Hampir 4000 ribu kata, tepatnya 3960 kata. Selamat mabok baca. 🤣🤣🤣🤣🤣
Yang nggak like and komen semoga bisulan. Hahahaha 🤣🤣🤣🤣🤣
***
Kaca-balau semuanya. Dipta berdecak kesal. 'Stuck!' gerutunya dalam hati. Ia benar-benar stuck! Bisa-bisanya Keisya bertindak sejauh ini. Tidak melibatkannya. Kabur-kaburan. Tidak sadar sikapnya akan membuat susah anak-anak mereka.
Apa bocah keribo itu tidak memikirkan dampak dari keputusannya?
Dipta terus berjalan sambil menggerutu dalam hati. Sapuan lembut pendingin ruangan menebus kaos hitamnya. Urusan Keisya belum kelar, eh bertambah lagi, benar-benar menyebalkan.
"Pagi... Mas Dipta..." salah satu asisten rumah yang sedang menyapu ruang tamu menyapanya ramah.
Ia hanya balas mengangguk tanpa bicara. Terus melangkah menuju kamar Wisnu, si kakek tua menyebalkan itu.
"Mas Dipta!"
Astaga, pria itu merutuk lagi dalam hati. Tetap berjalan tanpa menghiraukan satu asisten rumah yang lain di belakangnya berusaha menyusul.
"Mas Dipta, nggak bawa koper?" asisten rumah itu bertanya.
Dipta melirik sekilas Tina yang berjalan di sampingnya. Menjawabnya dengan gelengan kecil.
Siapa Tina? Tina adalah wanita dengan rambut sebahu, tapi bukan asisten rumah sebenarnya. Karena tugasnya lebih fokus kepada Ratna, mengurus semua keperluan. Termasuk membantu mendorongkan kursi roda. Sudah empat tahun belakangan, Ratna menggunakan kursi roda, dan selama itu Tina menjadi bagian dari penghuni rumah Wisnu Reksadinata.
"Nenek Ratna tadi bilang maunya Mas Dipta pulang, tinggal di sini."
Dipta tetap diam.
"Nenek drop parah, Mas Dipta." Tina tersenyum centil. Menyesuaikan langkah pria tampan di sampingnya. "Tadinya mau dirawat inap, tapi Nenek Ratna nggak mau. Setelah Kakek Wisnu sakit, Nenek Ratna gantian sakit. Duh, saya jadi sedih."
Tina merapikan tatanan rambutnya, takut-takut kurang rapi. "Mungkin Nenek Ratna lagi kangen banget sama Mas kali yaaaa, Nenek Ratna kan sayang banget tuh sama Mas Dipta."
Dipta tetap malas menanggapi. Sebenarnya, juga sedikit risih setiap kali harus meladeni Tina yang berusaha mengajaknya mengobrol. Selama ini ia menghargai karena Ratna memakai jasa wanita itu, tidak lebih.
"Ada dokter juga di dalam kamar Nenek, Mas."
Dipta mendadak berhenti. Tina jadi ikut-ikutan berhenti.
Pintu kamar di depan mereka separuh terbuka. Dipta menatap kesal punggung Wisnu Reksadinata yang sedang membelakanginya. Huh, dengusnya dalam hati. Selain Keisya di urutan pertama orang yang paling menyebalkan, di bawahnya dihuni oleh kakek tua itu, yang sewaktu lalu mengusirnya, sekarang justru memintanya segera pulang.
"Tuh, ada dokternya Nenek juga, Mas. Tiga hari lalu juga ke sini periksa Nenek." Tina memberitahu, menunjuk ke depan. "Dari kemarin Nenek Ratna itu nanyain Mas terus... Takut Mas Dipta belum makan. Mau telepon tapi Kakek nggak kasih izin Nenek. Kasihan Nenek Ratna."
Dipta merutuk lagi dalam hati. Sejujurnya, ia malas bertemu Wisnu. Dengan kehadiran dokter di dalam kamar, seharusnya ia punya alasan untuk kembali ke kontrakan saja, menunggu Keisya yang kemungkinan mengunjungi rumah Tara lagi. Tapi melihat wajah tua yang terbaring lemas di atas tempat tidur, hatinya seketika tidak tega.
Ia putuskan melangkah lagi. Melewati pintu kamar tanpa mengetuknya. Dan, suara Ratna membuat dua orang lain di kamar itu ikut menoleh, akhirnya menyadari kedatangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense Of Belonging (TAMAT)
Любовные романы(Adult Area 21+) (Karya 3) Namanya Keisya Wilhena. Usianya hampir 22 tahun alias sebentar lagi ia akan menjadi seorang sarjana. Hidupnya seperti anak muda pada umumnya. Kuliah--nongki-nongki bareng sahabat--ngereong tugas-tugas puisi bersama-sama. I...