Bukan hanya Sarah yang menghadapi masalah. Keisya juga harus menghadapi sandiwara di depan Prabu yang sedang murka. Keisya tidak terlibat. Itulah yang dikatakan Faisal demi membela putrinya. Namun, siapa yang percaya? Prabu tidak akan mempercayainya semudah itu.
Beberapa detik lalu, tangan kakek tua itu telah menarik keluar pistol favorite-nya dari dalam laci.
Dan Lagi-lagi benda kesayangan itu menjadi kebanggaannya untuk menakut-nakuti orang lain.
"Faisal," Prabu memutus senyap. "Sudah pernah aku katakan, jangan sekali-kali bermain-main denganku."
Keisya mengepal tangan.
"Ini kedua kalinya rencanaku gagal. Aku yakin, putrimu adalah dalangnya."
"Papa belum punya bukti. Dan, Keisya..." Faisal membantah, menatap putrinya. "Dia bersama Dipta malam itu."
Prabu menarik selembar tisu dari dalam kotak. Mengelap pistol dengan hati-hati.
"Bila aku berkenan mudah bagiku menembak kepala putrimu sekarang juga." memeriksa stok pelurunya.
Keisya yang berdiri bak terdakwa, berkali-kali menahan napasnya. Berusaha tidak gentar. Ini bukan kali pertamanya menghadapi ancaman seperti ini. Kelemahannya hanya membuat kakek tua di balik meja itu senang dan sungguh ia tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Apa maumu, Keisya?" tanya Prabu.
Keisya diam sejenak. Semua menunggu jawabannya.
"Saya mau anda berhenti melakukan semua hal gila ini." ia menjawab dengan tegas. Jawaban itu membuat Faisal terkesiap, juga Valencia yang berdiri di samping ayahnya. "Anda sudah terlalu jahat melimpahkan kesalahan orang kepada orang lain yang tidak bersalah."
Prabu menatap marah.
"Orangtua anda," Keisya lanjut bicara. "Mereka mati oleh massa. Itu bukan kesalahan Wisnu apalagi cucunya. Dan kepemilikan bank itu, ayah anda sendiri yang memutuskan mempertahankan bank itu, alih-alih menjualnya. Semua itu bukan salah Wisnu Reksadinata."
Faisal menghela napas pelan.
"Berani sekali kamu mengomentari kehidupan masa laluku." Prabu berdiri--- dengan pistol di tangannya, melangkah penuh keyakinan. "Sepertinya, aku terlalu baik selama ini hingga kamu tidak mengenal siapa aku sebenarnya."
Plak!
Wajah Keisya terhempas ke sisi kanan. Tamparan itu tepat mendarat di atas pipi kirinya. Faisal yang terkejut nyaris berlari, tapi tangan yang terjulur lebih dulu menahannya.
Valencia menggeleng. Faisal menghela, meremas jemari.
"Kamu akan menyesal berani mengomentari kehidupanku, Keisya."
Keisya menatap berani. Dagunya terangkat.
"Tatapan itu tidak berarti apa-apa." Prabu menyeringai. "Karena kamu bukan lawan yang sebanding denganku."
Mereka saling bersitatap.
Hingga Keisya (tiba-tiba) tertawa.
Tawa yang melenyapkan seringai Prabu seketika. Faisal dan Valencia menatap waspada.
"Anda panik, kan?" Keisya balas menyeringai. "Karena rencana anda semuanya, gagal total!"
Prabu meremas pistol.
"Sekarang apa yang mau anda lakukan, ha? Dipta bahkan sekarang tahu siapa anda. Tinggal menunggu waktu yang tepat sampai Wisnu akan mencium kebusukan anda, dan setelahnya anda akan bertemu dengan lawan sebanding seperti yang anda harapkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense Of Belonging (TAMAT)
Romansa(Adult Area 21+) (Karya 3) Namanya Keisya Wilhena. Usianya hampir 22 tahun alias sebentar lagi ia akan menjadi seorang sarjana. Hidupnya seperti anak muda pada umumnya. Kuliah--nongki-nongki bareng sahabat--ngereong tugas-tugas puisi bersama-sama. I...