16. Bunda

6.6K 626 18
                                    

~Happy Reading~

Hari ini setelah satu hari menginap di Rumah Sakit, Ibu dan bayi sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah, Rama sendiri yang mengurus kepulangan istri dan anaknya, sementara Ibu dan Ayah mertuanya mempersiapkan rumah mereka yang nantinya pasti akan ramai orang menjenguk Kian dan Bundanya.

"Kita mau pulang, kita mau pulang." Laras sampai bersenandung menimang-nimang putranya dalam gendongan.

Rama tersenyum melirik keduanya,"Di rumah sudah ramai katanya."

Dan benar saja, beberapa kerabat mereka sudah menunggu di rumah,"Welcome home Kian."

"Haloo," kata Laras dengan suara kecil, seolah mewakili bayi laki-lakinya.

Andra adalah orang yang pertama kali menyambutnya, keponakan-nya itu mengikuti dari halaman sampai teran rumah,"Dedek Kian, Aku mau lihat Dedek Kian."

"Biar masuk dulu dong Andra." Ibunya mengisyaratkan anaknya untuk masuk dalam rumah saja, dan di turuti anak itu dengan antusias.

Tapi wanita itu sudah siap menyambut keponakan nya di teras, mengambil bayi itu ke dalam gendongannya,"Sini-sini sama Budhe."

"Ganteng banget ya ampun." Laras sekarang hanya mengikuti kakaknya masuk ke dalam rumah, dan Rama di belakangnya membawa masuk tas bersalin miliknya.

"Aku duluan yang sambut Bu." Andra memasang wajah kesal melihat Ibunya masuk membawa Kian, padahal dia yang ingin melihat duluan.

Selagi Kian sedang di perebutkan di ruang tengah, dan sedang menarik perhatian semua anggota keluarga yang datang jadi Laras pikir dia akan melihat tempat tidur anak itu. Terakhir kali Rama belum selesai merakit kasur bayi, namun paginya dia sudah harus dilarikan ke Rumah Sakit.

Tangannya menyusuri box bayi warna putih yang menempel pada kasur miliknya,"Bagus baget pas udah di pasang."

"Iya kan, bisa sampai dia latihan tidur sendiri itu." Rama yang sedari tadi merapikan pakaian mereka yang dari rumah sakit akhirnya ikut berkomentar.

Perbincangan mereka berhenti ketika tangisan Kian menggema se antero rumah, sepertinya anak itu akhirnya terbangun juga.

Terlihat Kakaknya sedang menimang-nimang bayi itu supaya meredakan tangisnya yang berhasil menggegerkan rumah,"Oooo, berisik ya dek ya, cup cup cup."

Pada akhirnya Kian diam ketika masuk ke dekapan Laras, tertidur kembali dengan mulut bergerak-gerak kecil. Lucu sekali anak ini, andai tidak memikirkan ketengan tidurnya pasti Laras sudah menciumi pipi merahnya.

Di sore hari rumah mereka lebih ramai lagi, waktunya para tetangga menjenguk bayi,"Assalamualaikum." Beberapa ibu-ibu datang dengan beberapa buah tangan.

"Gimana Laras? udah baikan?" Pertanyaan pertama masih baik-baik saja.

Dan Laras tersenyum menatap tamunya,"Sudah alhamdulillah."

"Asi sudah lancar?." Mulai juga pertanyaan yang riskan untuk ibu baru seperti Laras.

Wajah wanita itu tersenyum dengan paksa, seperti sudah bisa menerka apa yang akan terjadi,"Belum."

"Dulu anakku langsung lancar, kalau gitu jadi kasian bayinya." Sudah Laras duga akan berakhir dengan ungkapan seperti itu, dia kira Laras yang mau seperti itu? dia juga mau semuanya lancar apalagi menyangkut bayinya.

***

Setelah dua hari cuti, Rama harus kembali dengan kesibukan nya, apalagi pekerjaan yang sudah dia tinggalkan cuti dua hari ini ketika Laras melahirkan. Lelaki itu bahkan sering sekali lembur di ruang kerjanya, apalagi kampus sedang memasuki masa ujian akhir semester.

Oleh karena itu kali ini Laras sudah tidur lelap terlebih dahulu, sampai terdengar tangis Kian di sampingnya menggema, wanita itu terbangun dan melirik jam,"Sttttt, dek ini jam 2 dek." Dia menepuk-nepuk pantat anaknya untuk menenangkan.

Tak lama Rama memasuki kamar dengan wajah yang kusut, "Kebangun ya?"

"Hm." Hanya suara deheman yang mampu Laras keluarkan, matanya mengantuk sekali, namun tangisan Kian tidak juga selesai akhirnya wanita itu menyusui bayinya walaupun dia lelah sekali.

Selama beberapa hari kurang tidur dan kehabisan energi menghadapi orang-orang, apalagi dia juga butuh waktu untuk membiasakan diri dengan pera barunya. Setelah memastikan anak lelakinya lelap dia melirik Rama yang juga sudah lelap di sebelahnya, dan Laras turut menyusul keduanya.

Walaupun kurang tidur tapi Laras tetap bisa bangun di jam 4 pagi untuk ibadah dan mempersiapkan segala kebutuhan seperti hari-hari biasa,"Mas subuhan dulu."

"Mau teh?" tawar Laras melihat Rama pulang dari masjid, dan membawa tablet ke ruang makan untuk melanjutkan pekerjaan.

Lelaki itu mengangguk,"Boleh."

Baru saja selesai dengan menu sarapan, suara Kian sudah menggema di penjuru rumah menarik perhatian keduanya, Rama segera berdiri,"Biar aku yang ke sana."

"Mas, lihat jam nya," kata Laras sambil mematikan kompor, lalu berjalan menuju kamar mereka.

"Rusak ya? cepet banget udah jam segitu." Rama bersama dengan istrinya ke kamar menghampiri Kian, lelaki itu merasa baru sebentar duduk dan menemani istrinya berkutat di dapur.

"Kamu mandi aja sana, siap-siap ke kampus."Rama segera memasuki kamar mandi untuk bersiap-siap sementara istrinya menggendong kian.

Ketika Rama keluar kembali dengan keadaan rapi, dilihatnya Laras sedang memberi asi di ruang makan dan sarapan sudah tertata rapi.

"Bekalnya jangan lupa." Peringat Laras yang hanya memperhatikan karena tangannya sudah sibuk sekali dengan putranya.

Lelaki itu mengangguk,"Nanti aku beli bahan yang habis, kayaknya nori sama saus-sausan habis ya." Sejak Laras hamil tua, Rama yang mengambil alih untuk belanja beberapa bahan tertentu yang tidak bisa mereka temukan di sekitaran lingkungan desa.

"Aaaa." Rama mengarahkan satu sendok sarapannya ke arah Laras, bermaksud menyuapi wanita itu agar juga sarapan sebelum nanti melakukan kegiatan lain.

Selama hamil tua hingga hari ini Laras tidak meninggalkan kegiatan memasak dan menyiapkan bekal, tetapi dia memilih menu simple dan cepat,"Kamu nggak bosen makan sandwich, gimbab atau nasi sepal kan?"

Rama menggeleng,"Nggak, nggak usah masak yang susah-susah, kalau nggak sempet kita beli aja," katanya menenangkan Istrinya, wanita itu super sibuk beberapa hari ini.

Laras membawa baby Kian ke depan untuk berjemur dan mengantar suaminya berangkat kerja,"Ayah pergi dulu, babay."

Sebelum berpisah seharian, Rama tidak tahan untuk tidak menciumi pipi merah bayinya berulang kali hingga membuat bocah itu merengek kesal, lelaki itu tetawa kecil,"Oke, oke."

Kian di ayun-ayunkan dalam pangkuan Laras setelah Rama pergi dari halaman,"Bunda ngantuk dek." Dan untuk kesekian kalinya wanita itu menguap.

"Pagi-pagi kok malah ngantuk Bundanya Kian." Mata Laras langsung terbelalak mendengarkan suara teguran dari luar pagarnya.

Dia hanya tersenyum menanggapi ucapan itu dengan senyum lebar, kepalanya sudah cukup berat karena kurang tidur, jadi dia tidak ingin ambil pusing.

BERSAMBUNG...
Akhirnya bisa up juga, agak stuck ngetik Laras after melahirkan karena udah lama banget nggak baca scene begini...
Ini aja pendek ya wak, mon maap nihhh
See you next part, mohon maaf nggak balesin komen yak, aku post aja nih biar besok pagi udah bisa kalian baca xixixi

Salam
Kuncup Peony

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang