23. Peek a boo

4.3K 549 13
                                    

~Happy Reading~

Bulan ini lumayan banyak tanggal merah, karena itu Laras dan Rama merencanakan beberapa tempat di kota mereka sendiri untuk di kunjungi. Kali ini mereka memilih salah satu tempat makan yang berada di pinggir danau, cukup jauh dari rumah sebenarnya tapi sesekali tidak masalah.

Ibaratnya mereka ini ke sisi lain lereng gunung tempat tinggal mereka, di jalan menanjak ini tidak berhenti kendaraan roda 2 dan 4,"Kayaknya lumayan ramai ya."

Rama mengangguk, karena sesuai prediksinya,"Iya nih, karena jalur wisata lain juga." Kemarin Laras sudah riset daerah ini, setelah resto yang akan mereka kunjungi masih ada tempat camping juga, yang pasti cukup ramai di hari libur seperti ini.

Libur 2 hari itu sudah surga sekali.

"Kita camping nanti kalau Kian sudah gede yah." Laras sesekali mengajak berbicara Kian supaya tetap anteng di car seat-nya.

"Nanti kita cari tempat yang aksesnya lebih gampang," kata Rama seolah emmberi angin segar, lelaki itu tau istrinya ingin bercamping, tetapi dengan usia Kian yang belum mencapai 1 tahun wanita itu juga overthinking sendiri.

"Kita sampai!" Seru Laras ketika sudah melihat plank tempat makan yang mereka tuju.

Setelah Rama menemukan tempat parkir segera Laras mengangkat Kian dari tempat duduknya, membawa anak itu keluar,"Cantik sekali."

Laras memasang topi untuk Kian, walaupun angin bertiup segar, tapi matahari bersinar cerah sekali dan ini sudah jam 11 siang, mereka bahkan memakai bucket hat yang sama hari ini. Mereka di sambut hamparan air luas di depan bangunan, memantulkan langit, pepohonan bahkan pegunungan di sekitar.

"Kamu duduk aja dulu, aku pesan makan." Mereka memasuki bangunan dengan konsep industrial itu, semuanya tempat terbuka menyuguhkan pemandangan hijau pegunungan dan membuat angin sepoi-sepoi bebas masuk.

"Minta baby chair juga Mas," pesannya hanya di acungi jempol oleh Rama yang sudah berjalan ke table service.

Laras tentu memilih tempat duduk yang nyaman, di ujung ruangan dengan dudukan sofa, sementara Kian masih di pangkunya sembari menunggu tempat duduk bayi datang.

"Adek bayi." Suara imut dari sebelah membuat Laras menoleh, ada anak usia 3 tahun menatap Kian dari kursi sebelah, Kian sih tidak ngeh dan asik bermain jari kakinya sendiri.

Laras menghadapkan Kian ke anak itu, melambaikan tangan kecil Kian dan menyapa mewakili si bayi,"Halo kakak." Membuat anak itu senyum-senyum.

"Ada yang bisa di makan Kian?" tanya Laras ketika Rama datang dengan membawa struk pesanan dan papan nomor meja.

Rama mengangguk, terlebih dahulu menyerahkan dompetnya pada sang istri,"Di sini ada jus buah, jadi beli potongan buah melon aja."

Setelah makanan sampai bukannya anteng Kian justru merengut,"Aaahhhh." Wajahnya seperti menyampaikan protes.

Dan itu sukses membuat kedua orang tuanya menoleh,"Kenapa? itu punya Kian." Laras mendekatkan lagi buah melon yang sudah dia pindah ke piring silikon yang dia bawa, bahaya jika pakai piring beling dari resto.

Tatapannya ter-arah pada piring Rama dan laras, mungkin membatin,'Tapi punya Bunda lebih warna-warni.'

"Iiiiiiii Eeeee." Kian sudah semakin kesal, dia menunjuk-nunjuk piring milik Laras dengan badan sudah condong ke depan.

Laras mengangkat anak itu ke pangkuannya lagi,"Oke oke," kata Rama mengalah, dia memberikan buncis yang ada di piringnya untuk Kian.

Laras mengerut bingung,"Dia mau minta kentang goreng ku Mas." Tapi Kian tetap memasukan buncis itu walaupun dengan tangis yang menguar.

Di tengah hebohnya Kian tiba-tiba terdengar suara lucu lain,"Adek kenapa?" Anak di meja sebelah sekarang bahkan mendekat, berdiri di sebelah sofa memegang kaki Kian lembut.

"Eh ada kakak." Sapa Laras dengan nada ceria, berniat mengalihkan perhatian Kian dan mengajak interaksi anak 3 tahun itu.

Anak lelaki itu memiringkan kepala untuk melihat wajah Kian,"Kakak punya truk, mau?" tawarnya menunjukan truk mainan di genggamannya.

"Mmmm." Kian bergumam merespons anak lain di sebelahnya.

Anak 3 tahun itu menunjuk mainan yang di genggam Kian,"Kamu punya jerapah," katanya.

Seolah paham Kian ikut melihat mainan di tangannya, dan Anak 3 tahun di sebelahnya dengan tertawa terus mengulang,"Jerapah, Jerapah,Jerapah."

"Pahh." Akhirnya Kian mengikuti apa yang dilakukan si Anak lebih tua.

Wanita dari meja sebelah akhirnya mendekat,"Kak Rayan, duh maaf ya emang sok kenal anaknya," katanya memegang bahu si anak lelaki berusia 3 tahun itu.

Laras tertawa tidak mempermasalahkan apa yang dibilang ibu muda itu,"Nggak apa-apa, biar ngobrol sama Kian."

"Sudah kenalan belum kak?" Rayan, si anak 3 tahun itu menggeleng mendengar pertanyaan ibunya.

Rayan menyalami tangan kecil Kian,"Nama adek siapa?" Kian pasrah-pasrah saja tidak paham apa yang dilakukan teman barunya ini.

"Nama aku Kian kak." Laras seperti biasa selalu mewakili balasan Kian pada orang-orang di sekitarnya.

"Nama kakak Rayan," balas anak itu dengan senyum lebar, ketara sekali anak itu tipe yang akan akrab dengan siapapun yang ditemuinya.

"Makanannya di habisin dulu kak, nanti boleh main lagi sama dek Kian." Rayan mengangguk menuruti ucapan ibunya.

Melambaikan tangan pada Kian,"Dadah." Padahal anak itu hanya duduk di kursi sebelah, cukup dekat dengan mereka.

Di sela acara makannya, Rayan sesekali masih menoleh ke Kian yang juga melihatnya,"Ciluk... Ba." Anak itu hilang timbul di balik sandaran tempat duduk.

Kian tertawa,"Ciluk... Ba." Dan kejadian ini terjadi sepanjang siang hingga keluarga Rayan harus beranjak pergi dari sana.

Setelah jalan-jalan seharian kemarin, hari ini Rama sekeluarga memutuskan bermalas-malasan saja di rumah.

Rama merasakan ada sesuatu yang basah dan lembut di pipinya,"Ayah, Bunda mau masak." Suara istrinya menginterupsi untuknya segera membuka mata.

"Morning," sapa Laras di depan meja riasnya, dan benda di pipinya adalah bibir Kian, bukan mencium lebih tepatnya menyedot pipinya, pantas saja rasanya berair sekali.

Plakk

Dengan tambahan keplakan dari tangan kecil itu di wajah Rama, Kian memasang wajah ceria memancarkan niat,'Bangun Ayah, bangun.'

"Aduh." Rama menatap Kian nanar, anak ini pagi-pagi sudah ribut.

BERSAMBUNG...
Harusnya 3 hari lalu udah bisa aku up, tapi karena di real life agak chaos, tapi sudah dihadapi walau sambil nangis wkwk
Dan hari ini baru inget belum up bab ini huhuuu, selamat menikmati yaaa semoga sukaa
Semangat kalian yang lagi menghadapi hidup, ditampar realita sana-sini hehe

Salam
Kuncup Peony

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang