22. Pilihan Terbaik

143 10 7
                                    

•┈┈••○❁🌼❁○••┈┈•

Jadilah pemenang dalam diam,
Dan biarkan mereka mengira bahwa kamulah yang kalah

- Nelie Martalianty

•┈┈••○❁🌼❁○••┈┈•

17. 58 WIB.
Suasana pedesaan yang tenang tanpa bisingnya kendaraan. Angin sore yang hangat dengan langit yang berbalutkan keindahan senja.

Nelie duduk di jendela kamarnya yang terdapat di lantai dua, menatap ke arah langit senja yang tampak indah dengan pemandangan pegunungan dan pohon-pohon pinus yang berjajar di bawahnya.

Sayup-sayup cahaya senja yang berwarna merah orange itu perlahan berubah menjadi ungu, yang kemudian di susul gelapnya malam dengan anginnya yang berubah semakin dingin.

"Kamu itu seperti senja! Datang membawa keindahan, dan pergi meninggalkan kegelapan," gumam Nelie, yang sedari tadi masih menatap langit walau senjanya sudah hilang.

Senja adalah waktu yang sangat ia sukai. Namun, senja juga yang membuatnya kembali mengingat kejadian-kejadian yang telah dialaminya. Perasaannya selalu tak karuan ketika melihat senja. Antara sedih dan bahagia, entahlah, semua itu tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Ia masuk ke dalam kamar dan menutup jendelanya. Memandangi buku-buku yang tertata rapi di dalam lemarinya, serta foto-foto masa sekolah yang berjajar di dinding dengan sejuta kenangannya.

"Kalian juga tau, aku pernah menuliskan harapanku di papan tulis waktu itu. Dan harapanku ialah sukses!" gumam Nelie seraya memandangi foto bersama kelas dua belas tersebut.

"Dan kalian mengira bahwa sekarang aku hidup bahagia, dengan rumah tangga yang harmonis ... Kalian sudah salah faham ... Masa depanku hancur, hidupku hancur ... Dan aku bingung harus memulainya dari mana lagi!" Lanjutnya dengan sorot mata yang sayu.

Ia berjalan ke arah cermin dan mulai menatapi dirinya.
"Aku masih muda, usiaku baru sembilan belas tahun ... Aku gak boleh putus asa begitu saja hanya karena satu lelaki brengsek itu. Masih banyak hal yang belum aku coba, dan akan ku buktikan pada mereka bahwa aku juga bisa!"

Tiga bulan tanpa kabar dari Devan. Nelie masih berstatuskan istri karena Devan belum juga menceraikannya. Nasib Nelie di gantung tak jelas. Seorang istri yang berjauhan dengan suaminya yang bahkan tak sepeserpun diberinya nafkah.

"Kalau tak punya uang buat menafkahi, setidaknya keluar satu ucapan yang menyenangkan hati. Eh aku lupa ... Sekarang kan yang di inginkan nya hanya ayu seorang!"

Nelie dengan hati yang lapang mengikhlaskan Devan melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Ia tidak diberinya nafkah pun, tidak menjadikannya masalah. Apalagi mengingat keuangan keluarga Devan yang sedang tidak baik-baik saja.

Gak punya uang, lantas kenapa so so an maen cewek sana sini ... Dasar mokondo.

Nelie tidak ingin berada di tempat yang sama, ia tidak mau terus-terusan berdiam diri saja. Timbul rasa mandiri dan keberanian yang meronta-ronta di dalam hatinya.

"Aku bukan wanita lemah, aku tidak mau bergantung pada orang lain terutama pada makhluk yang berbatang itu alias jantan! Aku akan mencari pekerjaan dan berjuang sendiri," gumamnya.

Tinta yang Permanen | Terbit√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang