19. Namanya juga Ayah

4.9K 570 23
                                    

~Happy Reading~

"Hah! Ada beruang." Rama pura-pura kaget melihat Kian duduk di karpet kamar, dengan baju beruangnya berwarna coklat senada dengan outfitnya dan juga Laras.

Iyaa, anak itu sudah bisa duduk sekarang memang cepat sekali pertumbuhannya.

Oleh karena itu, hari ini mereka berencana pergi mengunjungi orang tua Rama setelah sekian lama.

"Ehhh." Lelaki itu menghampiri Kian yang sudah terguling ke bantal di belakanganya, memang dipasang untuk menjaga anak yang masih belajar duduk ini.

"Duduk lagi, duduk lagi." Sebelum anak itu mengeluarkan tangis, Rama segera membimbingnya kembali duduk dan sukses membuat Kian mengurungkan niatnya.

Mumpung anaknya sedang dalam mood yang bagus, dan Pak Rama tidak tahan dengan keimutan anaknya, jadilah dia memilih menjadikan anaknya objek foto.

"Makin gerak kupingnya ikutan gerak." Lelaki itu tertawa melihat kuping beruang di topi Kian bergerak seiring pergerakan aktif anak itu, yang menjadi objek pun tidak kalah heboh karena melihat kehebohan ayahnya.

Sambil menjaga Kian, dia melirik Laras yang masih sibuk dengan make-up nya hingga selesai,"Sudah yuk kita pergi."

Barang bawaan mereka semakin banyak, Rama menggendong Kian keluar dan sebelah tangannya menenteng tas peralatan bayi.

Ibu Laras sudah di depan mempersiapkan oleh-oleh, Rama melambaikan tangan kecil Kian,"Dadah Uti," katanya menirukan suara anak-anak.

Wanita paruh baya itu tersenyum menatap cucunya,"Wihh ganteng banget, yang baik ya di sana." Ini pertama kalinya melepas Laras menjaga Kian dan jauh darinya, dan untuk pertama kalinya pula Kian dibawa jauh keluar rumah.

Rencana hari ini memang mereka akan ke suatu tempat wisata, lalu pulang ke rumah orang tua Rama nanti dan di sana beberapa hari.

Laras sudah merencanakan hari ini dari lama, walaupun mereka mengunjungi tempat wisata terdekat tetapi memang Laras memiliki tujuan, untuk mengajak Kian bermain dengan rumput.

Tujuan pertama mereka adalah taman kota, 40 menit perjalanan hingga mereka memasuki kawasan itu yang membuat Laras meng re-call memory masa kuliahnya karena masih dalam area yang sama,"Sampai." 

Rama menoleh ke belakang, istri dan anaknya ada di sana karena ini kali pertama juga Kian bepergian menggunakan car seat jadi sudah bisa dipastikan rewel bukan main, jadi Laras memutuskan menemani untuk mengajak anak itu main sepanjang jalan sampau jetiduran,"Pas banget, bangun si ganteng."

"Mau sama Ayah?" tawar Rama yang ditolak mentah-mentah, setelah dilepas dari car seat-nya, Kian menempel begitu saja pada Laras.

"Okey," balas lelaki itu parah, memutuskan membantu membukakan Laras pintu mobil dan mengambil barang piknik mereka,"Yuk kita masuk."

Mereka di sambut deretan toko dan di seberang sudah ada hamparan rumput hijau,"Sayang aku tadi lihat ada yang jual jus, mau?" tanya Rama setelah mereka menemukan tempat teduh untuk menggelar tikar.

Laras mengangguk,"Boleh." lagi pula deretan toko itu terlihat dari tempat duduk mereka.

Tidak lama Rama kembali dengan dua cup jus dan seikat bunga Hydrangea, "Makasih." Laras menerima dengan berusaha menahan teriakannya, bersusah payah dia hanya menampilkan senyum manis.

Kian sih jangan di tanya, anak itu sibuk dengan teether berbentuk kentang goreng miliknya, ada beberapa mainan pula di sekitarnya, memberi waktu kedua orang tuanya santai sejenak, Rama duduk di sebelah istrinya,"Jadi inget pas pacaran dulu."

Laras jadi teringat dan terharu, ternyata sudah lama terlewati dan banyak yang sudah terjadi,"Di sini juga kan ya, sekarang bertiga nih." Dan Kian menjadi bukti.

Setelah beberapa saat mengobrol Laras memutuskan membawa Kian keluar dari karpet piknik,"Sini dek, coba injak rumput." 

"Ihhhh." Kian meringis mengangkat kakinya, mungkin merasakan geli dan kaget dengan sensasi baru yang dia rasakan.

Laras dan Rama tertawa,"Nggak apa-apa dek, itu namanya rumput." Rama turut menyentuh-nyentuh rumput di hadapan anak itu.

Dan Laras tetap mencoba mendudukan anak itu di atas rerumputan,"Ahahaha." Kian menggeliat, menarik rambut Bundanya untuk bentuk penolakan, dan isyarat dia ingin di angkat dari alas menggelikan ini.

Akhirnya Laras memilih mendudukan Kian ke arahnya,"Lihat, Bunda juga duduk di sini." Dia berusaha menunjukan jika dia juga melakukan hal yang sama dengan anak itu.

"Geli deh dia," komenta Rama tertawa kecil melihat Kian menunjukan gusi-gusinya karena kegelian.

Rama akhirnya bergabung dengan keduanya,"Lucu banget." Dia mencium gemas pipi Kian, Ayah memang paling tidak tahan dengan pesona anaknya.

"Mau ini?" Rama mengeluarkan mainan, dia yakin bisa menarik perhatian Kian dengan warna mencolok dan suara dari mainan itu.

Dan betul saja, anak itu anteng sekali dengan mainannya menggulingkan kesana kemari menciptakan suara krincang-krincing selalu,"Yayyy." Rama sih menjadi pendukung setia saja, tim hore dalam kegiatan Kian.

Perhatian Kian terlih ketika satu kucing berwarna coklat atau yang biasa kita sebut kucing oren itu melewati mereka,"Kucing miaw miaw." Rama menunjuk kucing yang berjalan santai di sekitar mereka.

"Wo." pekik Kian mengulurkan tangannya pada kucing yang terus menjauh.

***

Di siang hari mereka sampai di rumah orang tua Rama, baru saja keluar dari mobil dan menurunkan barang bawaan, belum sempat mereka mengetuk pintu kedua pemilik rumah sudah keluar dengan senyum cerah,"Ya Allah cucu ku." Dan merebut bayi 5 bulan itu dari ibunya setelah berpelukan sejenak.

Sang suami tidak bisa apa-apa, hanya menggeleng  namun memaklumi,"Ayo masuk." Ajaknya pada anak dan menantunya.

Laras memberi salam pada lelaki itu, mantan dosennya yang sekarang sudah menjadi mertua,"Assalamualaikum Pa."

Rama menghela nafas,"Terlupakan sudah." Beberapa bulan ini dia biasanya berkunjung sendirian, merasa Kian belum bisa dia bawa bepergian jauh dari rumah.

Biasanya kedua orang tuanya hanya komunikasi lewat video call dan sesekali mengirim barang untuk cucu pertamanya ini, Kian sudah menjadi pemegang kasta tertinggi.

"Ehhhh aaa." Terdengar suara rengekan Kian dari gendongan Neneknya, sambil menggeliat melihat ke sana kemari.

Nenek akhirnya berhenti dan berbalik untuk menunjukkan jika Bunda yang kia cari ada di sekitar mereka,"Iya, itu Bunda di situ."

"Kalian makan dulu sana, Mama sudah masak banyak," perintah Mama mertua Laras sambil membawa Kian ke sisi lain rumah.

Kakek membuka pintu samping, menuju kolam ikan yang masih terlihat dari ruang makan,"Ayo kita lihat ikan." Kian sepertinya mulai lupa dengan keberadaan Bundanya, anak itu sudah sibuk melihat ikan bersliweran di dalam air dan bunyi gemericik air yang terdengar menarik.

Rama yang sudah duduk di kursi makan pun memilih beranjak ketika mendengar tawa anaknya,"Bentar yang, aku mau foto dia liat ikan."

"Astaga, bapak-bapak itu." Memang kebiasaan Rama semenjak adanya Kian menjadi lebih sering mengambil foto, lebih tepatnya mengambil foto Kian lebih tepatnya, bahkan sekarang wallpaper smartphone terganti dengan foto bayi itu, galeri Rama 80% foto Kian dan sisanya foto Bunda dan gambar dari grup Whatsapp.

Laras lebih memilih menikmati makananya juga salad buah yang sudah Mama mertua siapkan,"Enak banget." Sambil melihat interaksi di depan sana.

Kakek dan Nenek harus melepaskan Kian yang merengek mengantuk tidak lama setelahnya, yang akhirnya mengingat keberadaan Bundanya karena membutuhkan Asi dan puk-pukan untuk tidur siang ini.

BERSAMBUNG...
Ngetik ini lumayan lancar karena pelarian dari stress ngurusin SEB :')
Semangat ya yang lagi memperjuangkan apapun itu di hidup kalian, gagal dan berhasil itu pasti ada dan nggak ada yang salah dari keduanya, semua perihal waktu dan rencana tuhan... jadi semangat yaa
See you next part
Salam

Kuncup Peony

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang