23. Aroma Tubuh

347 26 6
                                    

Triana.

Hawa hangat dari perapian seakan memeluk Triana, terasa seperti pelukan ibunya.

Terus mengarahkan kedua telapak tangannya yang terasa membeku ke depan, ia mulai mendapatkan indra perasa pada ujung-ujung jemarinya kembali. Ia tidak menyangka, duduk di depan perapian usang seperti ini akan terasa seperti surga. Ini adalah dua hari yang sangat melelahkan.

Suara langkah sepatu yang menginjak lantai kayu hingga berdecit membuat Triana teringat bahwa ia tidak sendirian. Ia menoleh untuk mendapati Vlador telah berdiri di sampingnya.

“Eum…” Tiana bangkit berdiri dan tersenyum canggung. “Terima kasih telah membujuk wanita itu untuk memberikanku kamar.”

“Ia berkata kamar ini memang tidak seharusnya disewakan.” Ucap Vlador.

Kedua mata emas itu seakan menyihir Triana untuk terhisap ke dalamnya sesaat. Begitu tersadar, ia segera mengalihkan pandangannya ke samping, berharap rasa panas pada pipinya hanya perasaannya belaka.

Saat pertama kali melihat Vlador merubah wujudnya menjadi manusia, Triana tidak pernah bisa menahan dirinya untuk bersikap canggung. Jantungnya terus berdegub keras saat pandangan mereka bertemu. Ia semakin gugup karena yang ia tahu, Vlador dapat merasakan desiran darah yang mengalir di nadinya.

Indah. Itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan rupa Vlador sebagai seorang manusia. Bagi Triana, Vlador memang memiliki wajah yang tampan sejak awal. Namun ketampanannya itu tertutupi oleh vitur vampir yang ia miliki. Dalam wujud aslinya, Vlador memiliki kulit pucat, taring, dan kuku-kuku hitam dan panjang. Matanya pun seperti dikelilingi oleh lingkaran kemerahan kelam samar yang membuatnya terlihat seperti iblis yang bangkit dari neraka.

Namun kini, semua hal yang membuat Vlador terlihat menyeramkan telah menghilang. Ia memiliki kulit yang cukup segar sehingga ia tidak nampak seperti mayat berjalan. Gigi rapih yang bersembunyi di balik bibir merahnya membuat Triana berhayal betapa indahnya senyuman yang bisa ia buat.

Vlador tidak lagi menempati peringkat dua puluh besar dari pria tertampan yang pernah Triana lihat. Ia menempati posisi tiga besar, tepatnya di peringkat nomor dua karena peringkat pertama sudah diduduki oleh Pangeran Lucius, calon suaminya.

“Apakah demamnya semakin parah?”

Kedua mata Triana membesar ketika sebuah tangan besar menyelinap masuk ke dalam rambutnya dan melekat pada leher dan rahangnya. Ia segera mengelak dengan melangkah mundur.

“A-aku pikir itu akan lebih baik setelah aku beristirahat dengan benar malam ini.” Ucap Triana, memaksa senyum tipis.

Vlador menarik turun tangannya. “Aku harap begitu.”

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Vlador berbalik dan membukanya.

“Terima kasih telah bersabar menunggu, Tuan Vlad. Kami membawakan sepasang pakaian tidur dan perlengkapan mandi.” Ucap salah satu dari dua pelayan wanita.

Vlador mengangguk sekali. “Letakkan semuanya di samping ranjang.”

“Baik.” Ucap mereka.

Memperhatikan dua pelayan itu meletakkan sebuah gaun tidur wanita, tunik pria tipis, dan sebuah baskom mandi, kening Triana mengkerut. Namun ia terseyum tipis saat para pelayan itu menyapanya singkat dengan ucapan selamat beristirahat.

Begitu kedua pelayan itu keluar, Vlador melangkah ke pinggir ranjang, di mana Triana sedang berdiri tertegun.

“Bersihkan dirimu dan ganti pakaianmu. Aku ingin kau sudah sehat besok, jadi beristirahatlah dengan benar.” Ucap Vlador seraya memeriksa asal benda-benda yang dibawa para pelayan itu.

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang