"Tante nggak suka dengan sikap kamu yang berlebihan tadi, Dipta."
Raisa beberapa waktu lalu mengetuk pintu kamar, Dipta yang tengah membalut tangannya dengan perban terpaksa membukakan pintu. Tadi memang terjadi sedikit keributan kecil di tengah tangga.
"Apapun pilihan Saga, kamu nggak berhak menghakimi dia seperti itu."
Dipta menunduk, kembali menggulung perban untuk menutupi lebam di punggung tangannya. "Kiyara memang salah, Tante. Tapi Saga jauh lebih salah."
"Kamu nggak tahu masalah sebenarnya, kan?"
Dipta mengangkat wajahnya. Menatap adik dari ayahnya. Raisa sudah ia anggap sebagai ibu setelah kepergian kedua orangtuanya dua puluh dua tahun lalu.
"Mereka berpisah bukan hanya karena Kiyara membohongi kita semua. Tapi ada alasan yang lebih besar dari itu. Alasan yang kamu belum tahu."
"Alasan apa, Tante?"
"Temui sepupu kamu dan minta maaf sama dia. Ajak dia bicara baik-baik. Kamu tahu Saga orang yang tenang, kamu bisa bicarakan sama dia tanpa menggunakan kekerasan seperti tadi."
Dipta menghela napas. Dengan berat hati mengangguk. "Maaf, Tante."
"Kenapa kamu membatalkan perjodohan kamu dengan anak petinggi Rexbien, Dipta? Setelah kakek siuman tadi itu yang pertama kali dia sampaikan sama Tante."
"Itu," Dipta menggaruk rambutnya yang agak berantakan. Teringat kejadian semalam. Keisya sepertinya memang masih butuh kebebasan. "Aku cuma minta Kakek carikan calon yang lain. Jangan Keisya, dia masih terlalu muda untuk aku ajak berkomitmen."
"Itu juga yang jadi pemicu Kakek sakit belakangan ini." Raisa menyesalkan apa yang terjadi. Seperti mengulang kejadian puluhan tahun lalu, masalah datang bertubi-tubi dalam keluarganya. "Jangan bicarakan soal perceraian Saga dengan Kakek dan Nenek, Dipta. Kita simpan fakta itu untuk sementara waktu. Tante nggak ingin ada masalah lagi yang lebih dari ini."
Dipta mengangguk patuh.
"Untuk pekerjaan kita," Raisa melanjutkannya, "Biar Saga istirahat dulu. Dia akan ikut ke Sattle nanti. Kita juga akan ke sana hanya untuk urusan yang mendesak, sisanya biar Saga yang urus."
Dipta mengangguk lagi.
"Kamu urus kelanjutan pembangunan pabrik di Surabaya. Kita sudah menundanya berulang kali. Tante akan urus kontrak kerja sama dengan Agro Dynamic. Jangan diskusikan pekerjaan dengan Saga untuk sementara waktu ini, biar dia mengatasi masalahnya dulu."
Dipta mengangguk.
"Kiyara di mana, Tante?" ia ingin memastikannya.
Raisa mengangkat bahunya. "Tante nggak tahu dia di mana. Tapi Saga pasti tahu. Dan satu hal yang harus kamu tahu, Dipta,"
Dipta menatap.
"Saga pasti akan memastikan Kiyara baik-baik saja. Dia anak yang bertanggung jawab. Kamu sangat mengenal dia sejak kecil. Saga tidak akan pernah membiarkan Kiyara dalam bahaya."
Itu benar. Sejak dulu, Saga adalah sosok yang bertanggung jawab. Tapi alasan apa yang membuat mereka berpisah tiba-tiba?
***
"Kamu dipanggil Papa di ruang kerjanya."
Keisya menutup pintu belakang rumah dengan perlahan, tak menyangka menemukan saudara tirinya--Valencia, tengah di dapur. Meneguk segelas air.
Keisya hanya mengangguk. Lantas bergegas ke ruang kerja. Tidak ada basa-basi antara dirinya dan Valencia. Sejak dulu hubungan persaudaraan mereka memang tidak pernah akur. Tepatnya, Valencia yang tidak pernah mau mengakrabkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense Of Belonging (TAMAT)
Romance(Adult Area 21+) (Karya 3) Namanya Keisya Wilhena. Usianya hampir 22 tahun alias sebentar lagi ia akan menjadi seorang sarjana. Hidupnya seperti anak muda pada umumnya. Kuliah--nongki-nongki bareng sahabat--ngereong tugas-tugas puisi bersama-sama. I...