35. Menagih Janji + Catatan Author

251 32 5
                                    

Triana.

Suara petir memanggil kesadaran Triana ke permukaan. Samar namun pasti, ia mulai mendengar suara hujan deras yang mengelilingi kepalanya, dan menyadari rasa sesak hebat di dalam dadanya.

Mengerutkan kening, Triana berusaha membuka mata namun tubuhnya seakan lumpuh. Di tengah suara hujan dan gemuruh petir, ia juga mendengar suara detak jantungnya sendiri yang begitu lambat. Meski begitu, ia merasakan kehangatan di sekeliling tubuhnya.

“Itik…”

“Itik! Apa kau sudah sadar?”

“Hei… bangunlah!”

Panggilan-panggilan itu menarik kesadaran Triana untuk bangkit. Keningnya kembali mengkerut ketika ia merasakan tepukan-tepukan hangat di pipinya. Perlahan, ia mampu membuka matanya untuk mendapati wajah seorang pria berada tepat di depan kedua matanya. Itu adalah Vlador.

“Kau sudah sadar? Berusahalah untuk bangun atau kita akan mati!” Ucap Vlador seraya terus menepuk pipi Triana.

Mengerang lemah, Triana berusaha membuka matanya lebih lebar hingga pandangan buramnya menjernih. Dari mulutnya yang kering, ia berusaha mengeluarkan suara, “Tuan…”

“Bagus. Kau sudah cukup sadar.” Ucap Vlador seraya mengangkat punggung Triana ke posisi duduk. “Hisap dan telan.”

Merasakan sesuatu yang hangat menempel pada mulutnya, Triana memundurkan kepalanya untuk mendapatkan pemandangan yang lebih jelas, dan menyadari bahwa benda itu adalah pergelangan tangan Vlador yang mengalirkan darah segar di sekitar jalur nadinya.

“Ti-tidak…”

“Tsk! Jangan banyak protes! Ini sudah waktunya kau meminum darahku. Apa kau tidak merasakan jantungmu melemah? Kau akan membunuh kita berdua jika tidak minum sekarang.” Omel Vlador. Lalu ia mencengkram rahang Triana dengan satu tangan. “Buku mulutmu, dan minum!”

Tidak dapat melawan paksaan Vlador dalam kondisi tubunya yang lemah dan kesadaran yang belum sempurna, Triana membuka mulutnya. Tanpa basa-basi, Vlador langsung menyodorkan pergelangan tangannya yang berdarah ke mulut Triana.

Cairan kental dan hangat seketika membanjiri mulut Triana. Aroma aneh seperti logam dan tanah basah memenuhi indra penciumannya. Kening Triana mengkerut keras dan tenggorokannya menggetarkan erangan.

Itu adalah darah. Vlador sedang menyekoki Triana dengan darahnya yang terus mengalir. Pandangan Triana kembali buram dan kepalanya terasa berputar. Namun yang aneh, lidahnya merasakan sensasi janggal. 

Seharusnya darah Vlador membuatnya mual dan ingin muntah, namun tanpa sadar, Triana telah mencengkram lengan keras Vlador sementara lidahnya bergerak menurunkan cairan hangat itu melewati kerongkongannya, dan mulutnya terus menarik cairan tersebut keluar dari luka pada pergelangan tangan vampir itu.

Triana tidak pernah merasa selapar dan sehaus itu. Dan ia yakin itu bukanlah rasa lapar dan haus biasa karena membuat seluruh organ dalamnya terasa mengering dan menciut. Namun darah yang ia teguk membuat semuanya kembali seperti semula, kepada fungsi normal mereka masing-masing.

Kesadaran Triana kembali penuh. Jantungnya sudah berdetak normal dan seluruh indranya telah berfungsi kembali. Ia tidak pernah merasa sesehat sekarang.

Membuka matanya, Triana mendapati kedua mata Vlador tengah menatapnya dingin dalam jarak yang terlalu dekat. Ia segera melepaskan mulutnya dari pergelangan tangan pria itu.

“Maaf! Aku sungguh minta maaf!” Ucap Triana seraya memundurkan kepalanya hanya untuk membenturkannya pada bingkai jendela.

Lalu Triana menyadari bahwa ia tengah berada di dalam kereta kecilnya yang sangat menyesakkan karena terdapat tumpukan peti kayu dan beberapa benda lain. Namun yang membuatnya terkejut adalah keberadaan dirinya dan Vlador yang terlalu dekat.

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang