.
***
"Kenapa melamun gitu Van? Habisin sarapannya!" ucap Bu Fina, menyadarkan lamunan Devan.
"Ada apa Van?"
Devan hanya merespon dengan sedikit gelengan di kepalanya dan kembali melanjutkan makannya. Karena ia tau, jika ia menceritakan tentang kerinduannya akan Nelie kepada keluarganya apalagi kepada Bu Fina, pasti Bu Fina akan memarahi Devan dengan serangan suara bertenaga nuklirnya.
"Cerita sama mama, ada apa?"
Namun, lagi-lagi Fina memaksanya untuk bercerita. Hingga akhirnya Devan membuka mulut untuk menceritakan perasaannya saat ini yang tengah merindukan mantan istrinya itu.
"Kesambet apa kamu Van! Jelas-jelas Nelie perempuan yang gak becus apa-apa, dia gak baik buat kamu. Buktinya aja dia ninggalin kamu disaat keadaan kamu cacat kayak gini!" cibir Fina.
"Dia pergi bukan karena melihat keadaan Devan. Tapi dia pergi karena Devan memperlakukannya buruk!" tegas Devan.
"Akhirnya kamu sadar juga Van!" ucap Antonio.
"Udahlah Van, sekarang, kan, kamu punya Ayu tuh ... Ingat! Dulu kamu rela membuang Nelie demi Ayu!" lanjut Antonio seraya menatap sinis anaknya tersebut. Yang jelas-jelas, Antonio tidak merestui bila Devan harus bersama dengan Ayu, dan Antonio lah yang selama ini mendukung hubungan Devan dengan Nelie.
"Lagian Nelie mah gak becus apa-apa. Masak aja gak bisa, ngepel aja gak bersih. Bisanya main hp teroos!" pekik Fina.
"Sebenarnya mama cari menantu atau cari pembantu sih mah?" ucap Devan memberanikan diri untuk bertanya kepada ibunya yang dramatis itu. Diiringi anggukan Antonio yang nampak bangga kepada Devan yang tiba-tiba sifatnya mulai sedikit dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta yang Permanen | Terbit√
Nonfiksi⚠️Typo berserakan ⚠️Cara kepenulisan masih acak-acakan. ⚠️Cerita belibet dengan alur membingungkan. ✅Lebih baik baca langsung dari bukunya yang sudah terbit, dan pastinya sudah direvisi. 'Tinta yang Permanen' _________________________________ Ada y...