"Aku sudah mencari penginapan yang tidak terlalu jauh dari sini, kita menginap dulu malam ini karena sudah terlalu larut untuk kembali."
Elen mengangguk setuju. Perjalanan mereka kembali ke Sourbridge membutuhkan waktu yang panjang. Sedangkan jam sudah menunjukan pukul sembilan malam, tak ada yang bisa mereka lakukan selain bermalam di Valarion dan kembali besok pagi.
"Apakah ada yang mengganggu pikiranmu Elen?"
Elen menggaruk kepalanya yang tak gatal. Paman Sam selalu bisa membaca pikirannya.
"Kau tau bahwa Raja Oliver sudah menikah, paman?"
"Apa ada yang salah dengan itu?"
Pertanyaan yang dilantunkan Paman Sam mampu membuat Elen terkekeh kecil. Benar juga, jika Raja Oliver sudah menikah memang ada yang salah dengan itu? Jika begini Elen tampak seperti pria yang gemar menggosip.
"Tidak, hanya saja aku penasaran karena tidak pernah melihat istrinya atau mendengar tentang kabar pernikahannya."
Alih-alih menjawab, pemilik nama Samuel itu tertawa sambil merangkul pundak Elenio. "Kau polos sekali Elen. Berita pernikahannya memang tidak pernah beredar, namun seluruh warga di kotanya bahkan mungkin diluar kota Valarion sudah mengetahui jika Raja Oliver sudah menikah."
"Bagaimana bisa?"
"Coba kau pikirkan kembali, bagaimana bisa seorang raja hidup tanpa pendamping sedangkan ia butuh keturunan untuk meneruskan tahtanya? Apalagi jika dilihat dari bagaimana cara Raja Oliver memimpin Kota Valarion, ia sangat keras dengan prinsipnya dan otoriter, dapat ku pastikan ia sangat menyukai jabatannya saat ini dan enggan digantikan oleh siapapun kecuali oleh putra atau putrinya..,"
"Kehidupan para penguasa itu rumit, Elen. Kita tidak akan pernah bisa memahami jalan pikiran mereka."
Lagi-lagi Elen setuju dengan statement yang diucapkan Paman Sam. Kehidupan orang yang berkuasa itu jauh lebih rumit daripada warga biasa, banyak hal yang perlu dipertaruhkan, dipertahankan dan dipertimbangkan. Itu setidaknya yang Elen pelajari saat kecil dari keluarga Janis yang mau menampung hidup ia beserta kakak dan adiknya. Setiap keputusan yang diambil oleh Raja Niel sangat penuh pertimbangan, memperkirakan kesejahteraan rakyatnya dan kenyamanan keluarga bukanlah hal yang mudah.
Malam semakin larut, memperdalam Elen dengan pikirannya hingga tak sadar bahwa mobil yang ia tumpangi dengan Paman Sam sudah sampai di penginapan. Sebenarnya ada yang ingin Elen tanyakan juga perihal insiden yang baru saja terjadi, namun melihat raut wajah lelah paman Sam membuat ia mengurungkan niatnya da memutuskan untuk segera beristirahat di ujung hari yang melelahkan.
Pada malam yang sama, seorang pria tampak lunglai keluar dari sebuah pintu yang letaknya berada di belakang gudang kerajaan, sebuah akses yang tak banyak diketahui orang. Matanya memerah karena terlalu banyak menenggak alkohol dengan kadar tinggi.
"Siapa disana?" Matanya menyipit, menajamkan penglihatan ditengah temaramnya penerangan.
Namun nihil, tak ada siapapun disana.
Ia kembali berjalan, selangkah demi langkah, terseok-seok hingga sesekali tersungkur ke tanah. "Ah, sial."
Sebuah tangan terulur untuk membantu pria tersebut. "Butuh tumpangan, tuan?"
Pria mabuk itu terdiam, merasakan pening yang mulai menyerang kepalanya. Menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan orang asing yang mencoba menolongnya.
Merasa pertolongannya di hiraukan, sosok itu pun melenggang pergi, meninggalkan pria itu dengan smirk kecil di wajah tegasnya. "It's time for you to go to hell."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Koordinat
FantasyBanyak hal yang berubah dalam hidup Janis setelah kematian sang ibu. Hidupnya yang semula bak putri kerajaan berubah seratus delapan puluh derajat dengan kehidupan yang ia jalani saat ini. Ayahnya menghilang tanpa jejak sebagai buronan negara, ia pu...