33. Jeruji Penyangkalan

274 26 12
                                    

Vlador.

Pintu itu terbuka, menampakkan isinya yang tidak berbeda dari kamar mewah gadis bangsawan kebanyakan.

“Lady Catherine berkata untuk tidak keluar dari kamar ini. Kami akan terus berjaga di depan pintu." Ucap salah satu dari dua penjaga pria yang ditugaskan untuk mengawal mereka.

“Aku tahu.” Jawab Triana, nyaris terdengar seperti bisikan.

Melangkah masuk ke dalam kamar itu, Vlador menghampiri jendela terbesar yang mengarah ke Hutan Winder, hutan yang berbatasan dengan wilayah istana Galvadea. Lalu ia mengampiri jendela lainnya dan tertawa kecil. “Mereka bahkan memiliki waktu untuk memaku semua jendelanya sebelum kita sampai.”

Seperti yang Stevanus katakan, mereka diantar menuju villa Terax dengan kereta kuda secara diam-diam melalui pintu belakang istana. Melihat salah satu villa mewah milik keluarga Galev, Vlador dapat menyimpulkan betapa terpandangnya Duke Stevanus.

Meninggalkan jendela, ia melangkah menuju lemari laci putih yang memiliki ukiran-ukiran burung dan bunga dan menjadi tempat bagi deretan boneka porcelain berukuran kecil. Lalu ia menoleh pada interior lainnya yang juga menampung berbagai benda mewah remaja perempuan.

Sebuah senyum miring terbentuk di wajah Vlador. “Kau dibesarkan dengan nyaman.”

Namun, berbeda dari biasanya, ia tidak mendapat jawaban, sehingga ia menoleh untuk menemukan Triana tengah duduk di pinggir ranjang dengan kepala tertunduk.

“Kelihatannya sikap mereka sangat mengejutkanmu.” Ucap Vlador, melangkah menghampiri gadis itu dan berdiri di hadapannya.

“Mereka bahkan membiarkanku berada di sini bersamamu,” Gumam Triana.

Mengerutkan keningnya, Vlador tetap diam dan menyadari rintik air jatuh membasahi pangkuan Triana.

“…bersama seorang vampir pemakan manusia. Vampir yang telah membunuh Grivin dan yang lain. Mereka bahkan takut padamu namun…” Triana menarik napas singkat hingga nyaris tersedak. “…namun mereka membiarkanmu menawanku dan bahkan mengurungku di sini bersamamu. Mereka tidak bertanya apakah selama ini kau menyakitiku atau tidak.”

Menghela panjang, Vlador melipat lengan di depan dada. “Aku pikir kau akan terus menutup mata hingga akhir hayatmu.”

Triana mengangkat wajahnya dan menatap Vlador dengan air mata yang terus mengalir. “Aku adalah putri kesayangan mereka. Bukankah seharusnya mereka memiliki alasan?”

“Aku yakin kau mengetahui alasannya.” Vlador mengangkat satu alisnya.

Kembali menjatuhkan pandangannya, Triana berusaha mengusap air matanya dan mengangguk. “Sejujurnya… mengetahuinya terasa lebih menyakitkan dibandingkan menjadi orang bodoh.”

“Perlakuan orang lain terhadapmu tidak pantas membuatmu memilih untuk menjadi bodoh.” Ucap Vlador, lalu terkekeh singkat. “Meski itu sejak awal adalah sebuah kebodohan jika kau peduli pada sikap orang lain padamu.”

“Mereka adalah keluargaku.” Ucap Triana tegas.

Vlador membungkukkan punggungnya, lalu mendekatkan wajahnya dengan milik Triana, dan berbisik sambil tersenyum, “Percayalah hanya pada dirimu sendiri, maka air mata itu tidak akan menetes.”

Tiba-tiba terdengar suara dari luar pintu kamar, membuat Vlador menegakkan punggungnya kembali sebelum pintu itu terbuka. Stevanus melangkah masuk, dan tatapannya langsung menembak Vlador yang tengah berdiri di samping putrinya.

Dari pintu yang sama, istrinya, Catherine, melangkah masuk bersama seorang wanita tua yang rambut putihnya disanggul rapih. Dengan banyaknya garis usia di wajahnya, ia masih memiliki tubuh yang nampak kuat meski tulang punggungnya sedikit membungkuk.

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang