27. Mamam

3.4K 487 18
                                    

~Happy Reading~
Update di hari ultah akuuu wkwk

"Apaaa?" Setelah mandi sore Laras mengajak Kian untuk duduk santai di ruang keluarga, memakan buah Semangka yang sudah Laras potong berbentuk stik.

Tangan Kian sudah terangkat ke arahnya, tangannya bergerak-gerak meminta Semangka yang Laras bawa,"Eitsss." Laras kembali menarik tangannya menjauhkan dari jangkauan Kian.

Kian yang tidak sabar akhirnya maju menerjang tubuh ibunya,"Mamam, mamaaam." Berusaha merayu Laras untuk memberinya potongan buah.

"Ihhhhh." Kesal dengan Bunda-nya yang terus menggoda, Kian pada akhirnya mengeluarkan jurus terakhirnya yang paling ampuh, mulai merengek dan menangis.

"Iya iya, dibagi iyaa." Kan, Bunda-nya akhirnya memberikan sepotong semangka untuknya, memang jurus itu tidak pernah salah sih.

Asik-asiknya menikmati sepotong buah ada suara mobil di sebelah rumah,"Siapa itu?" tanya Laras melihat wajah Kian juga menoleh ke pintu yang menuju samping rumah.

Begitu pintu itu terbuka suara Kian terdegar lantang,"Ayaaahhh." Seolah menyambut kepala keluarga mereka ini sepulang kerja.

"Anakku." Balas Rama dengan nada mendayu dan senyum cerah pada Kian, lelaki itu sudah merentangkan tangan sebelum istrinya mencegah dengan isyarat tangan.

Wanita itu menggeleng keras,"Dihhh, sana mandi dulu." Hampir saja Rama lupa, dia harus membersihkan diri sebelum berinteraksi dengan Kian.

"Selamat soree." Sapa lelaki itu lagi, kali ini sudah dengan kondisi lebih bersih dengan baju rumahannya, jika sudah begini bisa bebas dia ingin menguyel-uyel Kian bagaimanapun juga.

Apalagi Bundanya sedang sibuk di dapur.

"Jaan." Tunjuk anak itu pada Ayahnya.

Rama tertawa, lagi-lagi menghujani wajah anak itu dengan kecupan,"Udah bisa nagih jajan ke Ayah yaa."

Dan mungkin Kian mulai paham ketika Rama sering kali pulang dengan bingkisan dan untuk bundanya makan, atau juga buah-buahan kesukaanya. Oleh karena itu Rama mengambil satu bungkus snack bayi dari rak, Kian masih terus memperhatikan.

Sambil membuka bungkusnya lelaki itu sempat mencicipi satu,"Enak juga ya dek jajan kamu." Tanpa sadar Kian menatapnya lama, dengan mulut terbuka menunggu diberi camilan.

Menyadari itu Rama tertawa, mungkin sadar sedang di tertawakan wajah anak itu mengkerut tidak suka,"Aaaaa." Tangisnya menguar begitu saja, lelah sekali sebelumnya harus dikejai Bunda dan sekarang ditertawakan Ayah.

"Iya-iya." Begitu diberikan ajaibnya Kian langsung diam dan fokus menikmati makanannya, Rama sudah cukup mengerti dengan sikap anaknya yang satu ini.

Dan drama berikutnya biasanya terjadi di jam makan bersama mereka, setelah menyiapkan makanan untuk Rama barulah Laras menyiapkan makanan Kian, lebih tepatnya platting karena nyatanya makanan untuk anak itu lebih ribet pembuatannya.

Tapi walaupun begitu, setelah mereka menyantap dan duduk bersama di meja makan Kian terus bersuara,"Mamamam."

"Itu punya Kian." Laras menunjuk piring di hadapan anaknya, padahal anak itu sudah menggenggam sendok, sudah beberapa kali suapan sejak dia awasi sedari tadi.

Untuk sejenak Kian memperhatikan makanan di piring dino-nya, lalu sedoknya juga sebelum kembali melihat Bundanya,"Mauuuuu." Serunya masih kekeh pada pendirian.

Dengan sabar Laras menunjuk piring anaknya,"Iya dek, ini punya kamu."

"Ehh, mau." Kali ini Kian menunjuk piring bundanya, membuat Laras dan Rama saling melirik.

Rama sampai meletakkan sendoknya, memperhatikan anak dan istrinya yang dalam argumen ala-ala,"Minta punya kita itu."

"Tapi kita makan nasi goreng pedas." Memang sih bagaimanapun makanan mereka terlihat menarik dimata anak itu.

Kian pasti penasaran kenapa makanannya berbeda, kenapa Bunda dan Ayah makanannya sama?

Tangannya berusaha meraih piring lain, tapi pada akhirnya Laras menjauhkan sepiring nasi goreng pedasnya dan turut memakan buah naga di meja makan, buah yang sama yang dia letakkan di piring anaknya.

Saking kuatnya motivasi Kian terkait makanan, bukan hanya membuat anak itu penasaran tetapi juga berlari tanpa halangan apapun. Seperti pagi di weekend ini, dimana rencananya Rama akan bersantai sambil sedikit ngemil ringan, tapi.

Srekkk

Rama sudah berusaha sepelan mungkin membuka bungkus makanan, tapi nyatanya Kian sekarang mulai berlari sempoyongan ke arahnya.

"Mauuu Mamam." Suara dengan template kata jika dia menginginkan sesuatu kembali terdengar, padahal Rama baru mengangkat anak itu dari kasur 10 menit lalu dan Kian masih mengantuk di ruang keluarga.

"Ini pedes dek, penuh micin juga." Rama tidak berbohong, makanan yang dia makan adalah keripik kentang pedas.

"Penjual putu jam segini kok belum ada? apa udah lewat? tumben dia nggak nongkrong di depan," tanya Rama ketika Laras memasuki dapur, setelah mencuci baju di belakang.

Wanita itu menghardikkan bahu,"Udah nggak jualan seminggu ini." Setiap pagi ketika Laras menyirami tanaman Kian akan ikut nongkrong di depan rumah sambil memantau penjual-penjual yang biasanya mengeluarkan suara unik, seperti tukang sayur dengan tetot tetotnya, Kang Putu dengan Tuu tuuu nya, atau penjual cendol dengan suara tringg tringg.

"Tiba-tiba banget, padahal enak," komentar Rama kaget.

Laras diam sejenak lalu menatap Rama,"Kalau dipikir-pikir, mulai nggak jualan setelah di kampung sebelah ketangkep penadah barang curian," katanya sedikit berbisik untuk mendramatisir yang diucapkan.

Sebenarnya ini berawal dari suatu hari ketika Laras menyirami tanaman, sedangkan Kian dibiarkan duduk di sofa bayi dengan santai di teras rumah.

Tiba-tiba anak yang bermain ramai berteriak,"Pakkk beliii beliii." Mengkuti lelaki paruh baya yang membawa sepeda dengan kotak dibelakangnya.

Ada suara ramai di depan rumah membuat Kian juga memperhatikannya,"Kian mau?" Laras membawa anak itu mendekat pula.

"2 porsi deh pak." Akhirnya dia menunggu dan membiarkan Kian di goda anak-anak lain, mereka memang cukup familiar dengan bayi ini.

"Uuuuu uuuuu." Kian berhasil menirukan suara yang keluar dari bambu-bambu berasap itu, menunjuk-nunjuk dengan wajah super semangat.

Si penjual paruh baya itu sampai tertawa,"Suka ya sama bunyinya?"

Dan dari sanalah awal mula setiap hari si Bapak selalu berhenti sejenak untuk menyapa Kian, yang juga setiap di jam yang sama pasti duduk di teras menemani Laras menyiram tanaman.

"Halo dek Kian," sapanya hangat setiap hari.

Kian tertawa menunjuk gerobak hijau itu,"Uuuuu uuuu." Menirukan suara yang membuatnya geger keluar rumah setiap harinya.

"Nggak harus beli loh mbak, saya mangkal aja soalnya dek Kian lucu suka sama suara ini," kata penjual merasa tidak enak karena setiap hari Laras selalu membeli, padahal niatnya hanya menyapa bayi cerewet Kian.

"Nggak apa-apa, enak juga kue putu-nya, gulanya banyak gitu nggak takut rugi pak?" Pertanyaan Laras dibalas tanya kalem dari si penjual, nampaknya hidup beliau sudah tenang sekali.

"Kerja kan harus totalitas mbak," jawabnya kalem dan senyum teduh.

Tapi sudah sekitar satu minggu terakhir, setelah berita heboh penangkapan di kampung sebelah, penjual favorit Kian itu hilang seketika.

Rama mengangguk paham dengan cerita Laras, "Dia emang totalitas." Jika memang semua sama seperti perkiraan nya, mungkin si bapak bukan cuma tukang Kue Putu biasa.

"Sayurnya buuu sayurrrr. " Nah selain kang Kue Putu, suara itu juga mampu membuat Kian ngibrit mengintip ke jendela.

"Hahhhh." Anak itu dengan cepat menoleh ke jendela, lalu dengan susah payah berdiri dan mulai berlari sempoyongan ke sana.

BERSAMBUNG...
Akhirnya bisa update lagi huhu, kangen banget lohhh
Semoga kalian baik-baik aja dan bahagia selalu ya, seperti biasa versi lengkap ada di karyakarsa...
See you di cerita sebelah, ramein juga dong guysss

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang