16. Monster Penghisap Darah

420 34 2
                                    

Triana.

Membungkukkan tubuhnya ke depan, Vlador mensejajarkan wajahnya dengan milik Triana dan membuat senyum tipis. “Jika kau memang merasa bersalah, bukankah itu artinya kau harus mengerti jika aku menginginkan pembalasan?”

Tubuh Triana menegang. Ia ingin kabur, namun wajahnya entah sejak kapan telah berada dalam genggaman Vlador. Meneguk susah payah, Triana bergumam, “A-apa?”

“Leluhurmu telah membantai keluargaku, pelayan-pelayanku, dan merampas hartaku. Kini, keturunan mereka berada di hadapanku. Apa yang bisa aku lakukan untuk membuatnya merasakan penderitaanku? Ada banyak cara untuk menyiksa seseorang tanpa benar-benar membunuhnya, ‘kan?”

Siksaan? Triana pernah membaca tentang berbagai jenis siksaan yang diberikan kepada penjahat dan pembelot kerajaan. Masing-masing dikategorikan berdasarkan tingkat kejahatan. Namun dari itu semua, tidak ada satu pun yang sanggup ia baca hingga akhir karena terlalu keji.

Apakah Vlador akan menyiksanya dengan salah satu cara mengerikan itu?

“Jangan merasa bertanggung jawab atas suatu hal jika kau tidak bersedia melakukannya.” Bisik Vlador.

Napas tertahan Triana seketika terlepas ketika tangan Vlador melepaskan rahangnya. Ia mencengkram dadanya karena debaran jantungnya membuat dadanya seakan hendak meledak.

“Bukan kau yang membantai vampir. Dosa leluhurmu adalah tanggungan mereka; Itu tidak ada hubungannya denganmu. Kau tidak bisa memilih darah siapa yang mengalir di dalam nadimu.” Vlador menegakkan punggungnya kembali.

Triana mengerjap beberapa kali. Mungkin ini hanya perasaannya, namun saat mengatakan kalimat itu, terdapat sarat kesedihan pada kedua mata tajam Vlador.

Apa yang Vlador katakan bertolak belakang dengan apa yang orang-orang di sekitar Triana katakan. Mereka berkata bahwa seseorang akan menanggung dosa orangtua dan leluhur mereka. Itulah yang menjadi alasan seseorang harus menjaga perbuatannya agar tidak menimbulkan penderitaan bagi keturunannya.

Namun kalimat Vlador barusan memberikan pandangan baru pada Triana. Mengapa pola pikir seperti itu bisa muncul di benak Vlador? Apakah pengajaran untuk bangsa vampir berbeda dengan manusia?

“Kau ingin mencari jubah, benar?”

Tersadar dari lamunannya, Triana menoleh ke kanan dan kiri karena menyadari Vlador tidak lagi berada di hadapannya. Namun sebuah lentera yang menyala di kegelapan kamar membuat Triana menyadari bahwa sosok vampir itu telah berdiri di belakang sebuah pintu. Sejak kapan ia jalan ke sana?

“Iya, kau benar." Jawab Triana.

“Ikut aku.” Ucap Vlador sebelum membuka pintu kamarnya.

Setengah berlari menghampiri Vlador, Triana memperlambat langkahnya saat keluar dari pintu yang terbuka. Udara lembab dan dingin membuat bulu kuduknya meremang. 

Menuruni tower dengan tangga melingkar itu, mereka sampai di aula utama kastil yang mendapat penerangan dari cahaya matahari yang menembus jendela-jendela yang telah pecah.

Menatap sekeliling, Triana tidak percaya ia sedang berdiri di aula yang sempat ia lewati kemarin malam bersama para pengawalnya. Dengan pencahayaan yang lebih baik sekarang, ia menyadari bahwa sesungguhnya kastil ini memiliki arsitektur yang cukup indah meski tidak besar.

Vlador membawa Triana menuju lorong lainnya hingga mereka tiba di kediaman pelayan, di mana terdapat beberapa ruangan yang saling berhadapan.

Mengikuti Vlador masuk ke dalam ruangan paling ujung, Triana mendapati sebuah ruangan besar dengan banyak sekali lemari.

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang