13. Catatan Penyihir

350 25 2
                                    

Vlador.

“Aku percaya memeriksa ini tidak akan membunuhku.” Ucap Vlador seraya menerima benda yang Triana tunjukkan padanya.

Tentu saja, dari tumpukan sampah yang kelihatannya adalah bahan-bahan witchcraft, sebuah tongkat kayu kecil yang terbungkus dengan kain dan diikat oleh sehelai tali merah adalah sesuatu yang patut dicurigai. Tanpa harus membukanya, bisa dipastikan itu adalah surat atau matera.

Dengan gesit, jari Vlador menarik simpul tali merah itu dan membuka gulungannya. Potongan kain putih yang membungkus kayu itu langsung terlepas dan terjatuh, namun tangan Vlador yang satunya meluncur ke bawah hingga kain tersebut mendarat tepat di atas telapak tangannya.

Kedua mata Triana membesar. “Ada tulisan di sana,”

Membuka pecahan kain itu, Vlador mempelajari isinya selama beberapa detik hanya untuk mendecakkan lidah. “Ini adalah bahasa penyihir.”

“Oh…” Triana menghela panjang, seakan semangatnya ikut menguap bersama napas yang ia lepaskan. Namun hanya membutuhkan satu detik kemudian untuk kedua matanya kembali membesar. Lalu ia menjulurkan tangannya pada Vlador. “Bolehkah aku memeriksanya? Aku pernah mempelajari bahasa penyihir.”

“Kau pernah?” Kening Vlador mengkerut.

Mengalihkan matanya ke arah lain, Triana berdehem sekilas dan menjawab, “Yah… aku tidak serius dalam melakukannya. Aku hanya sedikit penasaran sehingga mengintip beberapa buku yang bukan milikku. Ini… adalah rahasia. Aku harap kau tidak mengatakannya pada siapa pun karena orangtuaku mungkin akan terkena masalah karenanya.”

Vlador menatap gadis yang terlihat sedang menahan napas itu. Mempelajari bahasa penyihir adalah hal tidak lumrah untuk dilakukan oleh bangsawan, apalagi gadis berkelas tinggi sepertinya. Namun Triana terlihat jelas menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang salah. Bibirnya selalu berkata bahwa ia adalah putri penurut, namun di balik itu ia adalah pemberontak. Semua bangsa manusia memang naif.

“Kalau begitu terjemahkanlah,” Vlador menyerahkan kain perca itu pada Triana.

Menekan senyuman, Triana menerima kain tersebut. “Terima kasih.”

Berfokus pada isi kain itu, Triana mengerutkan keningnya dan mata bulatnya beberapa kali mengerjap. Iris birunya bergerak dari bawah ke atas, lalu mengulanginya lagi.

“Kutukan, darah, mereka, merah, biru, mati, jantung, um… gadis?” Triana bergumam.

Mengangkat pandangannya, Triana menatap Vlador yang sejak tadi memperhatikannya untuk menunggu hal berguna apa yang dapat ia lakukan.

“Itu semua adalah kata-kata yang dapat aku baca dari catatan ini.” Jelas Triana.

“Dari beberapa baris kalimat, kau hanya bisa mengartikan beberapa kata?” Tanya Vlador, mengangkat satu alisnya.

Triana berdehem dan mengangguk. “Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku hanya mempelajari bahasa penyihir sangat sedikit, itu pun secara sembunyi-sembunyi. Bahasa penyihir adalah salah satu bahasa tersulit di dunia. Ini bahkan ditulis dari bawah ke atas.”

Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya panjang, Vlador mengangguk. “Baiklah. Meski masih belum diketahui apakah isi kain itu adalah mantera atau pesan biasa, itu memang berkaitan dengan kutukan. Di sana juga terdapat kata darah, jantung, dan gadis. Aku rasa itu cukup mewakilkan kutukan yang menimpa kita.”

“Aku pun berpikir begitu, Tuan Dracount.” Triana mengangguk yakin.

“Vlador.”

Kening Triana mengkerut. “Maaf?”

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang