BAB 30 MISI BERSAMA

232 17 5
                                    

"Di mana, sih?"

"Aing lagi maen! Dikata kita lagi maen. Rewel amat ente."

"Ck, lama."

"Ye, sabar toooong. Ntar gue ke sono!"

"Aku sendirian."

"Iyeee, bawel banget bapak satu, neh."

"Aku jemput aja. Kamu di mana?"

Keisya mendengus kesal. Menghadapi Dipta ini seperti menghadapi anak king kong, sulitnya luar biasa. Dan, Keisya sungguh malu ditelepon di dekat teman-temannya. Nada, Tara, dan Pricilla kompak menutup mulut--- menahan diri menertawainya.

"Lagi maen gue, Dipta... Ya Allah Rabbi... Gue lagi maen... nggak paham banget anak muda."

"Mainnya kok lama? Dulu, aku seusia kamu main nggak pernah lama."

Keisya menepuk dahi.

"Dua jam lagi, lu telepon lagi, deh. Nggak usah bawel!"

"Okay."

"Udeh, ya?"

"Mau makan apa? Aku masakin."

Nada, Pricilla dan Tara saling tatap. Menyengir lebar.

"Apa aja lah..." Keisya pasrah melihat ekspresi ketiga sahabatnya. Mereka pasti telah menyiapkan amunisi untuk mengolok-oloknya setelah ini. "Suka-suka lu mau bikin apa. Ntar gue makan."

"Okay. Aku buatin kamu nasi goreng, ya? Tapi nanti dua jam lagi aku telepon kamu. Awas lho nggak diangkat, aku potong gaji kamu."

"Anceman lu ngeselin tuwir!"

"Tuwir apa?"

"Tua Bangka. Bangkotan. Bau tanah!"

"Heh!"

Keisya yang tidak lagi tahan akhirnya mematikan telepon secara sepihak. Sudah tidak tergambarkan lagi wajahnya yang mirip kepiting rebus, bersiap diri dilumeri saus asam oleh ketiga sahabatnya.

"Gue rasa lu happy banget sama perjodohan dari Prabu." Tara yang duduk di balik setir, bicara lebih dulu.

"Siapa sih yang nggak happy dapet cowok kayak Dipta." Pricilla menimpali.

Sedang, Nada yang duduk di sebelah Keisya tersenyum, senang melihat rona di wajah sahabatnya.

"Ck, Dipta bawel juga ya ternyata. Gue kira cuek dia orangnya." Tara melihat kaca spion. Jalanan di luar mobilnya nampak sepi. Tidak ada satu pun kendaraan melintas. Ia menyalakan ponsel, jam digital menunjukan pukul delapan lebih lima belas menit.

"Nggak sanggup sumpah banyangin anak Keisya nanti kalau benihnya ditanam sama Dipta. Ganteng banget itu cowok." imbuh Pricilla dengan wajah mupeng (muka pengen).

Tara menyeringai. Melirik wajah merona Keisya dari spion tengah.

"Emang si kibouw ngerti cara bikin anak?" ia bergurau. "Ntar baru dimasukin dikit langsung heboh lagi sekomplek. Teriak-teriak minta tolong."

Keisya balas melotot. Tara tertawa.

"Udahlah, gaes. Kasihan kesayangannya Pak Faisal, mukanya nggak ketolong lagi." Pricilla segera memperbaiki posisi duduknya. Kembali fokus dengan tujuan awal mereka. "Jadi gimana kita, nih? Keisya, lu siap nggak?"

Keisya mengangguk mantap. Menoleh ke luar jendela. Hanya ada cahaya dari lampu-lampu penerang di bahu jalan.

Mereka memang sedang mengintai situasi, sebelum sungguhan beraksi.

Sense Of Belonging (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang