21. Harus Segera Berpisah

295 28 4
                                    

Triana

Rasa menusuk di dalam dadanya membuat bibir Triana gemetar. Vlador bukan hanya memiliki taring yang tajam, namun juga lidah yang mudah melukai hati orang lain. Namun sesungguhnya, yang membuatnya terluka adalah fakta yang tersemat di dalam kalimat pria itu.

Triana bersyukur orangtuanya selama ini sangat melindunginya. Mereka telah menjaga dan mengurusnya dengan begitu baik hingga terkadang ia merasa tidak adil pada saudari-saudarinya. Namun segala hal baik terkadang memiliki sedikit sisi buruk. Untuk kasus yang Triana alami, perlindungan orangtuanya membuat ia merasa seperti terkurung di sangkar emas.

Kalimat Vlador bagaikan sebuah cap yang melegalkan perasaan Triana yang selama ini ia sangkal dan sembunyikan. Ia tahu bahwa ia beruntung terlahir di dalam keluarga terpandang yang menyayanginya. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia rindu menghirup udara bebas, melompat-lompat, dan berlarian di padang rumput.

Cahaya redup menyadarkan Triana dari lamunannya. Itu adalah pintu lorong yang sedang bergerak terbuka. Vlador menurunkannya dari gendongan ketika mereka keluar dari lorong itu.

“Terima kasih,” Ucap Triana pelan seraya merapihkan gaunnya.

“Seharusnya kau bisa melihat cukup baik sekarang. Peganglah lenganku, kita berjalan pelan keluar.” Ucap Vlador seraya menyodorkan lengannya yang ditekuk.

Mengangguk pelan, Triana menyelipkan tangannya di lengan Vlador. Ia bukannya tidak menyadari ekspresi keras pada wajah pria itu. Kelihatannya Vlador kesal karena harus menggendongnya selama di lorong itu hingga memutuskan untuk menurunkannya meski sekarang mereka masih harus berjalan tanpa lentera di kastil yang gelap.

“Kau tidak mengenakan jubahnya?” Tanya Vlador sebelum benar-benar melangkah.

“Aku rasa aku tidak memerlukannya lagi.” Jawab Triana.

Vlador mengangguk sekali lalu mulai berjalan lebih lambat. “Perhatikan langkahmu.”

“Baik.” Jawab Triana, memaku tatapannya ke lantai karena ia memiliki Vlador di sampingnya yang menuntun arah jalan.

Gelapnya keadaan kastil menyadarkan Triana bahwa di luar matahari pasti sedang terbenam. Sebentar lagi mereka akan memulai perjalanan menuju kediaman Winston, mantan gurunya.

Jika Winston berhasil mengartikan isi catatan penyihir itu, apakah mereka bisa mencabut kutukan yang mengikat mereka? Apakah tidak lama lagi mereka dapat terbebas dan berpisah? Mereka tidak akan bertemu lagi, dan kembali pada kehidupan masing-masing.

Selama ini Triana tidak pernah mendengar tentang keberadaan vampir yang masih hidup. Jika Vlador terbebas dari kutukan, apakah ia akan membuat kekacauan? Apakah ia akan berburu darah manusia? Namun, semakin lama waktu yang ia habiskan bersama Vlador, semakin ia meragukan kekejamannya.

Lalu jika orang-orang mengetahui ada vampir yang berkeliaran, mereka pasti akan memburunya, ‘kan? Mereka akan membunuh Vlador.

Triana menaikkan pandangannya, menatap wajah Vlador.  Ia memang menyeramkan karena ia adalah vampir yang telah membunuh pengawal-pengawal Triana. Namun sedikit kebaikan yang Triana rasakan dari Vlador membuatnya tidak mampu membayangkan jika kepala pria itu dipenggal dan tubuhnya dibakar seperti tradisi pemusnahan vampir yang tertulis di buku sejarah.

“Ah!” Tiba-tiba kaki Triana tidak sengaja menendang sesuatu hingga tubuhnya oleng ke depan.

Namun, lagi-lagi, ia tidak terjatuh karena Vlador dengan sigap menahan lengannya.

“Aku sudah memperingatkamu untuk memperhatikan langkahmu. Kenapa kau malah menatap wajahku?” Omel Vlador.

“Aku minta maaf,” Ucap Triana, segera menunduk untuk menyembunyikan rasa hangat di sekujur wajahnya. Lalu ia mencoba meluruskan, “Aku bukannya sedang memperhatikanmu. Ya, aku memperhatikanmu, tapi bukan memperhatikan wajahmu. Aku tidak sengaja memperhatikanmu karena aku sedang memikirkan sesuatu.”

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang