Siang berbisik kepada malam
Tak pernah bersatu namun selalu abadi
Malam dibalut purnama
Bulan lagi-lagi bercerita
Aku terjerat
Dalam asa yang menyekap sisa-sisa rasa yang pernah ada
Seisi kelas bertepuk tangan atas sajak dari seorang mahasiswa yang duduk di bangku paling belakang. Giliran yang lain mengangkat tangannya.
Hujan berirama bersama air mata
Melodinya sendu melantunkan cerita
Terselip namaku dicatatan tinta pertamamu
Bergulir halaman itu tertimbun bersama waktu
Di catatan terakhirmu tak lagi ada tentangku
Dosen yang duduk di depan kelas tersenyum seraya mengangguk-anggukan kepala. Mempersilakan mahasiswanya yang lain untuk melanjutkan giliran. Serangkai sajak senilai tambahan nilai kuis. Para mahasiswa berlomba-lomba mencari peruntungan mereka masing-masing.
Salah satu mahasiswa perempuan dengan rambut keribo lebat tanpa dikuncir mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Sekarang gilirannya. Ia harus bekerja keras karena bisik-bisik tetangga bilang nilai kuisnya dua minggu lalu dapat C. Kali ini hanya cara ini yang bisa menyelamatkannya.
Keisya Wilhena-namanya. Ia bergegas berdiri. Berdeham. Menghela pelan napasnya. Bersiap membaca hasil pemikirannya sendiri.
"Puisi karya Keisya Wilhena. Berjudul... Pedal sepeda. Bismillahirahman dirahim."
Kring kring kring ada sepeda
Puisi itu baru dibaca sepenggal, tapi anak-anak di fakultas Ilmu budaya itu justru terburu-buru menimpalinya dengan tawa. Termasuk dosen mereka.
Keisya mendengus. Akan ia ulangi sekali lagi. Gwenchana!
Kring kring kring ada sepeda
Sepedanya beroda dua
Akulah pengayuhnya
Aku tidak berhenti mengayuh bersama pedal sepeda
Seisi kelas tertawa lagi. Keisya melotot karena tak terima. Tapi baiklah, mari lanjutkan!
Aku ingin berhenti tapi tidak bisa
"Sudah-sudah, Keisya. Kamu memang harusnya berhenti. Puisimu sepertinya masih banyak membutuhkan perbaikan." dosen di depan kelas itu memperbaiki posisi duduknya. Menyengir lebar.
Bahu Keisya langsung merosot. Teman-teman segengnya--disekelilingnya ikut menatapnya prihatin.
"Besok kita bahas tentang haiku. Dengan pola suku kata 5-7-5. Perhatikan alam sekitar kita. Rasakan apa yang ada di sekitar kita." dosen itu memberi arahan. "Tapi jangan kata pakai pedal sepeda. Kalian ini aneh-aneh saja, besok jangan-jangan kalian akan gunakan karet nasi uduk untuk puisi kalian."
Seisi kelas tertawa lagi, tapi pemilik puisi 'pedal sepeda' itu masih bersunggut-sunggut di kursinya.
"Its okay, Kei. Keren kok." Pricilla akrab dipanggil Sisil--teman segengnya mengacungkan jempol.
Keisya menggerucutkan bibir. Kalau begini ceritanya, tidak ada yang benar-benar bisa menyelamatkan nilainya.
"Kalian siapkan lima syair dari para pendahulu kita. Tugasnya dikumpul dipertemuan berikutnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense Of Belonging (TAMAT)
Romance(Adult Area 21+) (Karya 3) Namanya Keisya Wilhena. Usianya hampir 22 tahun alias sebentar lagi ia akan menjadi seorang sarjana. Hidupnya seperti anak muda pada umumnya. Kuliah--nongki-nongki bareng sahabat--ngereong tugas-tugas puisi bersama-sama. I...