26. Hanya Kenangan

116 9 5
                                    


"Kadang kita merindukan kenangan bersama seseorang, bukan merindukan orangnya.
Ingin sekali mengenang berbagai kenangan bersamanya. Iya! Hanya mengenang ... Bukan untuk mengulang."

-Nelie Martalianty

________

"Maaf ya, Van, kamu jadi tidur di tikar malam ini!"

"Iya gak papa, kok ... Kalo tidur di samping kamu juga gak masalah!" Devan tersenyum miring dengan menaik turunkan alisnya di hadapan mantan istrinya tersebut.

"Argh ... Devan pulang aja sana! Aku lebih takut kamu dari pada hantu!" pekik Nelie dengan mengerutkan bibirnya kesal.

Mendengar itu, Devan terkekeh kecil. Dari dulu Nelie orangnya memang sensitif jika di dekati cowok, sekalipun ia orang terdekat. Tapi Devan tidak menghiraukannya, ia akan bersikeras untuk menemani si mantan istri untuk malam ini.

Nelie lebih dulu membaringkan badannya serta memejamkan matanya di kamar kecil dalam kontrakan itu. Sementara Devan, dia duduk di ruang tengah dengan memainkan game di benda pipihnya.

Itu sudah menjadi kebiasaan Devan sedari dulu, tapi setidaknya malam ini ia berusaha ada untuk Nelie, walau hanya sekedar menemani dan melepas rasa rindunya yang datang secara tiba-tiba.

Rasa haus membangunkan Nelie dari tidurnya. Ia segera bangun untuk mengambil segelas air di dapur. Langkahnya harus terhenti karena mendapati Devan yang tengah tidur di atas tikar tanpa dibaluti selimut.

Bagaimana manik mata itu berkaca-kaca mendapati orang yang pernah menjadi pemeran utama di bukunya itu tengah tertidur dalam keadaan kedinginan. Segera ia mengambil selimutnya untuk menutupi tubuh lelaki yang kedinginan itu.

Devan yang menyadarinya memilih untuk pura-pura tetap tertidur. Sekarang tubuhnya menghangat dengan selimut yang sama setelah digunakan mantan istrinya tadi. Rasa hangat dari selimut itu seperti halnya bekas pelukan Nelie untuknya.

Ia kembali teringat Nelie sewaktu masih menjadi istrinya. Betapa perhatiannya dia ketika Devan terbaring di sisinya tanpa selimut. Nelie pun segera menyelimuti tubuh Devan. Namun setelah itu, Devan melepas kembali selimut yang di pakaikan istrinya itu, membuat Nelie tidak pernah perhatian lagi karena selalu tak di hargai. Dan sekarang Devan merasakan sesuatu yang dulu selalu di sia-siakannya.

"Dia lagi sakit, mana mungkin gue enak-enakan pake selimut dia," gumam Devan.

Kemudian ia beranjak bangun dan mengintip Nelie dari ambang pintu kamar dan nampaknya sudah kembali tertidur pulas dengan memeluk sebuah bantal guling.

Devan tau, Nelie bisa saja tidur tanpa selimut. Asalkan ia memeluk bantal guling. Walaupun begitu, ia menyelimuti kembali mantan istrinya itu dengan selimut yang diberikannya tadi, dan duduk di sebelahnya menatapi Nelie yang tengah terlelap dengan hijab yang di kenakan nya.

Bagaimana perempuan itu selalu menjaga auratnya dari pandangan lelaki. Bahkan sekarang, sehelai rambut pun tidak ingin ia tampakkan pada mantan suaminya itu yang jelas sudah melihat semua tentangnya.

"Betapa bodoh gue! Betapa bodoh gue menyia-nyiakan perempuan semahal dia. Dulu gue malu punya dia karena selalu bergamis, bertudung labuh, dia tidak pernah meninggalkan ibadahnya dan bodohnya gue sebut dia sok suci, sok alim,"

Tinta yang Permanen | Terbit√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang