49. Bunga Anggrek

194 19 20
                                    

Triana.

Matanya terbelalak. Mulutnya seketika mengering.

“Kau sungguh menikmatinya?” Tanya Vlador lagi, kini dengan kekehan tidak percaya.

Segera menggeleng, Triana meneguk liur untuk membasahi kerongkongannya. “Tuan Vlador… sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan? Aku adalah orang yang paling tersiksa dalam kegiatan ini. Mataku lelah dan pundakku tegang.”

“Senyum di wajahmu berkata lain, Itik.” Ucap Vlador sebelum menghela. Lalu ia menarik sebuah buku yang terletak di tumpukan paling atas. “Gunakan waktumu sebaik mungkin. Kita masih harus mencari obat dan herbal untuk putra si pemilik hotel.”

“Aku tahu apa yang harus aku lakukan, Tuan Vlador.” Ucap Triana seraya mengambil sebuah buku yang membahas tentang parasit.

“Maka aku akan mengharapkan hal besar darimu.” Sahut Vlador, membuka bukunya dan menuangkan fokusnya ke sana.

Dengan mata menyipit, Triana menatap sisi wajah Vlador yang sibuk membaca bukunya sendiri. Itu semakin mengesalkan ketika seseorang yang menyebalkan memiliki rupa yang begitu indah hingga terasa mustahil untuk membencinya.

Namun bukan hanya karena keindahan wajah Vlador yang membiaskan cahaya keemasan mentari dari jendela, namun karena pria itu adalah orang pertama yang memberikan kepercayaan pada Triana dan mengandalkannya atas kemampuannya, bukan kecantikannya.

Itu adalah hal yang lucu bagaimana ia tidak pernah diperlakukan sebagai seorang manusia oleh manusia, namun diperlakukan sebagai manusia oleh vampir.

Menghela panjang, Triana beralih pada bukunya dan mulai membaca.

Waktu berlalu seperti air yang terus mengalir di sungai yang tenang. Buku demi buku dan gulungan demi gulungan singgah di tangan Triana. Bersama Vlador, ia membahas berbagai kemungkinan parasit atau jamur yang menginfeksi putra Moisey dan obat atau ramuan untuk menyembuhkannya.

“Aku akan membunuhmu dan meminum darahmu hingga kering.”

Tubuh Triana terlonjak dan matanya terbelalak. Ia mengangkat kepalanya dari atas meja.

“Apa yang salah denganmu?”

Menoleh, Triana mendapati Vlador tengah menatapnya dengan kening mengkerut. Ia tidak lagi duduk di sampingnya, melainkan berdiri di sisinya yang lain.

“Apa kau bermimpi buruk?” Tanya Vlador lagi seraya meletakkan gelas di hadapan Triana. “Minumlah. Kau kekurangan cairan hingga aliran darahmu melambat.”

Menatap gelas itu beberapa saat, Triana meraihnya dan meminum isinya yang menyegarkan hingga habis. “Terima kasih.”

“Matahari hampir terbenam. Kita bisa pergi sekarang.” Ucap Vlador seraya membereskan buku-buku di atas meja.

“Sejak kapan aku tertidur?” Tanya Triana.

“Tidak lama.” Jawab Vlador asal.

Masih memperhatikan Vlador, jantung Triana berdegub agak keras. Ia memang bermimpi buruk barusan.

Di mimpinya, ia kembali melihat sosok Vlador yang tengah meminum darah Vera di kamar yang mereka gunakan tadi. Dengan mulut berlumuran darah dan mata merah menyala, Vlador berkata akan membunuhnya.

“Tuan Vlador,” Ucap Triana pelan.

“Apa?” Vlador hanya meliriknya sekilas.

Meneguk liur, Triana melanjutkan, “Maaf untuk kejadian pagi tadi.”

Ucapan Triana membuat Vlador menghentikan kegiatannya. Ia menatap Triana dengan kening mengkerut. “Kejadian apa?”

“Ke-kejadian saat… saat…” Triana tidak dapat melanjutkan kalimatnya.

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang