10. Mengunjungi Penyihir

431 36 2
                                    

Triana.

Lingkaran tangan Vlador pada pinggang Triana melonggar dan kedua kakinya akhirnya menapak di tanah.

Begitu vampir itu melepaskan tangannya, Triana langsung terjatuh di atas kedua lututnya dengan tubuh gemetar. Baru saja ia merasa bahagia bisa terbang di atas langit, namun sekarang, ia benar-benar bersyukur dapat menyentuh tanah lagi.

Suara langkah berat yang melewatinya membuat Triana menoleh. Ia mendapati Vlador tengah melangkah menuju gubuk penyihir yang terletak beberapa meter di depan mereka.

Mata Triana membesar, dan tanpa sadar rahangnya menjuntai ke bawah. Ini adalah pertama kalinya ia melihat bentuk utuh sayap vampir.

Saat remaja, ia pernah melihat sayap vampir di istana Kerajaan Rotherez. Itu adalah sepasang sayap vampir yang dipajang di dinding ruang makan resmi istana. Saat itu, Raja Rotherez terlihat sangat bangga dan berkata bahwa sayap vampir itu dipotong langsung oleh kakeknya sebelum membunuh vampir yang berhasil mereka tangkap dalam pemburuan seratus limapuluh tahun yang lalu.

Triana tidak menyangka bahwa sayap vampir yang masih segar dan menempel pada pemiliknya terlihat lebih menakjubkan sekaligus menyeramkan. Itu terlihat seperti sayap kalelawar, namun dengan ukuran raksasa dan terlihat sangat tebal dan kuat.

Saat tidak terbentang, sayap itu terlipat hingga sisi ujungnya hampir menyeret tanah. Triana mendesah kagum saat ia menyaksikan sayap raksasa tersebut dengan cepat menyusut hingga ke pangkalnya dan masuk ke dalam punggung atas Vlador seperti sihir. Dari semua buku tentang anatomi tubuh manusia dan hewan, ia tidak pernah mendapatkan buku yang memberi penjelasan tentang tubuh vampir.

“Bagaimana cara punggung itu menyimpan sayap sebesar itu di dalamnya?” Gumam Triana. Namun ia segera menutup mulutnya saat vampir yang sedang ia perhatikan punggungnya itu menoleh ke belakang dan menatapnya dingin.

“Sampai kapan kau mau tengkurap di sana? Apa kau berharap srigala datang untuk menerkammu?”

Mengerjap, Triana segera bangkit berdiri, lalu menepuk-nepuk gaunnya untuk menjatuhkan daun-daun yang menempel dan membersihkan noda-noda tanah yang ternyata tidak dapat hilang. Di sepanjang hidupnya, ini adalah pertama kalinya ia mengenakan pakaian sekotor ini.

“A-aku datang,”

“Tsk! Kau terus menyia-nyiakan waktuku.” Desis Vlador seraya menatap Triana yang setengah berlari menghampiriya.

Menggigit bibir bawahnya, Triana melirik Vlador ketika ia telah tiba di sampingnya. Namun ia tidak memiliki keberanian untuk menahan pandangannya di sana selama lebih dari satu detik. Ia mengembalikan tatapannya ke depan lalu meneguk liur.

“Maaf, tapi tadi kau mendarat dengan sangat keras dari langit. Tubuhku tidak dapat menahannya, ditambah, aku masih lemah setelah darahku berkurang.” Jelas Triana.

“Kau akan merasa tubuhmu lemah jika kau berpikir kau lemah. Kau tidak membantuku sama sekali dalam mencari tempat ini, namun malah menghambat tujuanku sekarang.” Desis Vlador.

“Itu…” Triana memberanikan diri mengangkat dagunya. “Jika kau merasa begitu, maka aku minta maaf. Namun ketahuilah; aku sudah berusaha.”

Vlador memutar matanya malas. Lalu ia menjulurkan telapak tangannya ke depan, membidik pintu yang berada di depan mereka. Sekejap, angin keras keluar dari sana, menghantam pintu tersebut hingga lepas dari rangkanya.

Triana terlonjak, mendekap dadanya dengan kedua tangan. Padahal mereka bisa mengetuk pintu itu, namun Vlador malah memilih langsung menghancurkannya. Ia sungguh kasar dan tidak beradab.

Melangkah masuk ke dalam gubuk penyihir itu, Vlador mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Separuh bibir atasnya bergerak naik hingga memperlihatkan satu taringnya.

“Bahkan kastilku yang telah ditinggalkan lebih dari seratus tahun masih lebih bersih dan rapih dibandingkan sarang ini. Menjijikan.” Hina Vlador.

“Kau telah menghancurkan pintuku dan kini menghina rumahku. Kelihatannya kau masih belum mempelajari keburukanmu, Dracount.”

Suara bernada tinggi penyihir itu membuat Vlador dan Triana menoleh. Sejak tadi, mereka tidak menemukan keberadaan penyihir tersebut di rumah tanpa ruangan itu. Namun ia dengan ajaib tiba-tiba muncul di atas kursi goyangnya.

“Satu-satunya yang harus aku pelajari adalah cara menyiksamu seratus kali lipat dari penyiksaan yang kau berikan padaku.” Desis Vlador.

“khe khe khe…” Pundak penyihir itu bergetar. “Keangkuhanmu akan membawamu pada petaka yang lebih dalam.”

“Nyonya, aku mohon cabutlah kutukan ini dariku. Bagaimana bisa kau menipuku di saat aku telah melaksanakan semua syarat tepat seperti yang kau katakan? Tidakkah kau malu pada perbuatanmu?” Tanya Triana dengan suara sedikit bergetar.

Kursi goyang yang penyihir itu duduki bergerak berputar menghadap Triana dan Vlador yang berdiri berdampingan. Kedua sudut bibirnya tertarik menyebrangi wajahnya hingga hampir bertemu kedua sudut rahangnya.

“Aku tidak perlu menjaga kehormatanku untuk orang-orang seperti kalian. Aku hanya menepati janjiku pada mereka yang pantas mendapatkannya. Namun untuk kalian berdua, aku akan menipu ratusan kali demi melihat kalian menderita.” Tawa panjang seperti nyanyian burung gagak yang terbang di atas bangkai menyusul kalimat penyihir itu.

“Oh, nyonya... aku sungguh memohon padamu! Aku tidak bisa hidup seperti ini. Kau telah menghancurkan hidupku. Aku mohon lepaskan kutukan ini dariku. Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan. Aku tidak bisa kembali dalam keadaan seperti ini… Aku adalah putri seorang Duke!” Mohon Triana dengan air mata menggenangi matanya.

Masih tersenyum mengejek, penyihir itu berucap, “Lihatlah wajah itu. Terakhir, aku melihat keangkuhan di sana. Namun bahkan dengan apa yang terjadi padamu sekarang, kau masih berbicara seakan kau memiliki dunia di dalam tanganmu.”

“Tutup mulut beracunmu itu, penyihir sialan!” Vlador melangkah kasar menghampiri penyihir itu. “Bagaimana mungkin kau berbicara seperti malaikat penuh kebenaran di saat kau adalah seorang penyihir rendahan yang suka menipu? Kau pikir kata-kata itu pantas keluar dari mulutmu?”

Melihat Vlador mendekati penyihir itu, Triana segera mengekorinya dan berdiri selangkah di belakang punggungya karena tidak berani berada terlalu dekat dengan penyihir berwajah seram tersebut.

Kuku-kuku jari Vlador memanjang hingga lima centimeter. Ia mengangkat tangannya di depan dada untuk memperlihatkan semua kuku hitam itu pada penyihir di hadapannya.

“Cabut kutukanmu dariku atau aku yang akan mencabut nyawamu sekarang.” Desis Vlador.

“Khe khe khe… Kau berani melakukannya? Jika aku mati, kutukan itu selamanya akan bersenyam di dalammu.” Penyihir itu memajukan punggungnya untuk mendekatkan wajahnya pada wajah Vlador.

Tidak gentar, Vlador menajamkan tatapannya. “Aku akan menghabisimu seperti aku menghabisi saudari-saudarimu.”

Kalimat Vlador membuat penyihir itu melompat bangkit dari duduknya hingga membuat Triana melangkah mundur.

Kedua mata melebar, penyihir itu menatap Vlador balik dengan seringai lebar yang memperlihatkan barisan gigi busuknya. “Bahkan jika kau membakarku hidup-hidup, tidak akan pernah sedetikpun aku membiarkanmu terbebas dari kutukanku! Selamanya kau adalah vampir dengan rantai yang mengikat lehermu! Hahahaha-”

SLASH!!

“Hhh!” Kedua mata Triana terbelalak. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Tubuh kurus dan bungkuk itu terjatuh duduk kembali di atas kursi goyangnya, lalu kepalanya tergantung ke belakang sandaran kursi dengan tiga luka sayatan dalam dan besar pada lehernya yang hampir terputus.

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang