Menurut perkiraan, pagi ini cuaca di Kota Sourbridge diprediksi akan cerah berawan. Maka dari itu Charlotte dengan semangat mengajak Janis bepergian keluar, mencari udara segar sambil memenuhi keinginan gadis itu melihat-lihat lingkungan sekitar. Mengenali Janis dengan lingkungan mungkin bisa mengembalikan ingatatan gadis itu kembali, itulah yang Charlotte harapkan.
"Apa aku boleh ikut, Charlotte?" Elea muncul dengan seragam sekolah yang tempo hari Janis lihat di stasiun, pada saat pertemuan pertama mereka.
"Kau harus segera ke sekolah, jangan sampai terlambat Elea." Charlotte menilik Elea dengan tatapan tajam karena melihat si bungsu masih berleha-leha di rumah.
Yang ditilik hanya mampu mencebikkan bibirnya dan segera beranjak sebelum Charlotte berubah menjadi segarang beruang grizzly.
"Dasar anak nakal," desis Charlotte sambil menatap punggung adiknya yang semakin jauh.
Janis yang menyaksikan terkekeh geli melihat interaksi kakak beradik itu.
Charlotte memusatkan perhatiannya kembali pada Janis. "Sudah siap?"
"Apakah kamu memiliki baju lain Charlotte?" Bukannya menjawab, Janis malah balik bertanya sambil terus menatap pantulan dirinya dalam cermin.
"Kenapa? Apakah tidak nyaman?"
Sejujurnya Janis tidak nyaman dengan pakaian yang sedang ia gunakan. Dress floral selutut yang dipadupadankan dengan cardigan rajut ini bukan gaya Janis sekali. Ia tidak terbiasa menggunakan dress, tapi setelah ia ingat-ingat kembali isi lemari yang berada di kamarnya, semuanya penuh dengan gaun serta dress. Sejak datang ke rumah ini pun Janis belum pernah melihat Charlotte ataupun Elea menggunakan pakaian selain dress.
C'mon Janisa, lo bukan lagi di Jakarta. Lo lagi di dunia ghaib sekarang batinnya bergumam dengan asal.
"Ah, lupakan. Aku tidak apa-apa."
Charlotte mendekati Janis. "Sungguh tidak apa-apa?"
"Iya, aku sungguh tak apa."
"Jika ada yang membuatmu tidak nyaman, jangan sungkan untuk mengatakannya padaku. Mengerti?"
Janis mengangguk paham sebelum keduanya melangkahkan kaki dan pergi dari pekarangan rumah.
Rumah yang mereka tempati berada di tengah hutan yang asri, dikelilingi oleh berbagai macam pohon rindang dan cukup dekat dengan sumber mata air. Samar-samar Janis dapat mendengar suara derasnya air mengalir dari tempat mereka kini berada. Suasana hatinya menghangat berada ditempat sejuk dan setenang ini. Sudah lama sekali rasanya sejak liburan terakhir Janis, itu pun saat retret sekolah jika ia tidak salah ingat.
Saat teman-teman seusianya kini mungkin sedang sibuk dengan tugas kuliah dan merajut manis pahitnya kisah romansa, maka Janis jauh lebih sibuk dari itu. Sejak remaja, ia sibuk mengikhlaskan kepergian seorang malaikat dalam hidupnya, sibuk mencari nafkah untuk dirinya sendiri, dan sibuk yang paling membuatnya lelah adalah sibuk berdamai dengan keadaan.
Ketika sedang lelah menghadapi kenyataan, Janis selalu berdoa, semoga tuhan dengan baik hati mau mengirimnya ke suatu tempat dimana Janis bisa melupakan semua masalah hidupnya, tempat paling indah yang tuhan ciptakan hanya untuknya seorang. Walau hanya sebentar, Janis tak merasa keberatan. Hari ini sepertinya tuhan benar-benar mengabulkan permintaan Janis.Setelah berjalan kaki selama kurang lebih sepuluh menit, Janis dibuat terkesima dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya. "Look how god make the masterpiece."
Hijaunya perbukitan yang ditumbuhi oleh berbagai macam bunga, kokohnya pohon pinus yang menjulang di berbagai sisi dan jernihnya aliran sungai membuat Janis yakin siapapun yang melihatnya pasti akan merasakan hal yang sama, merasa takjub sampai tak rela mengedipkan mata barang sedetikpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Koordinat
FantasyBanyak hal yang berubah dalam hidup Janis setelah kematian sang ibu. Hidupnya yang semula bak putri kerajaan berubah seratus delapan puluh derajat dengan kehidupan yang ia jalani saat ini. Ayahnya menghilang tanpa jejak sebagai buronan negara, ia pu...