25. Kian core

4.1K 546 15
                                    

~Happy Reading~
Udah masuk liburan belum sih kalian?

Di masa pertumbuhan pastilah Kian selalu mengalami hal baru setiap harinya, yang mana itu bisa saja membuat Laras dan Rama kaget, khawatir atau bahkan menertawakan anak itu.

Seperti sore ini Rama pulang dengan setumpuk pekerjaan, tetapi katanya tidak ingin melewati momen dengan Kian apalagi Laras harus memasak untuk makan mereka.

"Kian ayo main." Rama membawa kertas bekas juga untuk Kian, karena dia tau pasti anak itu akan penasaran dengan apa yang di pegang Ayah nantinya.

Mereka duduk lesehan di ruang keluarga,"Lipat-lipat, seperti ini." Rama mencontohkan untuk melipat kertas, terserah Kian mau bagaimana yang penting anak itu sibuk juga.

Dengan percaya diri lelaki itu membawa tumpukan kertas tugas mahasiswa untuk di koreksi di ruang tamu, sekalian menjaga Kian.

Baru lima menit berlalu, Kian sudah merayap memanjat Rama yang membaca tugas mahasiswanya,"Ehhh." Kian mengeluarkan suara menarik perhatian Ayahnya, tangannya pun sudah merambat ke wajah Rama, di uwek-uweknya wajah tampan Ayah.

"Yaaa bagus sekali," kata Rama kali ini memfokuskan diri pada Kian, dan kertas mainan anak itu dia memuji hasil lipatan random bayi 9 bulan.

Rama bertepuk tangan di ikuti Kian, tak berselang lama perhatian Kian tertuju pada kertas dan bolpoin di tangan Rama.

Tangan anak itu mekar kuncup ke arah tangan Ayahnya,"Ayahhh tuuu." Kakinya bahkan sudah naik mencoba masuk ke pangkuan Ayahnya.

Tentu saja Rama tidak membiarkan Kian memegang apa yang ada di tangan Rama,"Mau coret-coret juga?" 

Kian mengangguk, namun Rama memberikan spidol besar supaya lebih mudah Kian pegang, dengan tutupnya sudah dia simpan jauh dari jangkauan Kian, memiliki anak kecil kita sudah tidak bisa sembarangan menaruh barang kecil yang rawan mereka telan.

Masih dengan kertas bekas dan kali ini degan spidol, Kian sudah sibuk sendiri sambil bergumam-gumam,"Bibiwyaya."

"Baybayima babayima." Gumaman Kian membuat Rama lebih lega, gumaman seperti itu biasanya dilakukan ketika anak itu sedang membaca yang sebenarnya juga dia belum bisa.

Sampai suara Laras menginterupsinya,"Ayahhhhhh lihat anaknya." Dan bisa Rama lihat dengan happy nya Kian mencoret kertas hingga keluar jalur, turut mengenai karpet ruang keluarga.

Dan lebih parahnya lagi dua tugas mahasiswanya yang belum sempat dia koreksi terkena coretan Kian pula, dengan segera Kian dia angkat  ke dalam tempat bermainnya, dan anak itu berteriak tidak terima.

"Ihhhh Ayah, ihhh Ayaaah," rengeknya ketika menyadari semua kesenangannya hilang, hanya tinggal spidol saja di tangannya.

Keesokan harinya ketika Rama mengembalikan untuk revisi  dia hanya bilang,'Maaf itu bonus koreksi dari anak saya.' Ketika mahasiswanya kaget melihat coretan besar di tugas mereka.

Semakin hari Kian memang makin ada-ada saja tingkahnya, tidak hanya Rama yang pernah lalai tetapi Laras pun juga, meleng sedikit Kian sudah kemana-mana atau melakukan hal diluar perkiraan.

Seperti suatu sore seperti biasa, Laras mempersiapkan makanan sembari menunggu Rama pulang bekerja, Kian aman di tempat bermainnya yang sudah dilengkapi pagar.

"Buuuuu buuuu." Suara anak itu terdengar nyaring hingga dapur, namun Laras  masih mengira ocehan saja.

Sampai panggilan itu berubah bernada sedih,"Buuuuu Eeeee." Dan berujung tangisan Kian menggema.

Laras lari tergopoh-gopoh, masih dengan apron di tubuhnya,"Kenapa sayang nya Bunda?" Wanita itu disambut wajah Kian penuh air mata, pipi merah dan bibir melengkung ke bawah, sedih sekali.

"Eeeeemmmmm Bubu." Anak itu mungkin sudah lelah, tanpa sadar panggilan baru tercipta sekarang.

Di tengah rasa frustasi anaknya, Laras rasanya ingin tertawa,"Kian nggak bisa balik duduk? belum tau caranya balik lagi ya." Kian berdiri berpegangan pada rak mainan dalam playpen miliknya mematung di sana dengan tangisnya.

Laras memegang tangan anak itu, membantunya untuk kembali duduk,"Pelan-pelan." Biasanya Kian berdiri berpegangan pada dirinya atau Rama, yang bisa membantunya kembali duduk kepan saja.

"Sudah?" tanya Laras setelah anak itu duduk kembali.

Tangisnya sudah reda, sekarang anak itu tertawa memperlihatkan gusi pink nya,"Hehehe."

Diambilnya boneka figur Jerapah dan Dinosaurus dan diletakkan di depan Kian,"Bunda masak dulu ya, Kian ngopi dulu sama Jerapah dan Dino."

Selain mulai suka melakukan menirukan apa yang dilakukan orang lain, dan melakukan hal baru, Kian juga suka eksplor rumah, sehingga dimana ada sudut disitu mereka memasang dengan pengaman.

"Kian?" Laras memanggil anak itu setelah meninggalkannya mematikan kompor sebentar, tapi dengan kemampuan merangkak anak itu yang sudah bisa ngebut, dia sudah hilang entah kemana.

Wanita itu mencari ke semua ruangan, dalam lemari-lemari hingga bawah meja,"Kiaaann," panggilnya mendayu, tidak lupa membawa mainan dengan suara yang bisa menarik perhatian anak itu, supaya Kian mau keluar dari persembunyiannya.

Sedangkan Rama yang baru pulang dari kampus tertawa kecil, setelah parkir dia mendekat pada jendela depan, mengetuk kaca di sana,"Haii."

Dia tertawa ketika melihat Kian juga tertawa dari dalam sana, apalagi wajah lucu anak itu menempel di kaca jendela. 

Menyadari Rama sudah pulang kerja, Laras dengan cepat keluar rumah dengan panik memberitahu masalah mereka sekarang,"Mas, Kian nggak ada."

Rama menoleh santai, menunjuk kaca jendela di hadapannya,"Tuhh."

Wanita itu menepuk keningnya,"Astaga." Yang di cari ternyata sedang berdiri di jendela tertutup gorden abu-abu mereka, rasanya Laras hampir saja jantungan di usia muda.

Mereka memasuki rumah, dan Laras mengambil Kian dari tempat persembunyiannya, menciumi anak itu gemas karena sempat membuat jantungnya melorot.

Rama tersenyum,"Taruh di playpen aja yang kalau ditinggal." Karena memang tujuan mereka membeli playpen adalah supaya Kian tetap aman ketika mereka harus beraktifitas.

"Aku cuma matiin kompor sebentar aja tadi." Apalagi jarak tempat bermain dan dapur dekat sekali, dan Kian tampak asik dengan mainannya.

Rama mengangguk mengerti, Laras juga manusia biasa yang bisa saja lalai,"Anak ini sekarang kan sudah bisa merangkak turbo." Lelaki itu mengusap kepala Kian sayang.

"Dia berdiri tadi," cerita Laras pada Rama sembari mereka berjalan ke ruang makan.

Suaminya menoleh dengan wajah kaget dan takjub,"Oh ya?"

BERSAMBUNG...
Pendek? setengahnya di Karyakarsa yah guisss seperti biasaa
BTW kalian yang kenal aku lama pasti tau dong aku gabisa sering up kalau nulis 2 cerita, pasti harus ada yang ngalah salah satu, masih bingung ini mau fokus ke yang mana dulu haha
Kalian baca "What Love do You Need?" juga gak?

Salam

Kuncup Peony

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang