24. Yahhh

3.9K 518 18
                                    

~Happy Reading~

"Ayah tolong melon-nya di pecah dong." Laras meminta tolong suaminya yang sedari tadi belum keluar kamar.

Tidak ada sahutan dari lelaki itu,"Ayahhh," panggil Laras lagi dengan masih melanjutkan kegiatan masaknya untuk makan malam.

Masih tidak ada balasan membuat wanita itu berdecak kesal,"Ayahhh." Kali ini nadanya sudah berbeda, di bumbui dengan nada kesal.

Yang justru menarik perhatian Kian,"Hehehe." Anak itu tertawa.

Laras berkacak pinggang,"Seneng lihat Bunda kesal?" Benar-benar sekali dua lelaki di rumah ini sore-sore membuatnya kesal saja.

Tak lama Rama keluar dengan baju rumahan,"Mana melon-nya?" tanya-nya dengan cengiran, sadar panggilan terakhir istrinya tadi sudah beda nada.

Wanita itu tersenyum, menunjuk melon di kulkas. Yasudah lah yang terpenting Rama sudah datang sekarang, mempercepat proses persiapan makan malam ini. 

Dan setelah makan malam juga membantu Laras membereskan meja makan, dia mebersihkan tubuh anak itu dari sisa-sisa makanan.

"Ayo main sama Ayah." Mereka berjalan ke arah kotak berisi mainan, membuka kotak itu dan Kian bergerak semangat sampai rasanya ingin masuk ke dalam kotak itu.

Rama memegangi anak itu supaya tetap aman,"Kian mau main apa?"

"Pah." Tangannya menunjuk kemana-mana, untung 'pah' ini mainan yang sering di sebut, jadi Rama dan Laras sudah paham sekali dengan si 'pah' ini.

"Jerapah ya," jawab Rama lalu mengambil salah satu mainan berbentuk jerapah, dia dengan sengaja berjalan lebih dahulu ke sofa membuat Kian melongo karena di tinggalkan begitu saja di sebelah kotak mainan.

Rama tertawa melihat anak itu bingung,"Sini susul Ayah." Sengaja digoyang-goyangkan mainan yang dia bawa untuk memancing Kian mendekat, dan berhasil! Kian merangkak ngebut ke arahnya untuk merebut si jerapah.

Laras menyusul dengan semangkuk potongan melon hasil pekerjaan Rama tadi,"Manis," komentar lelaki itu setelah menerima satu suapan dari istrinya.

Jelas Laras mengangguk yakin,"Iya lumayan mahal ini, nggak manis uang kembali kata abangnya." Skill menawar dan memilih ala emak-emak sudah mulai Laras kuasai.

"Kamu cobain manis beneran apa nggak?" Sekarang Rama yang menyuapi sang istri.

"Lah?" Lelaki itu kan sudah merasakan sendiri, bagaimana bisa malah bertanya lagi seolah beda lidah akan beda rasa.

Rama tersenyum kecil,"Soalnya tadi makan sambil liatin kamu." Sampai-sampai Laras tersedak mendengar godaan suami  lempengnya ini.

Kian nampaknya tidak terima, dia memanjat tubuh Ayahnya sambil berteriak melengking,"Aaaa yaaaahhh."

"Apa?" tanya Rama dan Laras bersamaan, sejenak mereka saling lihat dan seolah bisa melakukan telepati, keduanya menyadari hal yang sama, tidak mungkin salah dengar.

Beda dengan kedua orang tuanya, Kian merengut kesal,"Ahhh."Kian berteriak lagi, kali ingin dilepas dari pegangan Ayahnya, tubuhnya melenting ke kanan kiri mencoba melepas diri.

"Ulang dulu tadi Kian ngomong apa?" Rama tetap mendekap tubuh itu erat, juga menciumi pipi tembem Kian karena kesenangan, astaga akhirnya.

Laras berdecak,"Ayah." Dia tau suaminya senang, tapi lihatlah Kian sampai uget-uget heboh di pelukannya.

"Aaaa yahh." Kian mengulang lagi kali ini Rama melepaskan-nya.

Lelaki itu menyeka air yang keluar dari ujung matanya,"Kian sudah besar, sudah pinter panggil Ayah," kata Rama terharu dan Laras mengangguk setuju, wanta itu memastikan Kian menginjak step perkembangan dengan semestinya, Laras masih saja merasa cepat sekali anak itu tumbuh.

"Ihhh." Tangan Kian menengadah dengan kuncup mekar ke arah Laras yang sedang menyemili potongan melon.

Bundanya tertawa,"Ohh minta melon."

"Yahhh jatuh." Satu melon merosot dari pegangan Laras ketika akan di berikan pada Kian.

Pandangan anak itu juga terarah pada melon di lantai,"Yahhh." Dia mengikuti apa yang Laras ucapkan.

"Ayah beresin ya." Dan sepertinya problem baru adalah pengertian 'Yah' ini harus Rama dan Laras sadari, keduanya masih belum menyadari.

Laras memberikan potongan melon yang baru di piring khususnya, disambut dengan mulut yang sudah mangap duluan, setelah beberapa saat anak itu kembali bersuara,"Pahhh Yahhh pahhh."

"Itu jerapahnya sama Kian." Rama menunjuk jerapah dalam pelukan anaknya, sambil dia bergantian menyuap melon ke mulutnya dan Laras.

Kian menatap Ayahnya,"Pahhhh aaaaeee." Tangisnya pecah, mengetahui lelaki dewasa di hadapannya ini tidak paham, Ayah ini tidak berperasaan pada jerapah.

Laras memberikan sepotong lagi di piring Kian,"Ini buat jerapahnya ya." Kian meredakan tangisnya, menandakan keinginannya sudah terpenuhi.

Rama melongo melihat kejadian di depannya, lalu menoleh ke arah istrinya,"Ya mana aku tau dia minta makanan buat jerapahnya juga." Jerapah Kian kan coba boneka mainan dan bahkan masuk ke genggaman anak itu, selain teether ada juga boneka jerapah yang sering anak itu bawa kemana-mana.

"Padahal yang di panggil duluan Ayah, tapi nggak ngerti ih." Nada sindiran itu ketara sekali dari ucapan Bunda Kian pada suaminya.

Rama dengan santai merangkul dan mengusap punggung istrinya memberi kekuatan,"Sabar ya Bunda, jangan cemburu," katanya di akhiri tawa.

"Yahhh." Lagi, padahal tidur dan makan cari Bunda, yang dapat anak itu panggil ternyata Ayah dulu.

Namun Laras sudah memprediksi ini terjadi, dari yang dia baca-baca bayi memang cenderung bisa memanggil sang Ayah terlebih dahulu. Karena mereka belum menyadari jika Ayah dan Bunda adalah dua individu yang berbeda, keterikatan ibu dan anak membuat anak melihat Ayah sebagai individu yang berbeda dengan dirinya, sedangkan dia menganggap Bunda adalah bagian dari dirinya dan tidak perlu memanggilnya.

Laras mendekati Kian, menatap dirinya versi laki-laki ini,"Bunda."

Kian melongo menatapnya,"Bunda Bunda Bunda," rapal Laras sambil membingkai wajah bulat anaknya.

"Aaayayayayayahh." Oceh Kian malah membuat Laras pasrah, yasudah lah biarkan saja.

Tapi di tatapnya bayi itu dengan tatapan sok mengintimidasi,"Tidur sama Ayah aja."

"Oke." Dengan kepercayaan diri tinggi, Rama menyetujui ucapan sang istri.

Laras hanya mangut-mangut sok percaya, kita lihat drama apa yang akan terjadi sebelum tidur nanti. Dan karena Rama bilang akan meng-handle Kian malam ini, jadi Laras memutuskan untuk melakukan step skincare malam lebih awal, lumayan malam ini bisa maskeran dengan tenang.

"Sini tiduran dulu, Ayah mau baca cerita." Dalam kamar, Rama sedang berusaha menarik Kian kembali berbaring di tengah ranjang, sedangkan anak itu sedang sibuk memanjat tubuh Rama, atau merangkak ke sisi lain ranjang lebar ini.

Lelaki itu menatap Kian lelah sedangkan si bayi masih memancarkan mata cerah,"Ayo dong, besok bangun pagi loh."

Kian menggeleng memberontak dari pegangan Ayahnya,"Nggak? emang nggak mau sarapan?"

Tapi nyatanya Kian mulai menguap,"Kan sudah ngantuk." Rama sampai ketar-ketir karena ini sudah jam anak itu tidur harusnya sejak 20 menit yang lalu.

Akhirnya Kian menyerah, tapi dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu,"Nyari Bunda ya? Bunda lagi maskeran, sama Ayah dulu."

"Aaa yah." Anak itu memandangi Rama sejenak, lalu berguling ke pelukan Ayah yang saat ini sudah siap membawa buku untuk membacakannya cerita pengantar tidur.

BERSAMBUNG...
Lebih lengkapnya ada di Karyakarsa yak seperti biasaaa
BTW kalian merasa aku updatenya agak lama nggak sih? akhir-akhir ini emang lagi sibuk keluar rumah sih, aku sebenernya pengen tetep up kayak biasa biar terbiasa dengan apapun keadaan-nya.
Guys doakan aku yang sedang mengusahakan sesuatu ini yak, buat kalian yang lagi mengusahakan sesuatu juga, ayo semangat walaupun berat tapi tiap hari kudu tetep semangat dan berproses yah, nggak ada usaha yang sia-sia kannn, luv yuuu

Salam

Kuncup Peony

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang